Menanti Integrasi Data BMKG dan Disnav

Renan Hafsar
Investigator Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
19 Oktober 2020 18:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renan Hafsar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merupakan instansi pemerintah non-kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Salah satu fungsinya adalah penyediaan data cuaca maritim.
ADVERTISEMENT
Cuaca maritim berbeda dengan cuaca biasa. Pada prakiraan cuaca biasa, kita akan menemukan parameter berupa curah hujan, kelembaban, dan arah angin. Sedangkan pada cuaca maritim ditambah dengan parameter kekuatan dan arah arus serta ketinggian gelombang.
Ilustrasi kecelakaan kapal dan data cuaca maritim.
Di samping itu, penggunaan prakiraan cuaca biasa terbatas pada keperluan sehari-hari. Sebagai contoh, untuk keperluan wisata, kegiatan di luar rumah, ataupun perjalanan jauh. Prakiraan cuaca harian juga dapat diperlukan untuk memprediksi hari-hari tertentu untuk menjual produk terkait cuaca, misalnya penjualan payung, jas hujan, dan pelapis anti bocor pada musim hujan seperti saat ini.
Penggunaan data cuaca maritim lebih luas dibandingkan dengan data cuaca biasa. Parameter ketinggian gelombang dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk menentukan apakah kapal yang digunakannya layak untuk dipakai menangkap ikan atau tidak. Parameter arus digunakan untuk membantu Nakhoda menentukan apakah kapal yang dikomandoinya dapat bersandar dengan selamat ke suatu pelabuhan atau tidak. Jelas, kegunaan prakiraan cuaca maritim ini sangat besar untuk keselamatan bersama.
ADVERTISEMENT
Distrik Navigasi (Disnav) adalah unit kerja di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang menangani pekerjaan terkait kenavigasian. Penyediaan data terkait informasi pelayaran melalui stasiun Vessel Traffic Service (VTS) termasuk di dalam pelayanan Disnav. Data informasi yang disebarkan oleh Disnav seyogyanya merupakan data penting yang dibutuhkan oleh kapal-kapal yang melintas di sekitar stasiun VTS.
Ilustrasi kecelakaan kapal Foto: Pixabay/Michael Wuensch
Disnav memiliki sejumlah peralatan teknologi terbaru yang dapat “melihat” kondisi lalu lintas pelayaran di suatu perairan. Sebut saja radar dan Automatic Identification System (AIS) yang dapat mengetahui keberadaan objek yang bergerak di atas permukaan air. Perpaduan dua alat tersebut menghasilkan suatu citra yang memberikan informasi keberadaan kapal-kapal lebih tepat dan real time.
Disnav dan BMKG memiliki keunggulan yang berbeda. Disnav memiliki kemampuan untuk menerima dan mengirimkan data AIS dari dan ke kapal-kapal yang berada di kawasan radius hingga 20 mil laut (sekitar 37 km). Sementar BMKG mampu menerima data cuaca dari sensor yang dipasangnya dan menyebarkannya melalui laman resmi atau pos-el. Namun demikian, belum ada yang menjembatani info cuaca antara kedua instansi tersebut.
ADVERTISEMENT

