Budaya Politik Menentukan Arah Demokrasi Indonesia

Reo Bima Ardiansah
Mahasiswa aktif Universitas Kristen Satya Wacana
Konten dari Pengguna
21 Juni 2024 10:21 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Reo Bima Ardiansah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi budaya politik partisipan dari berbagai kalangan yang menyampaikan aspirasi mereka karena memiliki pemahaman politik yang baik (sumber: pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi budaya politik partisipan dari berbagai kalangan yang menyampaikan aspirasi mereka karena memiliki pemahaman politik yang baik (sumber: pribadi)

Budaya politik merupakan suatu pola perilaku dan orientasi manusia terhadap kehidupan politik yang dialami oleh para partisipan dalam suatu sistem politik, latar belakang terbentuknya budaya politik disebabkan beberapa faktor seperti sejarah, sosial, ekonomi, agama, etnis, pendidikan, dan kondisi geografis yang mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap fenomena politik. Dari beberapa latar belakang tersebut kita dapat melihat bagaimana interaksi masyarakat terhadap pemerintah, bagaimana sikap masyarakat terhadap keputusan pemerintah, dan partisipasi masyarakat dalam demokrasi. Bentuk budaya politik terdapat tiga macam yaitu: budaya politik parokial, budaya politik kausal, dan budaya politik partisipan. Budaya politik partisipan masyarakat memiliki kesadaran dan pemahaman politik yang tinggi, serta terlibat aktif dalam berbagai kegiatan politik, budaya politik kaula masyarakat memiliki kesadaran politik sedikit lebih tinggi, namun cenderung pasif dan menerima apa adanya sistem politik yang berlaku. Budaya politik paling rendah ialah budaya politik parokial, diamana masyarakat tidak memiliki kesadaran politik dan cenderung acuh terhadap hal-hal mengenai politik, dari budaya ini menyebabkan disfungsi-disfungsi dalam kegiatan politik terus ada dan tidak akan pernah terselesaikan. Dengan masyarakat yang masih memegang budaya politik parokial masyarakat mudah dipengaruhi baik dengan uang, ataupun berita hoax untuk kepentingan pihak tertentu, dari sinilah menimbulkan hilangnya nilai-nilai demokrasi di dalam masyarakat itu sendiri.

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam satu dekade terakhir pelaksanaan pemilu, politik di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dari metode konvensionalnya tradisional menjadi kampanye digital yang biasanya membangun personal branding dari calon tertentu. Kemajuan teknologi berperan besar dalam perubahan ini, kemajuan teknologi ibarat seperti pisau bermata dua bisa membangun demokrasi atau bisa menghancurkan demokrasi di Indonesia. Dari perspektif ini kemajuan tekonologi bisa memberikan informasi rinci seperti visi-misi tentang calon-calon pemimpin dalam pemilu atau malah bisa sebagai sesuuatu yang digunakan untuk menjatuhkan pihak tertentu dengan berita hoax. Dimana kita bisa melihat dalam satu dekade terakhir dalam pelaksanaan pemilu sangat marak tentang isu-isu poliitik seperti politik identitas, disfungsi pemerintah, maupun politik uang. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/02/28/budaya-politik-indonesia-pada-2022-dinilai-masih-rendah.
