Gary & Sam Bencheghib: Citarum Mencuri Perhatian Kami

23 Maret 2018 15:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Gary dan Sam Bencheghib, kakak beradik asal Prancis, membuat video mengarungi kotornya Sungai Citarum enam bulan lalu. Mereka menyusuri sungai dengan perahu kayak terbuat dari botol plastik bekas.
ADVERTISEMENT
Keduanya membawa misi hendak meningkatkan kesadaran masyarakat dan dunia akan sebarapa buruk kondisi Citarum saat ini.
Kenapa mau susah-susah? Sebab Gary dan Sam sudah belasan tahun tinggal di Indonesia, sehingga tumbuhlah rasa cinta mereka pada negeri ini.
Ekspedisi #plasticbottlecitarum pun dimulai, dan didokumentasikan dalam bentuk video. Video itu lantas viral dan membuat pemerintah Indonesia tergelitik untuk bergerak lebih cepat menyelesaikan permasalahan Citarum yang sudah kritis dan bertahun-tahun tak bisa dituntaskan.
Ini bukan kali pertama Gary dan Sam melakukan aksi bersih-bersih di Indonesia. Mereka juga pernah menyisir sampah di pantai di Bali saat berusia 14 tahun.
Selama mengarungi Citarum, banyak hal berkesan bagi Sam. Mulai dari ditertawakan orang, tercebur ke sungai, sampai kesedihan karena melihat kondisi warga sekitar Citarum.
ADVERTISEMENT
Berikut perbincangan Sam Bencheghib dengan wartawan kumparan, Rivan Dwiastono, via Skype, Rabu (21/3).
Gary dan Sam Benchegip (Foto: Make a Change World)
Bagaimana saat kalian tahu video #plasticbottlecitarum viral dan menarik perhatian pemerintah Indonesia?
Itu adalah hal yang tidak terduga bagi kami, mendapatkan segini banyak perhatian. Pertama perhatian dari media, kemudian dari pemerintah hingga Presiden Jokowi. Sangat luar biasa. Mengejutkan.
Saat saya terbang ke AS dan Gary kembali ke Bali, dia mendapat panggilan telepon dari orang yang membantu kami di lokasi Sungai Citarum. Dia mengatakan, “Hai Gary, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Maritim ingin bertemu dengan kalian.”
Kami berdua sangat bersyukur melihat pemerintah Indonesia langsung mengambil langkah. Karena menurut kami itu menunjukkan mereka peduli dengan lingkungan.
Awalnya, tujuan kami hanya untuk meningkatkan kesadaran dan menarik perhatian dunia atas masalah Citarum ini. Dan dua minggu kemudian video kami menjadi viral, terutama di Indonesia. Dan kemudian kami seperti, “Wow, (perubahan) ini akan terjadi.”
ADVERTISEMENT
Kami pikir semula itu sesuatu yang tidak mungkin.
Apa yang membuat kalian melakukan ekspedisi ini?
Kami dibesarkan di Indonesia, di Bali, selama 13 tahun. Sekarang setelah dewasa, kami ingin melakukan sesuatu untuk Indonesia, sesuatu yang (berguna bagi penduduk) lokal.
Lalu Citarum benar-benar mencuri perhatian kami. Kami melakukan penelitian dan menyadari bahwa sungai ini, Sungai Citarum ini, adalah sungai yang paling tercemar di dunia. Dan itu benar-benar ada di “halaman belakang” kami, hanya satu jam penerbangan dari Bali.
Kenapa memilih menggunakan kayak dari botol plastik?
Kami berpikir untuk mengarungi sungai dari hulu lalu turun hingga hilir di sungai paling tercemar di dunia ini.
Nah, yang pertama menjadi sorotan dunia adalah masalah sampah-sampah plastik di lautan yang hampir semuanya berasal dari sungai.
ADVERTISEMENT
Lalu kami memutuskan untuk membuat dua perahu menggunakan 300 botol plastik bekas untuk setiap perahu.
300 botol plastik ini mengalir dari hulu ke hilir, dan berakhir di laut seperti menandakan perjalanan sampah-sampah plastik ini.
Jadi kami membuat dua kayak dari botol-botok dengan bantuan beberapa teman. #PlasticBottleCitarum adalah simbol akan botol plastik yang dibuang ke sungai, dan kemudian berakhir di lautan kita.
Ide itu tampak gila pada awalnya, tetapi pada akhirnya berhasil dengan baik.
Hal apa yang paling tak terlupa saat menyusuri Citarum?