Kebutuhan Integrasi Data BMKG dan Disnav

Jika sepuluh tahun lalu kita masih berdecak kagum dengan hadirnya teknologi yang ada pada VTS, hal itu tidak cocok lagi dilakukan pada masa kini. Seiring meningkatnya arus lalu lintas perairan, kebutuhan data secara cepat dan banyak menjadi suatu keharusan.
Dahulu, Disnav cukup meminta data prakiraan cuaca melalui BMKG setiap hari melalui pos-el (email). Dengan bekal data cuaca tersebut, Disnav akan menyiarkan data cuaca kepada kapal-kapal lain yang melintas atau Disnav menggunakan data tersebut sebagai masukan kepada syahbandar setempat dalam hal diperlukan suatu tindakan pengamanan terkait cuaca. Pada kondisi cuaca ekstrem, penutupan pelayanan pelabuhan bisa saja terjadi.
Ketika cuaca sering kali berubah mendadak seperti belakangan ini, Disnav membutuhkan info cuaca yang lebih termutakhirkan. Setiap ada pemberitahuan perubahan cuaca ekstrem idealnya diterima oleh Disnav secepat-cepatnya oleh BMKG. Namun demikian, jika rantai info cuaca ini akan menjadi panjang manakala instansi terkait tidak mengubah cara kerja di antara mereka.
ADVERTISEMENT
Rantai perjalanan data dari sensor ke BMKG hingga ke Disnav sebagai pengguna info cuaca cukup panjang. Sebagai ilustrasi, sensor arus yang terpasang di pelabuhan akan mengirimkan data ke pusat server. Dari server, data akan dianalisis dan diterjemahkan menjadi informasi cuaca oleh petugas Kantor Pusat. Info cuaca tersebut akan disetujui dan disahkan oleh pimpinan yang bertugas, lalu dikirimkan kepada kantor BMKG Regional. Dari situ, barulah Kantor Regional membagi-bagi kepada kantor BMKG yang membutuhkannya. Kantor BMKG yang berhubungan dengan Disnav setempat kemudian akan mengirimkan info cuaca tersebut ke Disnav. Di Kantor Disnav, info tersebut akan tiba ke pimpinan yang bertugas, lalu dilanjutkan ke operator. Cukup panjang dan menyita waktu.
Contoh integrasi data AIS dan cuaca maritim. Foto: Yellow & Finch
Cepatnya cuaca berubah dewasa ini menuntut perubahan pola kerja dari manual ke otomatis dan terintegrasi. Disnav tidak bisa mengandalkan rantai administrasi untuk diterapkan pada informasi cuaca. Jika cara konvensional tetap diteruskan, info cuaca yang diterima bisa jadi sudah kadaluarsa. Faktanya, sejumlah kejadian terkait dengan kondisi cuaca ekstrem yang tiba-tiba.
ADVERTISEMENT
Perairan sekitar Pelabuhan Merak dan Bakauheni sering menjadi saksi bisu terjadinya kecelakaan akibat perubahan cuaca yang kurang diantisipasi dengan baik. Di bulan Oktober dan November 2019, terjadi dua kecelakaan beruntun yang hanya berjarak kurang dari 12 jam. Satu kapal menubruk rambu navigasi hingga lambung kapal Nusa Agung robek di malam hari. Esok harinya, kapal Musthika Kencana menubruk fasilitas Dermaga II. Kedua kapal kesulitan mengontrol pergerakan kapal karena arus kuat.
Lebih heboh, tubrukan tiga kapal melibatkan kapal Amarisa, Nusa Agung, dan Suki 2 menutup akhir tahun 2019. Kejadian tersebut menguatkan indikasi bahwa petugas darat dan awak ketiga kapal tidak mengetahui adanya kondisi ekstrem yang menyebabkan kapal-kapal tersebut bergerak tidak terkendali.
Dari studi kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa kebutuhan integrasi data dan informasi antara BMKG dan Disnav adalah keniscayaan. Dengan integrasi data dan informasi dari BMKG disatukan ke dalam tampilan di Disnav, petugas yang menjadi ujung tombak penentu keputusan terkait perizinan pelayanan kapal dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu secepatnya.
ADVERTISEMENT

Teknologi Integrasi Data Cuaca ke Dalam AIS

Di masa depan, AIS akan diarahkan pada kemampuan tambahan yang mengakomodasi data cuaca. Untuk saat ini, AIS hanya digunakan untuk memberitahukan data-data terkait pengoperasian kapal, misalnya identitas, kecepatan, dan arah kapal.
Perubahan kemampuan AIS untuk dapat “ditumpangi” data maritim akan menguntungkan berbagai pihak, terutama untuk keselamatan pelayaran. Kapal-kapal yang memasang automated weather sensors (AWS) akan mengirim data cuaca secara otomatis, baik ke stasiun BMKG di daratan atau satelit.
Selanjutnya data tersebut akan diolah oleh stasiun BMKG atau stasiun sejenis di berbagai negara. Stasiun cuaca tersebut selanjutnya memancarkan siaran cuaca yang dapat ditangkap oleh semua kapal yang memasang AIS. Tentunya, perubahan cuaca mendadak akan dapat dipantau melalui alat penerima sinyal AIS yang terpasang di kapal-kapal lain yang tidak memiliki AWS.
Kapal El Faro di dasar laut. Foto: Dailymail
Di tahun 2018, Konferensi Teknologi dan Keselamatan Ferry digelar di New York. Pada pertemuan itu diungkap pentingnya kebutuhan siaran data cuaca melalui AIS. Studi kasus pada kecelakaan El Faro, kapal pengangkut peti kemas, yang tengah mengangkut hampir 400 peti kemas berisi hampir 300 mobil dan trailer menghasilkan kesepakatan tentang kecepatan penyebaran info cuaca. El Faro terperangkap di dalam badai Hurricane level 3 hingga sempat menghilang selama beberapa hari. Seandainya saja data cuaca yang ditangkap oleh kapal-kapal yang dilengkapi AWS dapat ditangkap oleh El Faro, kemungkinan besar El Faro dapat diselamatkan.
ADVERTISEMENT