Merayakan Keragaman, Merawat Persatuan

Reno Dwi Hapsari
Sesdilu 68. Diplomom.
Konten dari Pengguna
26 November 2020 12:19 WIB
comment
18
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reno Dwi Hapsari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pernahkah anda mendengar tentang kota Yala di Thailand ? Kota ini adalah pusat pemerintahan Provinsi Yala, salah satu provinsi perbatasan Thailand-Malaysia, sang penghasil durian terbesar di selatan Thailand. Kota Yala juga mendapat predikat sebagai salah satu kota dengan tata kelola terbaik di Thailand.
Yala mengekspor sekitar 80% produksi duriannya. Musim durian berlangsung pada bulan Juni-September. (Foto ilustrasi oleh Tom Fisk dari Pexels)
Provinsi Yala bersama dengan provinsi Narathiwat dan Pattani, yang seringkali disebut wilayah Deep South Thailand, merupakan daerah di mana mayoritas warga Thai Muslim / Melayu berdomisili. Wilayah Deep South masih dipandang sebagai “zona merah” di Thailand berkaitan dengan insiden antara aparat keamanan dengan kelompok perlawanan yang masih kerap terjadi hingga kini. Namun demikian, menurut data organisasi pemantau Deep South Watch, saat ini latar belakang insiden sudah bervariasi antara gerakan perlawanan, motif politik, tindakan kriminal, dan motif lainnya.
ADVERTISEMENT
Melayu Day untuk Harmoni Kota Yala
Trauma akibat asimilasi budaya yang dipaksakan serta konflik bersenjata yang telah berlangsung selama berpuluh-puluh tahun di area Deep South telah meregangkan hubungan antar kelompok masyarakat, khususnya Thai Buddhist dengan Melayu Muslim.
Adalah wali kota Yala, Pongsak Yingchoncharoen, yang mempunyai visi untuk menciptakan harmoni di Yala. Pada tahun 2014, ia menggagas Melayu Day of Yala, sebuah festival perayaan budaya Melayu sekaligus upaya menghidupkan ekonomi lokal dan promosi pariwisata Yala.
Walikota Yala (paling kiri) bersama Konsul RI Songkhla (tengah, berbaju hitam) dan para tamu di Melayu Day of Yala, Februari 2020 (Foto : Facebook KRI Songkhla)
Awalnya festival ini hanya diminati oleh warga Melayu di Yala. Sebagian penduduk kota Yala bahkan mengira festival ini adalah perayaan keagamaan sehingga mereka sungkan untuk datang. Namun setelah beberapa kali penyelenggaraan, Melayu Day dapat menarik perhatian masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Saat ini Melayu Day of Yala telah menjadi salah satu event terbesar di kota Yala dan melibatkan perwakilan negara-negara ASEAN di Thailand. Warga Thai Buddhist / Chinese pun ramai ambil bagian dalam festival ini. Selama tiga hari ribuan pengunjung tumpah ruah di taman Sanam Chang Peuak, yang dipenuhi jajaran stan makanan, produk-produk lokal, dan panggung hiburan kesenian khas Melayu. Kegiatan lainnya dalam festival ini termasuk parade budaya, seminar bahasa dan budaya Melayu, serta pameran kesenian.
Promosi Indonesia di Melayu Day of Yala
Sejak tahun 2015, Pemerintah Kota Yala menggandeng perwakilan Indonesia dan Malaysia di Thailand Selatan untuk ikut meramaikan festival ini. Menyusul di tahun berikutnya juga ada partisipasi perwakilan Brunei Darussalam. Melayu Day telah menjadi agenda rutin Konsulat RI Songkhla untuk promosi terpadu Indonesia
Penampilan Tim Tari dari Institut Seni Budaya Indonesia, Aceh pada Melayu Day of Yala 2018. (Foto : laman Facebook KRI Songkhla)
Penduduk Deep South Thailand secara psikologis merasa dekat dengan Indonesia sebagai sesama rumpun bangsa Melayu dan pemeluk agama Islam. Indonesia adalah saudara tua bagi mereka. Sebagian besar warga Thailand alumni sekolah di Indonesia berasal dari tiga wilayah tersebut. Sangat jamak ditemui keluarga yang memiliki “tradisi” turun temurun untuk bersekolah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kesempatan ini dipergunakan oleh sejumlah perguruan tinggi Indonesia,seperti Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Muhammadiyah Prof.Dr. HAMKA (Uhamka) untuk mempromosikan kampus masing-masing kepada publik Thailand Selatan. Beberapa universitas juga memberikan beasiswa kepada siswa-siswi Thailand yang terpilih.
Antrian pengunjung di gerai makanan Indonesia, Melayu Day of Yala, 2018 (Foto : laman Facebook KRI Songkhla)
Kehadiran paviliun Indonesia di Melayu Day adalah kesempatan para alumni bernostalgia kenangan belajar di Indonesia, terutama makan aneka hidangan Indonesia yang tersedia. Bakso, mi ayam, dan rendang adalah menu favorit di Yala.
Merawat Bhinneka Tunggal Ika
Melayu Day kini bukan hanya perayaan budaya Melayu tetapi juga perayaan harmoni keragaman budaya di Yala. Dalam suatu perbincangan saya dengan alumni sekolah Indonesia, mereka secara khusus menyampaikan rasa kagum pada Indonesia yang beragam tetapi tetap satu, pada masyarakat Indonesia yang terbuka dan toleran. Selalu tersimpan dalam ingatan dan batin mereka, sambutan dan penerimaan yang hangat dari teman-teman, para pengajar, tetangga, ibu kos, dan orang-orang yang mereka jumpai selama bersekolah di Indonesia.
Mahasiswa Indonesia di Thailand seusai penampilan mereka di Melayu Day of Yala 2018. (Foto : laman Facebook KRI Songkhla)
Tanpa kita sadari, Bhinneka Tunggal Ika sering menjadi suatu hal yang taken for granted. Beda itu biasa dan pasti ada. Keragaman yang kita miliki ini patut kita banggakan dan kita rayakan. Yang paling penting, keragaman Indonesia perlu kita rawat sebaik-baiknya. Tidak mudah memang, tapi kalau bukan kita, siapa lagi? Jangan sampai di kemudian hari kita menyesal karena Bhinneka (Tunggal Ika) tinggal kenangan.
ADVERTISEMENT