Menurut laporan Economist Intelligence Unit (EIU), skor indeks demokrasi Indonesia mencapai 6,71 poin dari skala 10 pada 2022. Angka itu membuat Indonesia duduk di peringkat 54 dunia, turun dua peringkat dari 2021. Terdapat lima kategori yang membentuk nilai indeks itu yang turut diberi skor dengan skala 0-10. Pertama, kategori pemilu dan pluralisme Indonesia menyentuh 7,92 poin. Kedua, fungsi pemerintahan dengan skor 7,86. Ketiga, partisipasi politik mendapat skor 7,22. Disusul posisi keempat, kebebasan sipil menyentuh 6,18. Kelima, budaya politik yang hanya 4,38. Komponen indeks demokrasi Indonesia sebenarnya banyak yang di atas rata-rata indeks dunia. Namun, hanya budaya politik yang di bawah standar itu. Artinya, budaya politik di Indonesia masih tergolong rendah. Adapun rata-rata skor komponen indeks demokrasi global adalah pemilu dan pluralisme (5,59), fungsi pemerintahan (4,70), partisipasi politik (5,44), kebebasan sipil (5,43), dan budaya politik (5,32). Rata-rata total skor global mencapai 5,29. EIU menyebut, kawasan Asia dan Australia juga mengalami penurunan poin di kategori budaya politik. "Skor kawasan ini untuk budaya politik turun sedikit, karena persepsi publik yang lebih negatif terhadap peran kepemimpinan dan demokrasi di tempat-tempat seperti Hong Kong dan Korea Selatan," tulis EIU dalam laporannya.
ADVERTISEMENT
The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis Indeks Demokrasi 2021. Hasilnya, EIU mengungkap situasi demokrasi global menurun 2010. Dalam laporannya, EIU menyebutkan bahwa pandemi turut memberikan dampak pada kemunduran demokrasi. Dalam Indeks Demokrasi 2021 tersebut, sebanyak 74 dari 167 negara dari wilayah yang dicakup oleh indeks ini atau sekitar 44,3% dari total negara yang diukur masuk kategori negara demokrasi. Namun, jumlah negara yang masuk kategori ”demokrasi penuh” mengalami penurunan, menjadi 21 negara pada tahun 2021. Sebelumnya, di indeks tahun 2020 terdapat 23 negara yang masuk ketegori ini. Dari negara-negara yang tergabung di G20 ini (kecuali Uni Eropa), indeks demokrasi yang dirilis EIU menempatkan ada enam negara yang masuk dalam kategori demokrasi penuh. Keenam negara tersebut adalah Australia, Kanada, Jerman, Korea Selatan, Jepang, dan Inggris. Australia tercatat menjadi negara dengan nilai indeks demokrasi paling tinggi, yakni ada di angka 8,90. Sementara itu, Indonesia berada di urutan ke-14 di antara negara G20 dan masuk kelompok demokrasi "cacat" dengan skor indeks demokrasi 6,71.
ADVERTISEMENT
Negara yang masuk kategori demokrasi "cacat" umumnya sudah memiliki sistem pemilu yang bebas dan adil, serta menghormati kebebasan sipil dasar. Namun, negara dalam kelompok ini masih memiliki masalah fundamental, seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang antikritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintah yang belum optimal.
Dari angka-angka tersebut budaya politik di Indonesia masing tergolong rendah, budaya politik memiliki peran krusial dalam menentukan arah berjalannya demokratisasi dan pembangunan politik di Indonesia. Tantangan yang harus dihadapi dalam membangun budaya politik ini ialah merubah pandangan masyarakat yang masih kental dengan budaya politik parokial menjadi budaya partisipan, ciri-ciri dari masyarakat parokial biasanya apatis dan cenderung acuh tak acuh terhadap isu-isu politik. Perlu langkah yang komprehensif untuk membangun budaya politik parokial menjadi lebih partisipan, dengan budaya politik partisipan akan tercipta “demokrasi sempurna” dimana masyarakat memegang kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki pemahaman yang mendalam tentang pendidikan politik sehingga kritis dan peka terhadap situasi politik. Terciptanya budaya politik partisipatif akan meminimalisir atau bahkan menghilangkan disfungsi-disfungsi yang terjadi dalam kegiatan politik Indonesia seperti politik uang, politik identitas, penyelewengan kekuasaan, korupsi dan kerusakan demokrasi.
