Putusan MK: Presidential Threshold Tetap 20 Persen

11 Januari 2018 11:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahkamah Konstitusi (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Mahkamah Konstitusi (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang putusan UU Pemilu Pada Kamis (11/1). Adapun beberapa pasal yang diuji materi di Makhamah Konstitusi dalam UU Pemilu, di antaranya Pasal 557 ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) serta Pasal 571 huruf d, Pasal 173, Serta Pasal 222, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
ADVERTISEMENT
Dari 13 Permohonan yang diputus hari Kamis (11/1) sebagian besar mempermasalahkan Pasal 222 UU Pemilu yang berkaitan dengan presidential threshold. Lalu, untuk gugatan yang lain ialah berkaitan dengan pengujian pasal 173 ayat (1) dan (3) mengenai verifikasi partai politik.
Dalam pertimbangannya untuk perkara 53/PUU-XV/2017 yang dimohonkan oleh Rhoma Irama dalam perkara presidential threshold, pertimbangan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adam menyatakan bahwa presidential threshold bertujuan untuk menguatkan sistem presidensial.
"Menurut mahkamah landasan rumusan Pasal 222 bertujuan untuk penguatan sistem presidensial, yakni untuk memenuhi kecukupan suara parpol di DPR," ucap Wahiddudin Adam di Ruang Sidang MK,Jakarta Pada Kamis (11/1)
Selain itu, dengan mekanisme presidential threshold pasangan calon mendapatkan gambaran mengenai siapa saja yang akan membantunya apabila terpilih.
ADVERTISEMENT
"Dengan presidensial threshold ada penyederhanaan Parpol dan penyamaan visi dan misi," tambah Wahid.
Putusan yang dibacakan oleh ketua MK Arief Hidayat mengucapkan bahwa, gugatan terhadap pasal 222 tidak beralasan.
"Sepanjang berkenaan dengan Pasal 222 tidak beralasan secara hukum," ucap Arief Hidayat.