B3 Sebagai Pemusnah Masal

Renan Hafsar
Investigator Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
10 November 2020 21:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renan Hafsar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bagi yang masih asing, istilah B3 adalah singkatan dari Bahan Beracun dan Berbahaya. Artinya, segala energi, komponen, zat, senyawa, larutan, material, dan bahan, baik berupa padat, gas, cair, gel yang bersifat racun dan berbahaya secara langsung atau tidak langsung bagi manusia dan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Jenis-jenis Bahan Berbahaya dan Beracun diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Peraturan ini selain mengatur tata laksana pengelolaan B3, juga mengklasifikasikan B3 dalam tiga kategori yaitu B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang dilarang dipergunakan, dan B3 yang terbatas dipergunakan.
Setelah memahami definisi B3, tentunya wajar jika kita mendengar adanya B3 di lingkungan kita, lalu yang terlintas di benak adalah bahaya fatal. Mungkin ada yang membayangkan seperti tragedi Chernobyl di tahun 1986. Tidak salah, memang. Akan tetapi, radioaktif hanya salah satu dari keluarga besar B3. Bisa dibayangkan jika keluarga besar ini reuni akbar, akan seperti apa dahsyatnya daya rusak mereka.
Ilustrasi bahaya pengangkutan B3.
Bahaya B3 tidak bisa dipahami secara parsial. Jika kita perhatikan secara seksama, potensi bahaya B3 ada di manapun mereka berada. Artinya, sejak B3 dibuat atau didatangkan (impor/pembelian domestik), disimpan (sementara, stok, atau jangka panjang), diolah (pencampuran, menjadi produk turunan, pemisahan senyawa), dikategorikan sebagai limbah, diangkut ke tempat lain (ekspor, pembuangan limbah, dijual, disatukan ke wadah lebih besar), hingga dihancurkan selalu memiliki risiko. Dengan demikian, potensi bahaya B3 cukup luas mengingat proses yang bersentuhan dengan material B3 cukup panjang rantainya.
ADVERTISEMENT

Studi Kasus Bencana B3

Untuk memahami bagaimana bahaya B3, ada pelajaran penting yang bisa diambil dari beberapa kecelakaan melibatkan B3. Kadang, bahaya B3 ini kurang terekspos sebagaimana berita penangkapan koruptor, skandal seks, pemilu AS, dan kisruh Omnibus Law. Padahal, dampak B3 tidak kalah mematikan daripada demam berdarah dan Covid-19.
Pada tahun 2015, terjadi kecelakaan truk pengangkut asam sulfat di tol Grogol arah Pluit/Bandara Soekarno Hatta. Truk tersebut terguling, sehingga muatannya tumpah ke jalan. Dampaknya, lalu lintas terhambat. Dikabarkan, beberapa ban kendaraan yang memaksa menerobos mengalami kerusakan seperti dibakar. Bahkan, seorang warga yang tinggal di sekitar jalan tol mengalami kematian akibat menghirup uap asam sulfat tersebut. Puluhan orang yang terdampak karena uap tersebut juga protes akibat kecelakaan tersebut. Kecelakaan tersebut ditangani dengan penyemprotan air sebagaimana pemadaman kebakaran.
ADVERTISEMENT
Setahun kemudian, truk pengangkut LPG mengikuti jejak truk asam sulfat. Kali ini kejadian di tol Jagorawi. Karena selang BBM pecah, truk dipinggirkan oleh pengemudi. Sayangnya, rem tangan dan ganjal ban tidak berhasil menahan truk yang bergerak dengan sendirinya. Truk kemudian menabrak median dan melintang di tengah jalan tol. Beruntung pada kejadian ini gas tidak bocor. Bisa dibayangkan besarnya getaran dan hempasan segala material di sekitar truk jika terjadi ledakan.
Selang lima hari kemudian, truk bermuatan bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 32 kilo liter dari Surabaya menuju Porong menabrak jembatan dan langsung terjadi ledakan. Sebuah minibus yang ada di dekatnya langsung ikut terbakar bersama dengan pengemudi yang ada di dalamnya. Lagi-lagi, tindakan yang dilakukan adalah penyemprotan air oleh regu pemadam kebakaran pada truk tersebut.
Truk tangki pengangkut BBM terbakar di tol Sidoarjo. Foto: Tribunnews
Masih di tahun yang sama, sebuah kapal tanker mendadak berasap oranye. Meski warnanya menarik seperti ketika parade kembang api, asap tersebut berasal dari muatan kimia B3 yang bereaksi terhadap ruang muatan. Akibat kejadian ini, sejumlah awak kapal yang keracunan menghirup asap tersebut dilarikan ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Di Desa Lakardowo, Mojokerto, Jawa Timur lain lagi ceritanya. Bencana bukan terjadi ketika B3 sedang dipindahkan, tapi karena ditimbun. Warga di sana menimbun tanah untuk pembangunan rumah menggunakan fly ash sebagai limbah pabrik di sekitar perumahan. Dalam jangka waktu lama, warga mengeluhkan sakit gatal di sekujur tubuh mereka yang tidak kunjung pulih.
Belum lama ini di Beirut, Libanon terjadi ledakan setara dengan bom atom. Ratusan warga tewas seketika ketika amonium nitrat meledak di kawasan pergudangan pelabuhan. Ribuan orang luka dan puluhan gedung mengalami rusak parah. Yang cukup mengejutkan adalah timbulnya kawah berdiameter puluhan meter di area gudang yang menyimpan B3 tersebut.
Serangkaian ilustrasi contoh kasus di atas bukanlah sekedar berita. Bayangkan jika satu saja kejadian tersebut terjadi di kawasan pemukiman padat penduduk, area ring 1 dekat Istana, atau tempat ibadah yang dipenuhi jamaah. Tentunya korban jiwa akan berjatuhan dalam jumlah besar. Jumlah korban menderita penyakit pernapasan, kulit, dan mungkin mutasi genetik juga akan bertambah banyak.
ADVERTISEMENT

