Ray Rangkuti: Saksi Parpol Tak Wajib, Kenapa Negara Harus Biayai?

18 Oktober 2018 18:21 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Formappi "Menolak Dana Saksi Dibiayai APBN". (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Formappi "Menolak Dana Saksi Dibiayai APBN". (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Komisi II DPR mengusulkan dana saksi dalam Pemilu 2019 dibiayai oleh negara melalui APBN, tak lagi jadi beban parpol. Alasannya, jika berkaca pada evaluasi Pilkada Serentak 2018, tak semua parpol mampu membiayai saksi untuk mengawasi jalannya penghitungan suara di setiap TPS.
ADVERTISEMENT
Namun, usulan ini menuai pro kontra. Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mempertanyakan urgensi negara harus mengeluarkan dana untuk kegiatan yang tidak memiliki dasar hukum.
"Jadi, logika kita, sesuatu yang tidak diatur undang-undang kewajibannya sebagai perangkat negara, kok, tiba-tiba dibiayai oleh negara? Itu dari mana logikanya?" ujar Ray dalam diskusi bertajuk 'Tolak dana saksi pemilu ditanggung APBN' di Matraman, Jakarta, Kamis (18/10).
Menurutnya, UU hanya mewajibkan saksi dari Bawaslu, yang disebut sebagai pengawas lapangan. Selain itu kata Ray, keberadaan saksi tidak menjadi tolok ukur pemilu itu sah atau tidak.
"Jadi, sesuatu yang secara prinsipil tidak menentukan keabsahan pemilu, kok, tiba-tiba harus dibiayai oleh negara, bagaimana cara menjelaskannya negara membiayai yang bukan elemen penting (pemilu)?" tambahnya.
Ray Rangkuti (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ray Rangkuti (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
Ray juga menyoroti mekanisme dan pertanggungjawaban pemberian dana saksi bila benar-benar terealisasikan. Dia mengatakan, saat ini, usulan dana tersebut dikelola oleh Bawaslu.
ADVERTISEMENT
"Kita belum tahu mekanismenya, apakah Bawaslu yang transfer ke orang per orang, ke parpol, baru mereka yang melanjutkan ke orang per orang, kita belum tahu seperti apa," jelas Ray.
"Nah, sekarang, kalau ke orang per orang, misalnya 10 persen dari mereka tidak datang ke TPS, pertanggungjawabannya gimana? Parpol juga tidak bisa apa-apa karena tidak ada ikatan kontrak, terus bagaimana pertanggungjawabannya? Ini yang sulit," sambungnya.
Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali  (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali (Foto: Garin Gustavian Irawan/kumparan)
Usulan ini bermula dari pernyataan yang dilontarkan Ketua Komisi II Zainuddin Amali. Menurut Zainuddin, dari 800 ribu TPS yang tersebar di seluruh Indonesia, tak semua parpol mampu membiayai saksi di TPS, meski semisal satu saksi diberi honor Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu.
"Kita diskusikan itu ke Badan Anggaran, tapi itu tergantung dari kemampuan keuangan pemerintah. Kalau pemerintah menyatakan tidak ada dana untuk itu yang tersedia, ya sudah, enggak apa-apa. Artinya kembali kepada partai sendiri-sendiri," papar Zainuddin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/10).
ADVERTISEMENT
Kemenkeu sebelumnya memastikan tidak akan memasukkan dana saksi Pemilu dalam RAPBN 2019. Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani menyebutkan, otoritas fiskal hanya menganggarkan dana untuk pelatihan saksi yang masuk dalam pos belanja Bawaslu.
"Untuk dana saksi, UU Pemilu (menyebutkan) memang dana saksi tidak dimasukkan. Jadi sesuai ketentuan UU Pemilu, dana saksi hanya untuk pelatihan yang anggarannya dalam Bawaslu," ujar Askolani di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (18/10)