Umroh Ketika Pandemi Berpotensi Gigit Jari

Renan Hafsar
Investigator Keselamatan Transportasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
30 Oktober 2020 21:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renan Hafsar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, Pemerintah Arab Saudi telah memberikan informasi seputar pembukaan kembali pelayanan ibadah umroh di Tanah Suci. Kabar ini sejatinya menjadi kabar gembira bagi mereka yang telah menantikan setelah sekitar hampir setahun kita masih bergulat melawan Virus Covid-19.
Tawaf ketika pandemi pada saat ibadah haji 2020. Foto: New York Times
Terdapat sejumlah poin aturan penting yang diminta oleh Pemerintah Arab Saudi kepada para penyelenggara ibadah umroh, baik yang ada di dalam negara Arab sendiri atau di luar negara tersebut. Sebagian besar aturan memang biasa saja, baik ketika pandemi atau bukan, aturan tersebut tetap ada. Misalnya, jamaah harus memiliki tiket pergi-pulang, didampingi pemandu ibadah (tour leader), dan tanda pengenal yang harus selalu dipakai.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, terdapat sejumlah aturan baru yang baru kali ini diminta oleh Pemerintah Arab Saudi terkait penyelenggaraan ibadah umroh. Aturan terkait pandemi tersebut jika dikaji mendalam, rentan menyebabkan jamaah batal berangkat. Lebih jauh, hal ini bisa menjadi potensi konflik antara jamaah dan agen penyelenggara jasa umroh. Dikhawatirkan, jika konflik tidak dapat diatur dengan baik, bisa merembet pada perilaku anarkis.

Usia Jamaah Umroh

Dilansir oleh CNBC, pada tanggal 28 Oktober 2020, Wakil Menteri Agama RI menjelaskan kekhawatirannya. Dengan adanya aturan baru dari Pemerintah Arab Saudi, jamaah yang diperbolehkan masuk ke Tanah Suci hanya yang berusia antara 18—50 tahun. Anak kecil dan orang paruh baya atau lebih tua dilarang menginjakkan kakinya ke negara tersebut selama pandemi masih berlangsung.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (SISKOPATUH) di Kementerian Agama (Kemenag), lebih dari separuh jamaah umroh tidak memenuhi syarat usia tersebut. Artinya, hanya sekitar 44% yang memenuhi aturan terkait pembatasan usia ini. Dengan gugurnya syarat keberangkatan para jamaah, ini akan menjadi sumber konflik antara jamaah dan agen umroh.
Aplikasi SISKOPATUH.
Di samping itu, kebanyakan jamaah yang namanya sudah tercantum di dalam daftar Kemenag adalah jamaah yang sudah membayar lunas seluruh biaya ibadah umroh. Aturan terkait usia ini akan terang akan menjadi pukulan telak bagi para agen ibadah umroh. Dana yang sedianya akan dipakai untuk membayar biaya tiket pesawat, hotel, porter, makanan catering, dan lain-lain, harus dicairkan dan dibayarkan kembali kepada jamaah karena mereka gagal berangkat.
ADVERTISEMENT
Pembayaran kepada jamaah yang batal berangkat karena faktor usia akan menyebabkan cash flow agen ibadah umroh terganggu. Pasalnya, sudah hampir setahun mereka tidak memiliki pemasukan karena tidak ada pergerakan jamaah dari Indonesia ke Arab. Ditambah lagi mereka harus mengembalikan uang jamaah. Bagi agen yang bandel, mereka akan keluarkan 1.001 cara agar uang jamaah tetap ditanam di perusahaan mereka dengan dalih apabila pandemi berakhir 2021, mereka bisa langsung berangkat tanpa harus menambah banyak selisih harga.
Akan tetapi, kenangan buruk reputasi First Travel akan merusak kepercayaan masyarakat kepada para penyelenggara umroh. Jadi, jamaah yang gugur niatnya karena pembatasan usia akan berjuang mati-matian untuk menarik uang mereka kembali. Jelas saja, pengembalian uang dari lebih dari separuh jamaah itu bisa membuat agen umroh collapse alias bangkrut. Di sini, “pertarungan” harus diantisipasi agar tidak menimbulkan dampak merugikan kepada kedua belah pihak.
Seorang jamaah yang menuntut haknya pada First Travel. Foto: RadarNonStop

