Kapolres dan Kajari Mataram: Tak Ada Pelecehan Seksual Baiq Nuril

26 November 2018 11:32 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kasus Baiq Nuril menemui babak baru yang mengecewakan orang-orang yang punya hati. Sempat dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram akhir Juli 2017, mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram itu malah dinyatakan bersalah melalui putusan kasasi Mahkamah Agung pertengahan November kemarin.
ADVERTISEMENT
Tak tanggung-tanggung, ibu tiga anak ini dihukum 6 bulan dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara. MA menyatakan Baiq Nuril melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE tentang penyebaran konten yang bermuatan asusila.
Tragedi ini bermula dari dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh mantan kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim, kepada Nuril. Saat itu, Muslim beberapa kali menelepon Nuril dan secara vulgar lagi merendahkan menceritakan hubungan seksualnya dengan ‘L’, perempuan yang bukan istrinya yang juga bekerja di SMAN 7 Mataram.
Risih, tak tahan, dan merasa direndahkan oleh omongan Muslim dalam sambungan telepon, Nuril diam-diam merekam pembicaraan itu.
Pikirnya, rekaman itu akan jadi bukti pada suaminya bahwa ia tak punya andil dalam telepon-telepon ganjil si kepala sekolah. Nuril merasa tertekan, posisinya yang cuma honorer tak bisa melawan Muslim yang semena-mena memperlakukan bawahan macam dirinya.
ADVERTISEMENT
“Kalau nggak ngangkat telepon besoknya marah-marah,” ujar Baiq Nuril di kantor kumparan, Kamis (22/11).
Muslim, pelapor Baiq Nuril. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Muslim, pelapor Baiq Nuril. (Foto: Dok. Istimewa)
Singkat cerita, rekaman tersebut menyebar saat Imam, pegawai SMAN 7 Mataram lain, mendesak minta rekaman audio tersebut. Audio ini kemudian menyebar, sampai ke telinga pengawas sekolah, dan membuat Muslim dilepaskan dari posnya sebagai kepala SMAN 7 Mataram. Ironisnya, ia dijadikan pengawas, yang secara struktural lebih tinggi posisinya daripada kepala sekolah.
Setelahnya, Muslim yang tak terima melaporkan Nuril ke polisi dengan Pasal 27 ayat 1 UU ITE tentang penyebaran konten asusila--yang ganjilnya adalah perkataannya sendiri soal hubungan seksual yang diceritakannya kepada Baiq Nuril.
Yang lebih ganjil, meski telah mendengar dan memeriksa bukti yang diajukan berupa rekaman cerita hubungan seksual yang Muslim ceritakan kepada Nuril, polisi tak memprosesnya sebagai dugaan pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Padahal, menurut pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono, polisi tak perlu menunggu korban melaporkan ketika mereka telah mengetahui bukti yang valid soal kasus pelecehan seksual.
“Pelecehan itu bukan delik aduan. Kalau dia (polisi) tau, dia (seharusnya) langsung mendekati korban apakah mau diproses kasusnya,” ujar Sri saat dihubungi kumparan akhir pekan lalu.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masih belum jelas benar di kepala publik, seperti:
1. mengapa polisi tak memproses pelecehan seksual yang ada di rekaman; 2. mengapa polisi menahan Nuril yang datang ke Polres Mataram bersama anak paling kecilnya yang tak punya niatan kabur; hingga 3. rekaman yang menurut kuasa hukum Nuril telah berubah isinya dibanding yang direkam Nuril pada awalnya.
ADVERTISEMENT
Maka, kumparan mewawancarai Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam dan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumedana untuk mencari penjelasan.
Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam. (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam. (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Harus ada alasan yang kuat untuk menahan seseorang, seperti ada indikasi untuk melarikan diri atau indikasi untuk menghilangkan barang bukti. Nuril datang bahkan bawa anaknya. Mengapa dilakukan penahanan?
Kalau proses hukum soal ditahan, itu kan yang jelas sudah ada prosedur ada ketentuan hukum. Ada hal lain yang sebagai pertimbangan hukum untuk ditahan ya.. penahanan itu ya akan dilakukan.
