Reklamasi Jakarta: Keppres Soeharto hingga 'Drama Queen' Luhut-Sandi

19 Oktober 2017 10:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Reklamasi Jakarta (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Reklamasi Jakarta (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Proyek reklamasi kembali jadi perdebatan. Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman mencabut moratorium reklamasi. Di sisi lain, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tetap menolak reklamasi.
ADVERTISEMENT
Perjalanan proyek reklamasi Teluk Jakarta cukup panjang. Dasar dilaksanakannya reklamasi tertuang pada Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Keppres ini muncul setelah Gubernur DKI Jakarta saat itu, Wiyogo Atmodarminto, memaparkan rencana reklalmasi 2.700 hektar kepada Presiden Soeharto. Aturan ini juga diperkuat dengan Perda No. 8 Tahun 1995.
Rupanya kedua aturan ini berseberangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005. Dokumen itu tidak menyebutkan sama sekali rencana reklamasi.
Luhut Pandjaitan dan Sandiaga Uno (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan dan Instagram @sandiuno)
zoom-in-whitePerbesar
Luhut Pandjaitan dan Sandiaga Uno (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan dan Instagram @sandiuno)
Rencana reklamasi ini juga ditentang oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Mereka berargumen reklamasi akan merusak lingkungan. Sampai akhirnya muncul SK No. 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Enam pengembang yang mendapat proyek reklamasi mengajukan gugatan ke PTUN. Pengembang menang. Kementerian Lingkungan Hidup lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Kali ini, MA memutuskan mengabulkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup pada 28 Juli 2009. MA menyatakan reklamasi menyalahi Amdal.
Melalui peninjauan kembali, MA berbalik menyatakan reklamasi Pantai Utara Jakarta legal. Pernyataan ini tertuang pada Surat Keputusan No. 12/PK/TUN/2011.
Infografis Reklamasi Teluk Jakarta (Foto: Mateus Situmorang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Infografis Reklamasi Teluk Jakarta (Foto: Mateus Situmorang/kumparan)
Reklamasi terus berjalan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perpres No. 122 Tahun 2012 tentang reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perpres itu menyetujui pengaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan Pantai Utara Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo semakin menegaskan rencana reklamasi terus berjalan. Fauzi Bowo mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238 tahun 2013. Aturan ini memberi izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Polemik antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI Jakarta berlanjut di masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
ADVERTISEMENT
Saat Menteri Keluatan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengkaji kemungkinan moratorium reklamasi pada September 2015, Ahok malah mempersiapkan pengembangan reklamasi Pulau O, P, dan Q pada Oktober 2015. Pulau ini rencananya terintegrasi dengan Pulau N yang diperuntukan bagi pembangunan Port of Jakarta.
Anies Baswedan soal reklamasi (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan soal reklamasi (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Perdebatan ini berujung pada moratorium reklamasi pada 18 April 2016. Menko Kemaritiman saat itu, Rizal Ramli, mengatakan moratorium diberlakukan sampai semua pihak melengkapi semua persyaratan sesuai dengan aturan perundang-undangan.
Setahun lebih berlalu, moratorium akhirnya dicabut. Menko Perekonomian Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan moratorium dicabut pada 5 Oktober 2017. Pencabutan moratorium dengan alasan persyaratan sudah dipenuhi dan reklamasi bisa dilanjutkan.
Pencabutan moratorium hanya dilakukan hanya beberapa hari sebelum Anies-Sandi dilantik. Sejak kampanye, kedua tegas menolak reklamasi.
ADVERTISEMENT
Perdebatan berlanjut sampai setelah pelantikan. Luhut mengatakan, sudah mengundang Anies-Sandi untuk berdiskusi perihal reklamasi Teluk Jakarta. Tapi dua kali diundang, dua kali pula tidak datang.
Hal ini direspons oleh Sandi. Sandi menilai, polemik reklamasi ini seperti drama queen.
"Yah kayak drama queen yah," beber Sandi saat mengunjungi SDN 07 Cawang, Jakarta Timur, Rabu (18/10). Drama quuen ini biasa dipakai merujuk istilah yang digunakan bagi sesorang yang melebih-lebihkan emosinya dengan cara yang dramatis.
Luhut rupanya tidak tersinggung dengan istilah yang digunakan oleh Sandi. Luhut menilai, ketika niat menyelesaikan masalah ini baik, semua akan berjalan baik.
"Ya kalian (wartawan) itu yang nanya-nanya, ya jadi drama queen. ‎ Kenapa mesti tersinggung? Semua kalau diniati baik enggak perlu ada yang tersinggung," ucap Luhut di Istana Bogor, Rabu (18/10).‎
ADVERTISEMENT
Belakangan Sandi melunak. Dia menyebut sangat menghormati Luhut sebagai seorang senior dan rekan satu almamater semasa kuliah, tepatnya dari George Washington University, AS.
Sandi tetap akan bertemu dengan Luhut guna mendiskusikan soal reklamasi. Tapi, pertemuan itu dilakukan setelah dia dan Anies menyelesaikan konsolidasi internal dan mendengar masukan dari berbagai pihak.