Jamaah Bebas Covid-19

Syarat ini bisa dibilang syarat paling sadis. Jamaah yang akan umroh diharuskan memiliki surat keterangan bebas Covid-19 yang berlaku 72 jam dari hasil PCR dan harus masih berlaku hingga tiba di Saudi.
ADVERTISEMENT
Jika dihitung mundur, artinya jamaah harus dilakukan tes usap paling lambat pada H-2 keberangkatan. Katakanlah tanggal 1 tes usap, lalu pada hari yang sama keluar hasilnya. tanggal 2 berangkat, lalu tiba di Tanah Suci tanggal 2 atau 3 (tergantung jam lepas landas pesawat dan lamanya transit).
Hingga tanggal 29 Oktober 2020, nilai positivity rate penyebaran Covid-19 di Indonesia dari data Satgas Covid-19 berada di kisaran 14%. Sementara itu, positivity rate di DKI Jakarta berada di kisaran 9%, cukup rendah dibandingkan bulan lalu yang sempat menyamai positivity rate Indonesia.
Rendahnya positivity rate di Jakarta dibandingkan beberapa pekan sebelumnya memancing kritik dari berbagai pihak. Hal ini dicurigai terkait penurunan kapasitas pengujian. Dalam bahasa sederhana, kalau ingin melihat positivity rate 0%, cukup hilangkan tes usap. Sederhana, tapi fatal.
ADVERTISEMENT
Rendahnya pengujian tes Covid-19 ini adalah bom waktu. Kita menjadi semakin buta tentang apa yang kita tidak ketahui. Kalaupun pasca libur Corona Oktober ini masyarakat semakin banyak yang tertular, rendahnya tes akan melenakan banyak pihak. Dikira Covid-19 mulai mereda, ternyata makin mengganas.
Situasi ini akan berdampak langsung pada para jamaah yang akan diberangkatkan ke Arab Saudi. Perlu dicatat bahwa lebih dari tiga perempat pengidap Covid-19 adalah mereka yang tidak merasakan penyakit/gejala (asymptomatic).
Sebagai ilustrasi, dapat dijelaskan dengan matematika sederhana berikut ini. Anggap saja yang diberangkatkan umroh sebanyak 100.000 jamaah (hingga saat ini belum jelas berapa yang diperbolehkan oleh Pemerintah Arab). Yang memenuhi syarat usia ada 44.000, anggap semuanya tidak ada yang batal berangkat. Ketika dilakukan tes usap, ada 14% dari mereka yang gugur karena positif Covid-19, sehingga tersisa sekitar 37.000 jamaah yang bisa melanjutkan perjalanan ke Tanah Suci.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat bahwa positivity rate di DKI Jakarta adalah yang paling mendekati kondisi nyata karena gencar lakukan tes usap (swab test). Di luar sana, jumlah tes Covid-19 yang benar dan serius masih sangat minim. Kebanyakan masih mengandalkan tes cepat (rapid test) yang tidak jelas akurasinya.
Jika ternyata positivity rate pada jamaah yang berasal dari luar DKI Jakarta lebih parah, tentunya jumlah yang berangkat umroh akan semakin sedikit. Kembali lagi, pembatalan berpotensi konflik.
Karantina calon jamaah umroh bukan hal mudah. Secara sederhana, karena Covid-19 ditularkan oleh manusia, maka jamaah harus dijauhkan dari manusia. Tapi ide ini tidak mungkin diterapkan. Karantina penumpang kapal pesiar Diamond Princess di perairan Jepang mengajari kita bahwa petugas kebersihan, pengantar makanan, dan sesama penumpang berpotensi menjadi penyebar virus Corona.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi, kalau para jamaah dikarantina di hotel dengan maksud agar mereka bebas Covid-19, yang terjadi adalah mereka saling menularkan. Hal ini mengingat bahwa sebagian jamaah berpikiran ekstrem radikal tidak percaya bahwa Covid-19 itu benar adanya. Mereka lebih percaya bahwa penyakit ini adalah konspirasi.
Apapun yang terjadi pada bulan November nanti ketika jamaah umroh Indonesia diperbolehkan masuk ke Arab Saudi, hendaknya diantisipasi dengan baik. Para jamaah harus dinasehati dengan baik dan penuh kesabaran bahwa keberangkatan dan Covid-19 adalah takdir Allah yang bisa diubah. Semua harus berjuang menahan keinginan untuk bertemu keluarga, selamatan ibadah umroh, atau liburan. Tanpa menyertakan pemahaman dan kesadaran dari jamaah, mustahil konflik antara agen dan jamaah dapat dihindari.
ADVERTISEMENT