PTUN Tolak Gugatan Walhi ke Menteri ESDM soal Tambang Mantimin

22 Oktober 2018 14:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses dumping tambang batubara. (Foto: Sigid Kurniawan/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Proses dumping tambang batubara. (Foto: Sigid Kurniawan/Antara)
ADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Surat Keputusan Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Izin Operasi Produksi Tambang Batu Bara untuk PT Mantimin Coal Mining (MCM) di Kabupaten Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan (Kalsel), pada 4 September 2017 lalu. Atas surat keputusan ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah menempuh jalur hukum.
ADVERTISEMENT
WALHI menggugat Menteri ESDM dan PT MCM dengan tuntutan agar izin pertambangan tersebut dicabut pada Januari 2018 lalu. Berdasarkan keterangan Direktur Eksekutif WALHI Kalsel Kisworo Dwi Cahyono, masyarakat dan pemerintah daerah Hulu Sungai Tengah dengan tegas menolak pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit.
Hal ini dikarenakan lebih dari 10 ribu hektare lahan pertanian di Hulu Sungai Tengah mendapat sumber air dari hutan Pegunungan Meratus. Pegunungan ini juga merupakan hutan hujan terakhir yang dimiliki oleh Kalsel.
Namun, Hakim Majelis Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dua anggotanya, yakni Sutiyono, Joko Setiano, dan Nasrikal memutuskan menolak menyidangkan perkara tersebut dengan alasan merupakan perkara perdata dan bukan perkara PTUN.
“Setelah mempertimbangkan dari bukti-bukti yang dipaparkan, baik oleh tergugat dan yang menggugat bahwa perkara ini termasuk dalam perkara perdata karena termasuk dalam jenis kontrak karya. Sehingga kami nyatakan NO,” kata Sutiyono saat ditemui di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Senin (21/10).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Pegiat Urban dan Energi Perkotaan Walhi Dwi Sawung mengatakan pihaknya kecewa karena kasus ini dianggap sebagai kasus perdata. Dari paparan, Sawung, pihaknya mnggugat SK Produksi terkait isu lingkungan. Harusnya, ini menjadi wilayah kekuasaan PTUN.
Aksi WALHI di Monas. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi WALHI di Monas. (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
“Kami hanya menggugat SK Produksi yang dikaitkan dengan perkalra lingkungan, yaitu ekosistem dan ekologi. Kami sesalkan pertimbangan majelis hakim yang membawa perkara ini sama seperti kasus CPM terkait kontrak karya,” katanya.
Padahal, dari temuan WALHI di lapangan, seluruh masyarakat bahkan pemerintah provini Kalsel dengan tegas menolak SK Produksi tersebut dijalankan. Hal ini harusnya bisa dijadikan pertimbanan majelis hakim dalam memutuskan perkara tersebut.
“Dari pemeriksaan setempat dan mengetahui situasinya seperti apa di daerah dan lapangan mestinya bisa jadi pertimbangan hakim dalam rezim apapun di perizinan konstituen. Suara masyarakat harus jadi pertimbangan dan prakteknya, suara massyarakat diabaikan dalam hal ini. Dalam kasus ini, seluruh masyarakat bahkan pemerintah daerahya menolak PT MCM ini sejak awal,” tutup Sawung.
ADVERTISEMENT