Apakah sudah memenuhi semua unsur? Pengacara yakin ada novum baru, bahwa yang mentransmisikan bukan Nuril tapi justru Imam Mudawin, saksi lain. Saat itu, ketika orang sudah meragukan Baiq tersangkanya, kenapa Polres Mataram melakukan penahanan?
ADVERTISEMENT
Tindakan hukum yang dilakukan oleh Polri pasti ada prosedur tertentu. Kita tidak bicara siapa penyidiknya, tapi kita bicara profesionalisme Polri. Pasti ada alasan kuat sesuai undang-undang sehingga Baiq Nuril dilakukan penahanan. Pasti ada alasan yang kuat, sehingga ada persidangan. Pasti ada alasan yang kuat sehingga dikeluarkannya P21. Pasti ada ilustrasi-ilustrasi sehingga ada P19. Itu semua kita menyediakan.
Dan itu kita menyampaikan di fakta-fakta hukum itu kepada pengadilan, pengadilan melakukan upaya hukum, Baiq Nuril melakukan upaya-upaya hukum, dan ini semua di situ. Jadi kita hanya berbicara di koridor hukum. Kita tidak mengatakan asumsi, kita tidak mengatakan isu, dan kita tidak menerima hal-hal yang lain yang kadang ‘Oh ini gini-gini, kita ikut ke situ’.
Liku Perkara Hukum Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Liku Perkara Hukum Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Ada pendapat hukum menyebutkan Baiq Nuril tidak pantas ditahan karena tidak ada indikasi untuk kabur, bilang tidak akan mengulang perbuatannya, dan banyak penjaminnya. Itu bagaimana?
ADVERTISEMENT
Itu kan persepsi yang sekarang, bos. Tidak sepersepsi dahulu. Kalau ada komplain-komplain itu juga akan dilakukan kuasa hukum pada saat yang lalu. Pasti itu ada prosedur-prosedur hukum, kan begitu.
Kalau kita mau lihat, kenapa dulu gitu? Kenapa hidup kita dulu... Kenapa harus kriting, tidak panjang, kenapa harus hitam, nggak putih. Pada saat itu penyidik sudah melakukan proses-proses hukum. Pak, kenapa nggak melakukan penahanan ini. Penyidik pasti akan melakukan proses hukum secara prosedur.
Muslim melaporkan pada tahun 2015. Kenapa baru diproses 2017? Detailnya seperti apa?
Kalau prosesnya jauh, ya memang saat itu untuk mencari bukti, fakta, dan mencari bahan keterangan lain. Itu kan susah. Kita kan juga membuktikan saksi ahli yang melalu proses juga.
ADVERTISEMENT
Selama dua tahun ya?
Yah, kalau dua tahun ya memang ada proses. Karena itu kan harus dibuktikan, dan yang membuktikan kan bukan kita.
Ini sudah beberapa kali disampaikan, baik ini ke mabes Polri maupun ke saksi ahli yang di sini. Dia menyampaikan dalam bahasa daerah, kita harus menggunakan saksi bahasa yang di Universitas Mataram. Kita koordinasi dengan JPU, kita mendapatkan petunjuk sehingga kita menyampaikan barang bukti kita bawa ke Mabes Polri. Mabes memberikan petunjuk, barang bukti kita taruh di Bali. Bali memberikan pernyataan-pernyataan di saksi ahli bahwasanya suaranya memang identik. Baru proses itu akan menelusur.
Proses berjalan lama ya memang karena begitu. Sama juga proses-proses yang lain. kadang bisa kasusnya pelik, tapi karena sarananya memadai sehingga prosesnya cepat. Kasusnya biasa, tapi ada sarana yang seperti jembatan panjang begitu, menganga, kita juga tentu tidak bisa melakukan proses hukum dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Apalagi untuk di Mataram. Kasus ini kan termasuk jarang. Para penyidik dan JPU juga melakukan proses ini dengan hati-hati, dengan pertimbangan-pertimbangan yang lain. Pertimbangan saksi ahli, saksi ini, harus ke Bali, harus ke Mabes Polri.
Kuasa hukum Nuril bilang rekaman yang dipegang polisi dan yang awal direkam Nuril sudah berubah. Bagaimana?
