Jamal Khashoggi: Quo Vadis Kekebalan Diplomatik dan Yurisdiksi

Dumas Radityo
bukan #pengaduanmasyarakat #dumas | #sesdilu62 | jika sopir berbahaya hubungi @lunamanda | jangan pipis berdiri di toilet duduk, terima kasih
Konten dari Pengguna
21 Oktober 2018 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dumas Radityo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak 2 Oktober 2018, hampir satu bulan lamanya, Jamal Khashoggi, seorang Kolumnis di Washington Post menghilang. Terakhir kali, Jamal Khashoggi diketahui datang ke Konsulat Arab Saudi di Istanbul, guna mengurus keperluan administrasi pernikahannya dengan Hatice Cengiz.
(Foto: Unjuk rasa terkait Jamal Khashoggi, Reuters, Oktober 2018)
ADVERTISEMENT
Seolah berusaha terlepas dari serangkaian spekulasi alasan yang bermunculan terhadap hilangnya Jamal Khashoggi, pada pertengahan Oktober 2018, Pemerintah Arab Saudi, melalui cuitan yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, akhirnya bersuara. Dinyatakan bahwa, Jamal Khashoggi terlibat dalam perkelahian fatal pada saat mengurus administrasi pernikahannya di dalam gedung Konsulat Arab Saudi dimaksud.
Sebagai negara penerima perwakilan diplomatik Arab Saudi, Pemerintah Turki juga telah melakukan serangkaian investigasi sejak hari pertama hilangnya Jamal Khashoggi. Meskipun investigasi dimaksud dikabarkan telah berhasil menghimpun sejumlah bukti-bukti, dan keterangan terkait dengan hilangnya Jamal Khashoggi, aparat penegak hukum Turki belum mengindikasikan pelaku yang bertanggung jawab terhadap insiden dimaksud.
Terlepas dari investigasi yang tengah dilakukan, dan kontroversi informasi yang menyelimuti insiden dimaksud, hilangnya Jamal Khashoggi telah mengangkat kembali polemik klasik mengenai perdebatan antara kekebalan perwakilan diplomatik, berhadapan dengan penerapan yurisdiksi negara penerima.
ADVERTISEMENT
Kekebalan Perwakilan Diplomatik adalah Suatu Keabsolutan?
Pemahaman khalayak umum terhadap kekebalan diplomatik, atau awam dikenal pula sebagai imunitas, adalah bersifat mutlak, dan absolut. Berdasarkan pemahaman tersebut, gedung perwakilan diplomatik negara sahabat, termasuk pula pekarangannya, dipandang sebagai suatu wilayah yang terlepas dari yurisdiksi hukum negara penerima.
Dengan demikian, yurisdiksi hukum yang dapat diberlakukan pada gedung dari perwakilan diplomatik tersebut adalah yurisdiksi dari negara pengirim.
(Foto: Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Reuters, Oktober 2018)
Pemahaman tersebut tidak dapat dimungkiri muncul karena adanya persepsi bahwa kedaulatan suatu negara harus diberlakukan secara menyeluruh, termasuk terhadap gedung dari perwakilan diplomatik yang mengibarkan bendera negara pengirim selayaknya terjadi pada kapal, dan pesawat udara yang tengah melintas di wilayah internasional.
ADVERTISEMENT
Dalam sejumlah perdebatan akademis, tidak jarang dijumpai pertanyaan kemungkinan untuk membawa saksi terkait suatu kasus yang terjadi di Indonesia ke dalam perwakilan diplomatik Indonesia di negara sahabat untuk dimintai keterangannya.
Anggapan yang mendasari hal tersebut adalah, dengan telah dibawa masuk ke dalam perwakilan diplomatik Indonesia, hukum nasional Indonesia secara serta merta diberlakukan, termasuk pula dalam konteks tersebut, ketentuan yang mengatur acara pidana terkait dengan pengambilan keterangan saksi.
Pemahaman serupa juga dijumpai ketika aksi loncat pagar perwakilan diplomatik negara sahabat di sekitar tahun 1995 marak terjadi. Harapan yang terbangun adalah dengan aksi tersebut, secara serta merta para peloncat pagar dapat segera menikmati pemberian suaka yang mungkin berlaku dalam hukum nasional negara pengirim kedutaan dimaksud.