ADVERTISEMENT
Upaya yang dilakukan dalam membangung budaya politik ini melalui peningkatan pendidikan politik, sosialisasi nilai-nilai demokrasi, penguatan lembaga lokal dan ketertiban masyarakat. Untuk tercapainya pembangunan budaya politik ini perlu dukungan dari berbagai pihak baik itu pemerintah, dan berbagai komponen masyarakat di Indonesia. Membangun budaya politik merupakan sesuatu yang sulit tetapi bukan berarti tidak bisa dirubah, perlu langkah yang komprehensif untuk memberikan pendidikan politik di masyarakat apalagi sosialisai politik tidak akan selalu berjalan dengan efektif karena warga negara tidak selalu mendapatkan informasi dan pendidikan politik yang memadai.
Pemerintah Indonesia saat ini belum menunjukan komitmen dalam meningkatkan dan membangun budaya politik. Pendidikan politik, sosialisasi nilai-nilai demokrasi, maupun penguatan lembaga lokal perlu langkah serius dalam membangun budaya politik melalui infromasi dan pendidikan yang memadai. Kemajuan teknologi di masa sekarang ini bisa dimanfaatkan untuk mengimplementasikan pendidikan politik melalui konten-konten video yang memberikan pemahaman politik. Sebenarnya di Indonesia sendiri sudah cukup banyak konten kreator yang memberikan pendidikan politik tetapi kurang terekspose dengan baik. Peran keluarga dalam membangun budaya politik perlu diperhatikan karena keluarga memiliki pengaruh yang tinggi dalam menentukan hak memilih dalam pemilu. Dengan membangun budaya politik di lingkup kecil masyarakat yaitu keluarga meruapakan upaya yang efektif dalam mencipatakan budaya politik partisipan. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/06/07/bukan-publik-figur-justru-keluarga-yang-paling-memengaruhi-keputusan-memilih-partai-politik.
ADVERTISEMENT
Hasil survei Litbang Kompas justru tak mengarah kepada publik figur. Pihak yang memengaruhi pengambilan keputusan masyarakat dalam memilih partai politik paling banyak berasal dari keluarga. Proporsinya menyentuh 47,6% dari total responden. Keluarga yang dimaksud adalah orang tua, suami atau istri, anak, dan saudara. "Dengan demikian, apabila berbicara soal popularitas partai, maka basis pengenalan hingga tingkat struktur sosial paling kecil, yakni keluarga, perlu diperhatikan," kata penulis Litbang Kompas, Vincentius Gitiyarko, dalam laporannya.
Posisi kedua disusul oleh tokoh masyarakat yang mencakup RT, RW, kepala desa, lurah, dan tokoh organisasi dengan persentase 18%. Lalu posisi keempat diisi teman dengan persentase 11,3%. Sementara pengaruh publik figur berada di posisi ketiga dengan raihan 16,3%. Publik figur di sini mencakup influencer, artis, hingga tokoh terkenal. emudian tokoh agama seperti ustaz, kiai, romo, dan pendeta justru berada di posisi terakhir dengan hasil 6,9%. Survei ini melibatkan 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia. Pengambilan data diambil dalam rentang waktu 29 April-10 Mei 2023 menggunakan metode wawancara tatap muka, dengan toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,8% dan tingkat kepercayaan 95%.
ADVERTISEMENT
Dari angka-angka di atas dapat kita lihat bagaimana besarnya peran keluarga dalam mempengarungi hak memilih dalam pemilu. Dengan membangun budaya politik di lingkup keluarga merupakan langkah yang efektif, di lingkup keluarga pendidikan politik akan lebih mudah tersampaikan dan terstruktur tetapi dalam langkah pembangunan budaya politik ini perlu dukungan dari pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Dari langkah ini akan tercipta budaya politik partisipan, dimana masyarakat peka akan sistuasi politik serta mengawasi dan memegang kontrol berjalanan sistem politik di Indonesia dari hal inilah akan tercipta “Demokrasi Sempurna”. Inilah yang saya maksudkan dengan budaya politik menentukan “arah demokrasi”.