Kekecewaan Liliyana Natsir Usai Kalah dari Ganda China

9 November 2018 17:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penampilan Liliyana Natsir di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750. (Foto: Dok. PBSI)
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan Liliyana Natsir di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750. (Foto: Dok. PBSI)
ADVERTISEMENT
He Jiting/Du Yue asal China boleh jadi akan tercatat sebagai lawan terakhir pasangan ganda campuran kawakan Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, di panggung internasional.
ADVERTISEMENT
Sebabnya, sudah pasti karena keputusan pensiun Liliyana Natsir yang membuat Tontowi Ahmad bakal menjajal sisa turnamen BWF musim 2018 di Hong Kong, India, dan Korea Selatan bersama Della Destiara Haris.
Selain itu, kesempatan tampil terakhir Owi/Butet —begitu Tontowi/Liliyana akrab disapa— ke BWF World Tour Finals di Guangzhou, China, semakin tertutup rapat dengan bertenggernya mereka di peringkat 11 perhitungan poin hingga pekan ke-45 BWF, alih-alilh mengamankan Top 8 sebagai syarat lolos.
Maka, pertandingan lawan He/Du di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 pada Kamis (9/11/2018), meski berakhir dengan kekalahan 18-21 dan 19-21, laga itu akan selalu diingat penggemar Owi/Butet.
Sementara Butet secara pribadi mengaku telah banyak 'digoda' untuk mengikuti Indonesia Masters 2019 yang berlangsung Januari nanti untuk menjadikannya sebagai panggung terakhir, barangkali benar-benar diberi kesempatan untuk berbicara di depan publik atau sekadar mendapat seremoni spesial.
ADVERTISEMENT
Well, usai pertandingan melawan He/Du, Butet sendiri mengaku tidak puas dengan penampilannya bersama Owi siang itu. Menurut peraih emas Olimpiade 2016 ini, banyak poin yang terbuang cuma-cuma meski telah bermain cukup baik.
"Kecuali ada reli dan mereka (He/Du) dapat poin susah payah, tapi tadi tidak begitu, lawan mudah dapat poin dari kami. Itu yang mengembalikkan rasa percaya diri mereka," kata Liliyana Natsir usai pertandingan dilansir laman PBSI, Kamis (9/11).
Salah satunya, ketika skor diubah tipis 17-18, pukulan Butet yang out membuat skor berubah 17-19 di gim pertama. Ada juga dua kesalahan beruntun Owi/Butet di awal gim kedua, yang kala itu mengubah keunggulan 5-3 jadi imbang 5-5.
Selain itu, Butet menyoroti servis yang kerap dinilai salah (fault) oleh service judge pertandingan. Menurut atlet berdarah Manado ini, konsentrasinya terganggu dengan kondisi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa kemajuan mereka di servis, mereka servis flick terus enggak pernah dinyatakan fault, saya servis pendek saja di-fault. Saya tidak mengerti penilaiannya seperti apa. Pasti ini mengganggu kami tadi, mereka banyak dapat poin dari servis seperti itu," tutur Butet.
Penampilan terakhir Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750. (Foto: Dok. PBSI)
zoom-in-whitePerbesar
Penampilan terakhir Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di perempat final Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750. (Foto: Dok. PBSI)
Sementara menurut Owi, mereka gagal mengamankan tempat di semifinal turnamen Fuzhou China Terbuka 2018 Super 750 karena banyak memberikan pukulan yang justru bisa disulap lawan menjadi serangan.
Misalnya di pengujung gim kedua, saat berjuang menciptakan gim ketiga, reli panjang yang tersaji berakhir dengan penempatan sulit dari lawan. Owi yang sudah menjatuhkan diri tetap gagal mengamankan shuttlecock di angka 16-19.
"Pukulan kami tadi memang banyak yang tidak pas sehingga memberi peluang untuk lawan menyerang. Selain itu memang lawan tidak mudah dimatikan," ujar Owi.
ADVERTISEMENT
Setelah Owi/Butet, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti yang juga melawan wakil tuan rumah, Wang Yilyu/Huang Dongping, kalah tiga gim dengan skor 21-18, 16-21, dan 14-21. Kedua ganda campuran kalah, tak ada wakil Indonesia di semifinal.
Adapun, duet Liliyana Natsir bersama Tontowi Ahmad pastinya akan selalu ada di daftar rapor emas skuat bulu tangkis Tanah Air dan menjadi salah satu wakil terhebat Indonesia yang pernah ada. Satu emas Olimpiade, dua gelar juara dunia, tiga gelar All England, hingga dua gelar Indonesia Open merupakan buktinya.