Enggak. Pasti begini, isu omongan, informasi dari luar. Tentunya polisi dengan JPU juga tidak mau kecolongan. Pasti juga dilakukan penelitian. Lamanya kasus ini juga karena melakukan penelitian seperti itu.
Kenapa waktu itu kasus pelecehan seksualnya tidak diproses?
Apabila ada indikator, ada bukti, pelaku, unsur segitiganya itu memenuhi. Sehingga dia melaporkan apabila ada dan mau. Kita tidak (hanya) berbicara pelecehan seksual. Pencurian, tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tindak pidana diproses polisi? Apabila ada korban. Kalau ada korban berarti ada pelaku, biarpun pelakunya (kabur). Ada hal-hal yang lain, yang sesuai undang-undang itu bisa dilakukan proses hukum di Polri.
Jadi kita (ikut) prosedur hukum, kita tidak terpengaruh dengan publik, sehingga kita melakukan tindakan-tindakan hukum, proses-proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Proses hukum yang dilakukan oleh Polres Mataram semua sudah sesuai dengan prosedur.
Sempat ada perdebatan, kasus ini cukup kompleks karena mungkin jadi kasus kekerasan seksual verbal pertama di Indonesia?
Siapa yang sudah pernah mendengar hasil rekaman, atau hasil rekaman yang sudah disampaikan kepada saksi ahli. Jangan menilai hanya dari informasi atau kabar isu-isu yang dari luar, kan begitu.
ADVERTISEMENT
Kami sudah membaca transkrip dari putusan PN Mataram.
Apalagi sudah baca, coba liat lagi bahasanya. Itu ada komunikasi. Dari beberapa lembar yang sudah diubah dalam bentuk naratif itu kita lihat adanya komunikasi antara korban dengan tersangka.
Artinya ada komunikasi dan tidak di dalam situasi yang tegang. Sehingga pembicaraan dilakukan. Hasil pemeriksaan, karena ada hubungan kerja maka komunikasi itu dilakukan.
Jadi menurut saya, dari pembicaran atau hasil rekaman itu tidak ada konten-konten yang mengarah-arah yang dituduhkan.
Maksud konten yang dituduhkan itu pelecehan seksual oleh Muslim?
Iya. Namun, kalau ada pelaporan kayak gitu kita akan mendalami lagi. Kita akan melakukan proses hukum, tergantung proses pemeriksaan dan bukti-bukti yang ada.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Ketut Sumedana. (Foto: Jafri Anto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram, Ketut Sumedana. (Foto: Jafri Anto/kumparan)
Ada indikasi kuat pelecehan seksual oleh Muslim terhadap Baiq Nuril. Pendapat Kejari Mataram?
ADVERTISEMENT
Untuk berkas perkara yang kita terima dari penyidik, kemudian dari fakta-fakta persidangan yang terungkap dalam surat tuntutan JPU, itu tidak ada indikasi apapun ada pelecehan secara fisik ke Bu Nuril.
Yang ada adalah pembicaraan antara Bu Nuril dengan Pak Muslim yang memang kontennya ada konten pornografinya, asusilanyalah. Tapi kalau jadi korban secara langsung, saya rasa sih belum sejauh itu yang ada.
Karena komunikasi itu dilakukan secara rileks, santai, ada komunikasi dua arah, bahkan saling ketawa-ketawa di sana, tidak ada paksaan. Bahkan dalam proses persidangan sampai putusan hari ini pun antara Muslim dengan Baiq Nuril ini tidak ada komunikasi yang sifatnya menekan, yang sifatnya istilahnya mem-pressure Baiq Nuril. Nggak ada seperti itu.
ADVERTISEMENT
Secara verbal pun tidak ada?
Kalau secara verbal, saya tidak mengerti itu pakai aturan mana yang mau diterapkan?
Yang saya tahu, yang kita pahami dalam berkas perkara ini kan Nuril bukan sebagai korban, tapi sebagai pelaku tindak pidana. Pelaku tindak pidana apa? Pelaku tindak pidana melakukan perekaman mentransmisikan, mendistribusikan, dan dapat mengaksesnya suatu informasi yang berkonten asusila.
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Jadi kalau Nuril sebagai korban itu tidak ada dalam berkas perkara. Kalaupun sekarang dia merasa korban, dia melaporkan ke Polda seperti yang dilakukan kemarin, ya itu haknya Bu Nuril.
