Analisis: Kemegahan Timnas Indonesia yang Cuma Berjalan Setengah Jam

18 November 2018 8:29 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas Indonesia menyalami suporter di Stadion Rajamangala, Thailand. (Foto: ANTARAFOTO/Akbar Nugroho Gumay)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia menyalami suporter di Stadion Rajamangala, Thailand. (Foto: ANTARAFOTO/Akbar Nugroho Gumay)
ADVERTISEMENT
"Kami konsentrasi di babak pertama. Sampai menit 30 ketika bisa mencetak gol. Tapi, di menit akhir babak pertama kami kebobolan lagi dan itu yang bikin mental kami turun."
ADVERTISEMENT
Ucapan Bima Sakti di atas cukup menggambarkan apa yang terjadi dalam laga ketiga Grup B Piala AFF 2018 yang mempertemukan antara Timnas Indonesia melawan Thailand. Bertanding di Stadion Rajamangala, Sabtu (17/11/2018) malam WIB, Indonesia harus menderita kekalahan 4-2.
Dua gol Fachruddin Aryanto dan Zulfiandi jadi tak berarti setelah Thailand memborong empat gol lewat Korrakot Wiriyaudomsiri, Pansa Hemviboon, Adisak Kraisorn, dan Pokklaw Anan. Dengan hasil ini, semua memang jadi serba sulit bagi Indonesia. Kalaupun ingin lolos ke babak semifinal, prasyarat yang harus dipenuhi terbilang cukup sulit.
Lalu, menyoal kekalahan ini, seperti yang Bima Sakti ucapkan: Timnas Indonesia hanya main selama 30 menit. Sisanya, adalah kekacauan demi kekacauan yang tiada henti.
ADVERTISEMENT
Pada pertandingan ini, Timnas Indonesia memulainya dengan apik. Menggunakan formasi dasar 4-2-3-1, Indonesia memilih untuk bermain tidak tergesa-gesa. Model pendekatan yang mereka lakukan ini tidak seperti di laga pertama saat menghadapi Singapura atau laga kedua saat melawan Timor Leste. Kala itu Indonesia langsung menekan dengan intensitas tinggi.
Kali ini, cara berbeda diterapkan oleh Indonesia. Sadar bahwa lawan punya kualitas permainan yang lebih baik, mereka tidak mengambil langkah serampangan. Mereka bermain sabar, bertahan dari kedalaman, dan menjaga ruang demi ruang yang ada di lini pertahanan mereka. Thailand hanya dibiarkan menguasai bola dengan enak ketika berada di area mereka sendiri.
Strategi ini memberikan efek tersendiri bagi Thailand. Meski kuasa bola banyak mereka pegang, mereka sulit menembus pertahanan Indonesia. Beberapa kali usaha yang mereka lakukan untuk menyerang Indonesia kerap menemui jalan buntu, karena memang tak ada ruang enak yang diberikan. Alhasil, mereka pun hanya bisa sesekali masuk, tapi itu juga dengan segera bisa diantisipasi pemain Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bermain penuh konsentrasi membuat Indonesia akhirnya menemui jalan untuk membobol gawang Thailand. Pada menit 30, berawal dari sepak pojok Evan, Zulfiandi dengan apik menendang bola ke gawang Thailand dari luar kotak penalti. Melaju kencang, bola tak mampu dihalau penjaga gawang Thailand. Timnas mampu unggul terlebih dahulu, dan hal itu sempat memberikan secercah harapan.
Namun, hanya sampai situ Indonesia bermain apik. Di waktu sisa, mereka main seperti apa yang ditunjukkan lawan Timor Leste dan Singapura: gagap, terburu-buru, dan seolah-olah mereka sedang dikejar oleh sesuatu. Hal itu bermula dari gol Korrako pada menit 38 yang bisa dibilang tidak kalah sensasional dari gol Zulfiandi: mencetak gol dari tendangan penjuru.
Timnas Indonesia vs Thailand di leg pertama final Piala AFF 2016. (Foto: Bay Ismoyo/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia vs Thailand di leg pertama final Piala AFF 2016. (Foto: Bay Ismoyo/AFP)
Setelah skor imbang, gaya main Indonesia berubah drastis. Gaya main mereka tidak sesantai ketika menit laga belum melewati angka 30. Mereka menekan balik dengan buru-buru, dan hal itu menyisakan banyak celah yang bisa dimanfaatkan. Plus keluarnya Andik Vermansah, membuat situasi jadi semakin sulit bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Masuk babak kedua, tekanan Indonesia semakin intens. Namun, intensnya tekanan Indonesia ini malah berbuah petaka. Dua sayap Thailand yang tidak bisa bergerak di babak pertama karena rapatnya pertahanan Indonesia, mampu bergerak sesuka hati di paruh kedua. Kerap majunya dua bek sayap Indonesia yang terlalu tinggi, ditambah tak adanya sokongan dari gelandang bertahan menutup ruang yang kosong itu, membuat sisi sayap Indonesia rentan dieksploitasi.
Ditambah lagi, meski intens menekan, justru jarak antar pemain Indonesia tidak rapat. Para pemain seolah hanya mau menunggu di depan, lalu menceploskan bola, tanpa mau menjemput bola dan memulai serangan dari bawah. Inilah yang jadi penyebab lahirnya gol ketiga Thailand, yang diawali kesalahan Awan Setho. Awan bingung mau mengumpan siapa, karena tak ada pemain yang mau mendekat dan memberikan opsi umpan baginya.
ADVERTISEMENT
Mungkin ketika laga melawan Singapura dan Timor Leste, kesalahan Timnas Indonesia macam ini tidak terlalu terlihat karena Singapura dan Timor Leste tidak mampu memaksimalkan kesalahan ini sebaik-baiknya, berhubung kualitas pemain yang mereka miliki. Tapi Thailand, dengan kecerdasan para pemainnya, mampu mengeksploitasi titik lemah Indonesia ini untuk mencatatkan kemenangan. Tidak tanggung-tanggung, skornya pun telak 4-2.
Awan kelabu, ternyata, masih menggelayut di langit Indonesia dan belum mau pergi.
Timnas Indonesia vs Thailand di leg kedua final Piala AFF 2016. (Foto: Lillian Suwanrumpha/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia vs Thailand di leg kedua final Piala AFF 2016. (Foto: Lillian Suwanrumpha/AFP)
Timnas sebenarnya masih punya peluang lolos, namun itu cukup sulit, karena mesti mengandalkan hasil dari tim lain, seperti Singapura, Filipina, dan Thailand itu sendiri. Hasil laga Filipina lawan Thailand akan menjadi acuan tersendiri apakah Indonesia bisa lolos atau tidak.
Tapi, terlepas dari lolos atau tidaknya Indonesia, mereka masih memiliki pekerjaan rumah yang mesti mereka selesaikan. Permainan yang masih terburu-buru dan tidak taktis harus mereka hilangkan, karena hal itu yang kerap dimanfaatkan oleh tim lawan untuk mengalahkan Indonesia. Toh, ketika main taktis, lawan yang sulit pun bisa mereka repotkan, seperti yang mereka lakukan di 30 menit awal laga melawan Thailand.
ADVERTISEMENT
Karena jika Indonesia main terburu-buru, sedangkan lawan mampu main taktis, jangankan Thailand. Lawan-lawan macam Singapura dan Malaysia saja bisa membantai Indonesia. Skill individu boleh lebih tinggi, tapi, sepak bola adalah olahraga kolektif. Kolektivitas dan kerja sama menjadi dua aspek yang juga harus dijaga di sepak bola ini, termasuk oleh Timnas.