news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Pratinjau Juventus vs Inter: Bukan Laga Biasa

7 Desember 2017 17:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paulo Dybala memandang bola. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
zoom-in-whitePerbesar
Paulo Dybala memandang bola. (Foto: AFP/Marco Bertorello)
ADVERTISEMENT
Pada awal musim ini, tak ada satu pun bandar taruhan yang memfavoritkan Inter Milan di puncak klasemen Serie A. Prediksi tersebut memang masuk akal, dibanding Juventus, Napoli, AS Roma, bahkan Milan, Inter tak punya cukup daya.
ADVERTISEMENT
Prediksi tersebut akhirnya mentah. Dari 15 pertandingan yang dijalani, Inter menjadi kesebelasan yang konsisten bermain apik dan meraih kemenangan. Alhasil, mereka kini menduduki posisi capolista atau pemuncak klasemen.
Belum tepat satu pekan menduduki posisi tersebut, Inter dihadang persoalan serius. Pada pekan ke-16, mereka akan bersua dengan juara Serie A musim lalu, Juventus, Minggu (10/12/2017) dini hari WIB di Allianz Arena.
Mengapa hal tersebut jadi persoalan serius? Begini, Inter dan Juventus memiliki riwayat perseteruan yang cukup panjang. Keduanya tak hanya pernah bersitegang di atas lapangan, tapi juga di ruang persidangan. Tak heran, Derby d'Italia yang dipopulerkan oleh jurnalis Gianni Brera jadi nama lain pertandingan ini.
Kendati keduanya punya rivalitas panjang, Inter punya sedikit masalah jelang laga ini. Hal pertama yang bisa membuat gagal adalah riwayat buruk mereka ketika menghadapi Juventus di hadapan puluhan ribu pendukungnya.
ADVERTISEMENT
Dalam lima pertandingan terakhir di semua ajang, Inter tak sekalipun mampu meraih kemenangan. Hasil buruk Inter diperparah dengan empat kekalahan yang mereka dari lima pertemuan tersebut.
Hal lainnya, Juventus musim ini sedikit berbenah. Ketika pada beberapa musim terakhir mereka identik dengan pertahanan yang kokoh, pada musim ini, mereka berubah menjadi kesebelasan yang seimbang. Pertahanan mereka sulit ditembus, sementara serangan mereka jadi semakin efektif.
Pelatih Juventus, Massimiliano Allegri, bukan sosok yang ngeyel soal formasi dan taktik. Baginya, kemenangan jauh lebih penting dan karena itu, ia berani mengubah pola ketika apa yang terjadi di lapangan tak kunjung membuatnya senang.
Kemenangan 1-0 atas Napoli, awal Desember 2017 lalu, jadi contohnya. Juventus yang sempat identik dengan pakem 4-2-3-1, coba ia ubah dengan pola 4-3-3 dengan pendekatan yang berbasis pada kuatnya pertahanan. Tujuannya satu: membuat Napoli kesulitan menembus pertahanan mereka dan kemudian melakukan serangan balik ketika lawan belum siap.
ADVERTISEMENT
Perubahan Allegri tak hanya di formasi. Di urusan pemilihan pemain pun, ia hanya memilih sosok-sosok yang punya peran sentral, seperti Gonzalo Higuain, Paulo Dybala, Miralem Pjanic, Giorgio Chiellini, Alex Sandro, dan Gianluigi Buffon.
Apa yang diharapkan oleh Allegri terjadi di lapangan. Napoli memang menguasai semuanya, mulai dari penguasaan bola hingga akurasi umpan. Dari duel udara hingga keberhasilan tekel. Tapi, dari sana, Juventus menunjukkan bahwa mereka lebih baik ketimbang Partenopei.
Juventus memulai laga tersebut dengan pertahanan rapat. Mereka menutup semua kunci serangan Napoli yang selama ini menjadi kunci mencetak gol: umpan jauh hingga pergerakan individual. Skema tersebut berhasil. Napoli kesulitan menciptakan percobaan kecuali dari sepakan jarak jauh dan bola mati.