ADVERTISEMENT
Pemberlakuan Kekebalan Perwakilan Diplomatik
Lantas, bagaimana sesungguhnya kekebalan perwakilan diplomatik tersebut berlaku?
Dalam lalu lintas hubungan diplomatik antarnegara, terdapat kode etik diplomatik yang mengatur tata perilaku kekebalan diplomatik. Dua aturan hukum internasional yang menjadi pokok sentral pengaturan tata perilaku dimaksud adalah Vienna Convention on the Diplomatic Relations, dan Vienna Convention on the Consular Relations.
Sejatinya, berdasarkan kedua aturan dimaksud, adanya kekebalan bagi perwakilan diplomatik, termasuk gedungnya, dari penerapan yurisdiksi hukum negara penerima diberikan untuk tujuan pokok yaitu membantu kelancaran pelaksanaan tugas, dan fungsi misi diplomatik negara pengirimnya.
Kekebalan tersebut berlaku pula terhadap penerapan yurisdiksi hukum negara penerima untuk melakukan proses verbal pidana, termasuk pula penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan. Dengan adanya kekebalan dimaksud, negara penerima berkewajiban untuk menjamin, dan melindungi seluruh perwakilan diplomatik negara sahabat yang berada di dalam wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Tujuan penjaminan, dan perlindungan perwakilan diplomatik inilah yang kemudian diakui pula penerapannya oleh Pemerintah Indonesia, dan telah dituangkan jelas pada Pasal 16 Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Berdasarkan penjelasan dimaksud, di sinilah kemungkinan letak pemahaman kekebalan perwakilan diplomatik bersifat mutlak, dan absolut dimaksud berawal.
(Foto: Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, Antaranews, Mei 2018)
Batasan Kekebalan Perwakilan Diplomatik
Kenyataannya, praktik internasional telah membawa pergeseran terhadap sifat mutlak, dan absolut dari kekebalan perwakilan diplomatik, menggesernya ke arah yang lebih terbatas. Permintaan pembukaan akses investigasi insiden penembakan demonstran di depan perwakilan diplomatik Libya di London pada tahun 1984 telah membuktikan adanya pergeseran keabsolutan kekebalan perwakilan diplomatik.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus tersebut, Pemerintah Inggris telah meminta izin kepada perwakilan diplomatik Libya untuk menanggalkan kekebalannya guna membantu investigasi yang berlangsung.
Konteks batasan serupa juga terjadi di Indonesia. Terhadap peloncat pagar, sejumlah perwakilan diplomatik negara sahabat memberikan akses kepada Pemerintah Indonesia guna memastikan bahwa peloncat pagar dimaksud adalah murni pencari suaka, dan tidak sebelumnya pernah terlibat dalam tindak pidana.
Penerapan Yurisdiksi Hukum Negara Penerima
Menilik pergeseran keabsolutan kekebalan perwakilan diplomatik dimaksud, yurisdiksi hukum negara penerima sejatinya dapat diterapkan terhadap kejahatan yang mungkin berlangsung di dalam gedung suatu perwakilan diplomatik.
Terkait hal tersebut, terdapat dua koridor kewajiban yang kiranya perlu dijaga.
Pertama, bahwa penerapan yurisdiksi hukum negara penerima dimaksud sedapatnya tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas, dan fungsi misi diplomatik dari perwakilan dimaksud. Sebagai kondisionalitas utama, negara penerima dibebankan oleh suatu kewajiban untuk meminta izin kepada kepala perwakilan diplomatik negara pengirim sebelum yurisdiksi hukumnya dapat diterapkan ke dalam gedungnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, pada sisi yang berbeda, negara pengirim juga dibebankan dengan kewajiban untuk mematuhi hukum negara penerima yang berlaku. Dalam hal ini, sekiranya gedung perwakilan diplomatik dimaksud kedapatan menjadi lokasi kejadian perkara, negara pengirim berkewajiban untuk bekerjasama dan menjamin kelancaran penegakan hukum negara penerima.
Kiranya, dua koridor kewajiban berkarakter resiprokal, dan saling berbalasan dimaksud yang dapat menjembatani polemik perdebatan antara kekebalan perwakilan diplomatik, dan penerapan yurisdiksi hukum negara penerima.
***
Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis, dan tidak mencerminkan pendapat resmi suatu instansi, atau organisasi manapun.