Meretas Optimisme, di Tengah Hancurnya Harapan

Bambang Widjojanto
Tim penasihat hukum KPK, pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Kontras, dan Indonesian Corruption Watch (ICW).
Konten dari Pengguna
8 Mei 2018 12:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bambang Widjojanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Percaya diri  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Percaya diri (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Ada ironi yang sangat menyakitkan tak lagi sekedar menyedihkan, ketika bicara SDA di Sulawesi Tenggara. Tahukah kita, di dunia, hanya ada 2 (dua) tempat penghasil aspal alam, di Buton dan Trinidad, Kepulauan Karibia. Selain aspal, ada berbagai fakta lain yang bisa membuat mata kita terbelalak.
ADVERTISEMENT
Siapa nyana, kandungan aspal di Buton mencapai hingga ada 3,8 miliar ton. Itu artinya, ada potensi keuntungan Rp 2.301 triliun. Bila cadangan bahan baku itu diekstraksi bisa mencapai 767 juta ton maka pasokan kebutuhan dalam negeri Indonesia bisa diamankan hingga kelak di ujung dunia bisa, setidaknya untuk selama 360 tahun.
Tidak hanya itu, deposit tambang nikelnya diperkirakan mencapai 97,4 miliar ton dengan nilai produksi sekitar Rp23 ribu triliun. Tak hanya nikel, deposit emas yang terkandung di bumi Sulawesi Tenggara diperkirakan sekitar 1,125 juta ton dan nilai produksinya sebesar Rp277 ribu triliun. Jadi dari nikel dan emas saja, nilai produksi dari potensi tambang dapat mencapai sekitar Rp 303 ribu triliun.
ADVERTISEMENT
Itu klaim, Nur Alam ketika masih menjabat Gubernur Sulawesi Tenggara. Kini, Nur Alam yang sudah dilengserkan, baru saja divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta untuk kasus korupsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam persidangan, di akhir Maret lalu. Jaksa KPK menuntutnya 18 tahun penjara.
Dalam kasus dugaan korupsi Nur Alam, nilai kerugian negara yang ditimbulkan sangat fantastis, mencapai sekitar 4,3 triliun rupiah. Angka ini hampir dua kali lipat nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, yang diperkirakan mencapai Rp2,3 triliun. Apakah korupsi seperti ini harus dituding sebagai salah satu biang keladi kemiskinan?
Lihat saja, ditengah tumpukan potensi kekayaan alam yang luar biasa itu, ternyata, angka kemiskinan di Sulawesi Tenggara, saat ini mencapai 11,97 persen, melebihi rerata kemiskinan nasional 10,2 persen.
ADVERTISEMENT
Yang mencengangkan, masifitas kemiskinan itu terjadi ditengah kepungan potensi kekayaan SDA dan tingkat perekonomian Sultra sebesar 6,5 persen, di atas rerata pertumbuhan nasional yang hanya 5,1 persen.
Pada konteks di atas, ada beberapa tantangan korupsi yang harus diselesaikan di Sulawesi Tenggara. Salah satu yang yang bisa dilakukan dengan meng exercising hasil putusan kasus korupsi Nur Alam.
Putusan dimaksud secara eksplisit menyatakan, penghitungan kerugian negara bukan hanya dari kerugian materiil saja tapi dilihat juga kerugian lingkungan yang dihasilkan dari suatu kejahatan korupsi.
Berpijak pada Putusan di atas, kini sudah saatnya untuk dirumuskan juga kerugian negara yang berkaitan dengan penghitungan kerugian akibat kerusakan lingkungan, yaitu meliputi: kesatu, total kerugian akibat kerusakan ekologis; kedua, kerugian ekonomi lingkungan; ketiga, menghitung biaya pemulihan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Tentu saja 3 (tiga) hal yang berkaitan dengan korupsi dan kerusakan/pencemaran lingkungan harus juga perhatian, yaitu: kekuatan oligarki yang mencengkram dan menguasai distribusi pemberian konsesi SDA, korupsi di dalam pemberian konsesi perizinan usaha serta eksploutasi tanpa batas yang berujung pada kerusakan lingkungan dan kualitas kehidupan human being pada umumnya.
Tidak ada pilihan lain, hidupkan terus optimisme kendati kehancuran ekologi dan lingkungan tengah datang menghadang dan menikam harapan bertubi-tubi.