Dari laga tersebut, terbersit pula kenyataan bahwa mandeknya serangan Napoli dikarenakan mati kutunya Dries Mertens. Dimatikannya Mertens tak hanya membuat pemain Napoli kesulitan naik, tapi juga mengakhiri pasokan umpan dengan gol.
ADVERTISEMENT
Dari sana pula, Juventus tak lupa caranya menyerang yang efektif. Sisi kiri pertahanan Napoli yang goyah karena ditinggal Faouzi Ghoulam yang cedera, dicecar habis-habisan. Mereka tak cuma mengandalkan kecepatan Douglas Costa, tapi juga menyuruh Higuain untuk terus bergerak dari daerah tersebut.
Di balik keistimewaan Juventus, mereka juga punya masalah. Buruknya pemain Juventus ketika menerima tekanan dari lawan adalah hal yang sejauh ini belum bisa dipecahkan oleh Allegri. Pada laga menghadapi Napoli, enam dari percobaan Partenopei tercipta dari keteledoran mereka di daerah permainan karena menerima tekanan lawan.
Hal ini bisa jadi senjata yang dimanfaatkan oleh Inter. Sejauh ini, pressing pemain memang menjadi salah satu upaya Spalletti ketika timnya tak membawa bola. Pada lima pertandingan terakhir, tiga gol Inter tercipta dari skema ini.
ADVERTISEMENT
Spalletti diuntungkan oleh apiknya penampilan pemain kunci. Boleh saja, Spalletti berbicara soal kolektivitas yang menjadi senjata Nerazzurri hingga tak terkalahkan, tapi jangan lupakan peran individu tertentu yang menjadi kunci Inter di setiap lini.
Di lini belakang, Miranda dan Danilo D’Ambrosio yang pada musim lalu menjadi tumpuan, kini, tak lagi bekerja terlalu keras. Adalah Milan Skriniar yang membuat kerja keduanya jauh lebih mudah ketimbang musim lalu.
Sementara itu, peran Matias Vecino dan Roberto Gagliardini sebagai poros ganda juga tak bisa dinafikan. Keduanya tak hanya apik saat menopang lini belakang ketika diserang lawan, tapi juga bisa bergantian untuk muncul dari lini kedua saat menyerang lawan.
Untuk serangan, tumpuan Inter terletak pada dua pemain sayapnya: Antonio Candreva dan Ivan Perisic. Sebagai contoh, pada laga menghadapi Chievo, 75% serangan Inter pun bersumber dari sayap; 40% dari kiri, 35% dari kanan.
ADVERTISEMENT
Candreva & Perisic di laga kontra Fiorentina. (Foto: AFP/Andreas Solaro)
zoom-in-whitePerbesar
Candreva & Perisic di laga kontra Fiorentina. (Foto: AFP/Andreas Solaro)
Secara khusus, Candreva dan Perisic memang memiliki tipikal yang berbeda. Candreva adalah tipikal pemain sayap yang gemar mempertahankan bola di tepi lapangan, kemudian mengakhirnya dengan sebuah umpan silang. Di sisi lain, Perisic adalah pemain sayap yang doyan melakukan tusukan ke dalam, baik untuk melakukan cut inside atau menembak bola.
Hal terakhir yang membuat Inter sempurna adalah Mauro Icardi. Seperti yang sudah-sudah, Icardi tak pernah mengecewakan di depan gawang lawan. Selayaknya poacher lain, Icardi tak hanya tajam, tapi juga piawai mencari posisi dan cepat untuk segala kondisi.
Jika semua faktor kunci Inter bermain seperti biasanya, kemenangan bukan hal yang mustahil untuk didapatkan. Pasalnya, kalahnya Napoli dari Juventus berawal dari bagaimana “Si Nyonya Tua” mematikan kunci permainan lawan.
ADVERTISEMENT
Ini adalah laga yang penting bagi kedua kesebelasan dan diprediksi bakal berjalan ketat. Selain itu, faktor non-teknis bisa jadi akan memberikan pengaruh besar pada hasil akhir pertandingan ini.
====
*) Juventus dan Inter Milan akan bertanding pada pekan ke-16 Serie A di Allianz Arena, Minggu (10/12/2017) pukul 02.45 WIB.