Pengawasan B3

Membunuh manusia dalam jumlah banyak tidak hanya karena penyakit biologis. B3 juga termasuk salah satu cara efektif dalam pembunuhan massal. Yang menjadi masalah adalah pengawasan B3 dirasa masih sangat longgar. Salah satu indikatornya adalah kemudahan dalam mendapatkan material tersebut.
Sebagai contoh adalah cairan setan. Zat yang juga disebut sebagai air raja (nama Latin Aqua Regia) adalah larutan yang dibuat dari pencampuran asam klorida pekat (HCl) dan asam nitrat pekat (HNO3). Tutorial cara pembuatannya cukup banyak tersedia di Youtube. Penggunaan cairan ini terkenal dalam aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) dengan melarutkan logam. Di film, cairan ini seperti liur alien yang jika menetes k elogam bisa membuat lubang hanya dalam beberapa detik.
Hasil pencarian bahan pembuat cairan setan (atas) dan video tutorial pembuatan cairan setan (bawah).
Sampai hari ini, belum terlihat adanya tindakan jelas dan tegas untuk mengatur B3 seperti cairan setan dan lain-lain yang kemampuannya sama. Hal ini berbeda sekali dengan narkoba yang sudah dilarang di mana-mana. Bahkan, setiap ada material baru, katakanlah ice, selalu dimutakhirkan ke dalam daftar zat terlarang.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan perundang-undangan untuk mengatur segala tindakan terkait B3. Misalnya seperti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia. Akan tetapi, daftar ini hanya memuat penggolongan daftar Bahan Kimia. Di samping itu, aturan yang dibuat lebih dari satu dekade ini sangat mungkin tertinggal jauh dibandingkan produk bahan kimia yang diperdagangkan dalam industri kimia.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 187/Men/1999 tentang Nama dan Nilai Ambang Kuantitas (NAK) Bahan Kimia Berbahaya merinci lebih detail dan lebih spesifik. Di bagian lampiran akan ditemui daftar panjang berbagai zat yang digolongkan menjadi beracun, sangat beracun, sangat reaktif, dan mudah meledak. Satu hal yang perlu dipahami bersama adalah bahwa aturan ini hanya berlaku bagi B3 yang berada di dalam area pabrik terkait kegiatan B3.
ADVERTISEMENT
Aturan transportasi pengangkutan B3 sudah disiapkan meliputi semua moda. Namun demikian, aturan yang ada dirasa masih bersifat sapu jagat. Tidak detail dan tidak spesifik merinci tindakan yang harus dilakukan ketika suatu kondisi darurat terjadi. Contoh bagaimana asam sulfat dan bahan bakar minyak disemprot air adalah contoh kesalahan fatal dalam menghadapi bahan B3. Dalam kondisi tumpa, terlebih sedang terbakar, bahan B3 tidak boleh disiram air. Api yang timbul dari bahan B3 bukanlah seperti api di kompor minyak dengan api kecil. Juga bukan seperti api unggun yang bisa mudah padam dengan air.
Yang lebih miris, hampir semua peraturan yang ada menitikberatkan pada tanggung jawab pemilik muatan dalam pengamanan bahan B3 ketika diangkut. Ketentuan ini secara logika sulit dipenuhi. Bagaimana mungkin suatu perusahaan bisa memastikan B3 yang dibawa suatu alat angkut bisa dikendalikan setiap saat. Jika konsisten dilakukan, tidak mungkin ada suatu perusahaan pun yang bisa menjual atau memindahkan B3 dari dan ke pabriknya.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang perlu disoroti terkait B3 adalah dari sekian banyak peraturan (mulai dari UU, PP, Perpres, PM, SE, Instruksi, dan lain-lain) tidak menyentuh masalah B3 sebagai produk. Sebagian besar aturan hanya mengatur B3 sebagai limbah seolah-olah Indonesia tidak punya kemampuan untuk memproduksi B3 sebagai produk setengah jadi atau produk jadi. Faktanya, banyak industri kimia skala besar berbaris di sepanjang pantai barat Pulau Jawa. Pabrik pengolah produk B3 pun banyak tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang banyak penggunaannya untuk keperluan tambang.
Sampai di sini, jangan saling menyalahkan jika terjadi suatu bencana akibat B3. Kita pada hakikatnya sedang menanti timbulnya bencana jika tidak ada tindakan harmonisasi dan penyempurnaan aturan yang ada.
ADVERTISEMENT