Reaksi orang-orang di sepanjang pinggiran sungai. Mereka melihat kami dengan geli seperti bilang, “Hal gila apa yang sedang dilakukan oleh dua bule ini?” Ini lucu dan menakjubkan dalam satu waktu.
ADVERTISEMENT
Lalu ada orang-orang, sekelompok pemulung di Sungai Citarum, yang tertarik dengan perahu kami. Tugas mereka adalah membersihkan sungai. Dan mereka melihat perahu kayak kami dan suka, lalu berkata, “Bisakah Anda mengajari kami cara membuat ini? Karena kami menginginkan perahu seperti itu untuk memulung (sampah di sungai).”
Jadi kami benar-benar mengajari mereka cara membuatnya. Kami juga menyumbangkan perahu kami kepada mereka, sehingga mereka bisa menirunya dengan mudah dan membuat versi yang lebih besar.
Ada dua hal yang paling membuat saya kaget selama ekspedisi di Citarum.
Pertama, saya melihat anak-anak berenang, orang-orang mencuci di sungai, menyedihkan karena airnya sangat beracun. Saya menyadari begitu banyak orang melakukannya (mandi dan mencuci di Citarum). Ada yang sampai menceburkan diri ke sungai.
ADVERTISEMENT
Itulah hal yang paling membuat saya sedih. Begitu banyak orang mengandalkan air ini, dan melihatnya secara langsung sangat mengejutkan.
Kedua, sayang sekali orang masih saja melempar sampah ke sungai, padahal mereka melihat sendiri seperti apa kondisi sungai di depan mata mereka.
Sungai itu sangat tercemar, dan kami melihat mereka melempar kantong plastik besar ke sungai, dan mereka hanya berpaling dan bertindak seperti tidak ada yang terjadi.
Perkara Citarum dari Hulu ke Hilir (Foto: Basith Subastian/kumparann)
Kalian sakit setelah ekspedisi?
Oh iya, itu Gary, yang terjatuh ke sungai. Dia sakit dan dirawat selama seminggu. Saya juga awalnya gatal-gatal di kulit seharian. Tapi saya tidak mau membicarakan tentang itu, sebab kondisi mereka yang tinggal di bantaran sungai lebih kronis. Hidup mereka bergantung pada air tercemar itu.
ADVERTISEMENT
Cara terbaik apa, menurutmu, yang bisa dilakukan untuk menghentikan pencemaran Citarum?
Pertama, berhenti menggunakan kantong plastik, yang menurut saya sulit dilakukan orang Indonesia yang sangat hobi menggunakan plastik. Jika memiliki kantong plastik di rumah, bawalah kantong itu saat belanja atau gunakan tas belaja yang bisa dipakai berkali-kali.
Kedua, berhenti menggunakan botol plastik. Gunakan botol air minum yang dapat digunakan kembali.
Apa yang memicu kalian membangun Make A Change World?
Kami membersihkan pantai Bali di setiap akhir pekan. Waktu itu tahun 2012, kami melihat semakin banyak plastik di Bali.
“Oh wow, ada banyak sampah, dan tempat ini indah. Itu tidak seharusnya.”
Kami berpikir, pembersihan pantai akan berguna. Tapi realitanya, itu tidak banyak membantu (membuat pantai menjadi bersih).
ADVERTISEMENT
Kami berdua lalu pindah ke Amerika untuk kuliah. Gary pergi ke sekolah film dokumenter, saya belajar bisnis. Dan karena Gary belajar dokumenter, kami kembali datang bersama-sama ke Indonesia dan berpikir, “Bagaimana kami bisa membuat perubahan di sini, juga melakukan hal serupa di seluruh dunia.”
Kami sering membuat video dan berpikir, “Kenapa hanya membuat video?” Kami bisa membuat perubahan seperti Make A Change Bali atau menggantinya dengan Make A Change World.
Jadi itulah yang kami lakukan. Kami memulainya dengan video ‘Pick Up A Piece of Trash’ di Bali pada Januari 2017. Selama 30 hari, kami mempublikasikan video itu setiap hari, termasuk di Facebook.
Saat itu kami masih menyebutnya ‘Buat Perubahan Bali’ karena masih di Bali. Dan video itu berfungsi dengan sangat baik, dan karena itu kami berpikir, “Mari kembangkan hal ini dan mari buat video serupa di seluruh dunia.”
ADVERTISEMENT
Dari situ, muncullah video Citarum. Semoga perubahan dapat terjadi.
Pasang Surut Program Citarum (Foto: Lidwina Win Hadi/kumparan)
------------------------
Ikuti isu mendalam lain dengan mengikuti topik Ekspose di kumparan.