Ada klaim audionya sudah berubah dari yang awal. Bagaimana?
Tidak. Di dalam proses persidangan pembuktian itu ya, itu audio tidak harus asli. Tetapi yang penting ada suatu kesamaan. Audio itu bisa ditransfer di mana-mana kan, yang penting sama.
ADVERTISEMENT
Konten yang ada di sana adalah orang-orang yang terlibat yaitu Muslim dengan Nuril, udah cukup itu. Apalagi M dan N mengakui di persidangan bahwa itu memang audionya, memang suaranya dia. Sudah cukup.
Walaupun ada bagian yang hilang itu sudah cukup?
Saya kira sih tidak ada bagian yang hilang kok. Nggak ada yang ke sana. Itu sudah aslinya seperti itu. Cuma mungkin ditransfer dalam bentuk CD.
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
Kejari mendorong Nuril mengajukan PK, tapi itu kan tidak mudah.
Dengan adanya penundaan eksekusi, kita dorong kenapa untuk dia di-PK? Sehingga ada kepastian hukum di dalam penundaan eksekusi ini. Kalo kita menunda pelaksanaan eksekusi saja tanpa didahului dengan ada upaya hukum lain, nanti sampai kapan dilakukan eksekusinya? Kepastian hukum nanti akan terganggu.
ADVERTISEMENT
Sehingga kita minta, kalau memang dia mengajukan PK, kita dorong cepet diajukan. Jadi putusan PK terakhir itu bisa dijadikan acuan dalam penegakan hukum, dalam hal ini adalah eksekusi nanti, apakah dia terbukti atau tidak dalam persidangan.
Bagaimana Kejari melihat respons masyarakat sekarang?
Kejaksaan menghargai apapun bentuk respons masyarakat terhadap kasus Bu Nuril. Sehingga kita juga merespons secara arif dan bijaksana (dengan) melakukan penundaan terhadap eksekusi putusan pengadilan.
Karena apa? Persepsi masyarakat tentang keadilan dengan putusan pengadilan yang dilakukan oleh MA berbeda. Sehingga perlu dilakukan edukasi masyarakat, perlu dilakukan informasi yang seimbang, jadi masyarakat tahu duduk persoalan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Konstruksi hukum yang dibangun antara jaksa dengan penyidik ini seperti ini loh kasus ITE ini. Tidak salah undang-undangnya, tidak salah apanya, tapi yang salah persepsi. Yang aneh ini kan sudah ke mana-mana kan, bukan hanya ke media, tapi dipolitisir. Orang politik juga masuk, semuanya juga masuk.
Aksi Kamisan memberikan dukungan kepada Baiq Nuril di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/11/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Kamisan memberikan dukungan kepada Baiq Nuril di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/11/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Tapi UU ITE ini terbukti beberapa kali menjerat mereka yang awam.
Di sini ada beberapa kasus ITE. Tahun kemarin deputi KPK. Ada juga yang korbannya Pak Jokowi, itu juga UU ITE, yang menyebarkan konten yang bernada hate speech. Ada juga yang pencemaran nama baik. Kemarin itu ada di pengadilan semua kok, sudah diputus semua.
Jadi sebenarnya tidak salah undang-undangnya, yang salah itu pelakunya yang tidak tahu, nggak ngerti, makanya perlu ada edukasi. Kalo masa sekarang ini perlu literasi mereka, pengetahuan yang lebih dari UU ITE.
Menilik Kasus Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menilik Kasus Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Menurut saya, orang yang melakukan simpati terhadap satu kasus tertentu, apalagi ini terkait perempuan, itu gak jadi masalah, asal jangan berlebihan.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai aksi itu menghambat penegakan hukum. Yang tujuannya mencari keadilan justru aksi-aksi itu menjadi bias, tidak menjadi tujuan hukum itu sendiri. Apalagi diboncengi dengan hal-hal tertentu, seperti politik apalagi karena ini tahun politik. Itu yang kita tidak harapkan. Kalau itu gerakan murni ya silakan.
Simak selengkapnya di Liputan Khusus kumparan: Baiq Nuril Melawan.