Kemusyrikan Ini Akhirnya Merubah Hidupku

The Secret Story
I Learned,, I have secrets And i know,, life is beautiful
Konten dari Pengguna
11 Juni 2018 23:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari The Secret Story tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hijrah.
Sebuah kata yang sesungguhnya tak pernah aku pikirkan, akan terjadi dalam hidupku.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tidak? Sedari kecil, aku tak mengenal shalat. Bahkan, sajadah, mukena, sarung serta alat shalat lainnya adalah barang asing yang aku lihat di rumahku. Sejak dahulu, aku hanya diajarkan bagaimana caranya untuk menyediakan segelas, bahkan dua gelas kopi, yang bahkan tak pernah aku ketahui untuk siapa.
Aku hanya mengetahui, ke manakah seharusnya aku menyebarkan kembang 7 rupa, dan secara serta merta mengucapkan kalimat-kalimat yang mungkin tak akan dimengerti oleh banyak orang.
Musyrik?
Ya, jelas. Namun bagiku dan keluarga, kami telah melakukan yang terbaik.
Aku telah rutin melakukan hal tersebut bersama keluargaku. Sejak pagi, hingga malam hari.
Sejak kecil, bahkan hingga beranjak remaja.
Rasanya, jikalau aku kembali mengingat apa yang pernah terjadi dalam hidupku itu, aku ingin menangis tanpa henti. Aku ingin mengucapkan maaf kepada Tuhanku, Allah SWT atas hal yang pernah aku yakini sebagai kebenaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Aku pun tak pernah memberanikan diri, untuk bertanya kepada orangtuaku. "Apakah aku telah melakukan suatu hal yang benar? Apakah Tuhanku adalah mereka?"
Namun, apa daya. Tanpa pernah berani bertanya, aku justru sudah meyakini bahwa aku telah berada pada jalan dan cara yang benar.
Rutinitas itu terus aku lakukan, tanpa ada rasa beban sedikit pun. Aku memercayai, bahwa mahluk-mahluk tak kasat mata itulah yang membantu hidupku selama ini. Sampai pada akhirnya...
Aku bertemu dengan seorang pria, ia beragama islam, dan cukup sering berdoa sembari menyebut nama Allah di depanku. Aneh memang, karena aku dan ia hanyalah kaum minoritas di sekolahku. Sekolah yang pada dasarnya ditunjukkan untuk umat kristiani.
Pria ini, bukanlah seorang ustadz, ataupun lelaki yang taat beragama. Bagaimana pun juga, akan ada waktu di setiap harinya, bagi kami untuk mengikuti kelas pembaktian. Dan pada saat itulah, kami harus mengikuti rules yang berlaku di kelas, tanpa harus menghayatinya. Karena aku, meyakini bahwa Tuhanku muncul di pagi hari dan malam hari saat sajen itu aku sebarkan. Dan ia, meyakini bahwa Tuhannya adalah Allah SWT.
ADVERTISEMENT
Menjadi kaum minoritas di sekolah, mau tidak mau membuatku menjadi semakin dekat dengannya dari hari ke hari. Tak jarang kami bertukar pikiran mengenai agama. Namun, setiap kali bercerita dengannya, aku seakan tak mampu berucap mengenai bagaimana caraku beribadah di setiap harinya. Aku seraya terpanah, dengan caranya bercerita bagaimana ia yakin dengan Allah SWT, meskipun harus belajar dan beradaptasi di sebuah sekolah kristen.
Aku takjub. Tak mampu berkata. Bagiku, ia jelas memiliki tingkat keimanan yang baik.
Tanpa aku sadari, melihatnya melaksanakan ibadah, menyempatkan untuk berpuasa, dan melakukan hal baik lainnya terus menginspirasiku. Aku merasakan adanya ketenangan, meskipun hanya sekadar melihatnya, tanpa ikut melaksanakannya. Aku merasa sangat tenang, lebih tenang daripada caraku beribadah dan meminta bantuan kepada mahluk tak kasat mata itu setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Kami semakin dekat, dan semakin berada dalam perbincangan yang sifatnya religius. Aku sadar, meskipun sering kali saat berbicara, aku sangat jarang membuka mulut untuk bercerita pengalaman pribadi, namun momen menegangkan pasti akan terjadi.
Momen saat ia bertanya padaku mengenai sudut pandangku terhadap islam.
Jujur, aku nampak seperti orang bodoh, yang sangat minim pengetahuan agamanya di usiaku yang sudah remaja. Aku memberanikan diri untuk menceritakan bagaimana aku menyiapkan sesajen dan berbagai barang lainnya untuk mahluk yang bahkan tak pernah aku ketahui identitas aslinya.
Aku panik seketika, saat melihat raut wajahnya yang tercengang sekaligus kebingungan. Namun, apa yang terjadi?
Ia bahkan sama sekali tak membenciku, ataupun menjauhiku. Semakin hari, ia justru semakin menuntunku untuk mengenal Islam dengan lebih baik. Aku pun tak terpesona oleh fisiknya, namun karenanya, aku seakan sadar, bahwa aku telah salah selama ini. Sangat salah..
ADVERTISEMENT
Hingga aku perlahan belajar mengenal Islam lebih dalam, dan melalui berbagai proses hijrah. Mulai dari belajar shalat, mengaji dan berpuasa dengan baik. Aku melakukan itu semua, berkat tuntunan dan hati baiknya.
Aku tak akan melupakan, bagaimana kebaikannya..