Restoran Khas Manado hingga Sosok 'Jaenudin Nachiro'

Aksara kumparan
Kami menyeleksi user story terbaik setiap hari. Ayo buat story terbaikmu di kumparan!
Konten dari Pengguna
7 Desember 2018 5:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aksara kumparan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Fadli Zon (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fadli Zon (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Aksara edisi kali ini memuat lima user story menarik yang membahas berbagai topik berbeda. Mulai dari bicara tentang restoran khas Manado hingga sosok 'Jaenudin Nachiro' dalam puisi Fadli Zon. Seperti apa? Simak ulasan singkatnya.
ADVERTISEMENT
1. Restoran Khas Manado nan Super Pedas di Kelapa Gading (Food Affair)
Manado terkenal sebagai salah satu daerah penghasil makanan-makanan enak. Siapa coba yang enggak tahu tinutuan alias bubur Manado, sambel roa, dan bumbu rica-rica? Semua itu makanan enak yang berasal dari Manado.
Manado merupakan kota yang berada di tepi laut dengan hidangan banyak hidangan khas yang berasal dari laut, seperti berbagai macam ikan, pari, cumi, dan udang. Penulis bercerita perihal restoran Manado favoritnya, yaitu Bumbu Den, yang berlokasi di Jalan Raya Boulevard Kelapa Gading Permai Blok QA 1 No.6, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
2. Resep Bakmi Halal yang Enak dan Sederhana (Dini Alvionita - eatcious.com)
Bakmi merupakan chinese food yang sangat digemari masyarakat Indonesia. Namun, bakmi identik dengan makanan non-halal.
ADVERTISEMENT
Kamu enggak perlu bingung mencari bakmi halal di berbagai restoran chinese food. Cukup bikin resep bakmi halal di rumah yuk! Kamu juga bisa mengganti mi dengan bihun ataupun kwetiau, sesuai selera.
Selamat mencoba resep ini ya!
3. Ular Besi di Lembah Serayu (Omar Mohtar)
Kereta api di masa kolonial muncul dari daerah-daerah yang mempunyai hasil perkebunan, salah satunya adalah Lembah Serayu (wilayah eks Karesidenan Banyumas hingga Wonosobo). Wilayah ini dikenal sebagai daerah yang subur dan banyak terdapat pabrik gula.
Kebutuhan sistem pengangkutan modern dirasa semakin mendesak untuk dibangun di Lembah Serayu. Pemerintah Hindia lalu mengeluarkan izin untuk membuka jalur trem di Lembah Serayu. R.H. Eysonius de Waal ditunjuk untuk membangun rel di Lembah Serayu melalui perusahaan Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS) (Zuhdi, 2002:48).
ADVERTISEMENT
Setelah Indonesia merdeka, jalur peninggalan SDS masih digunakan sebagai sarana transportasi hingga masa Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Pada tahun 1978, jalur ini dinonaktifkan oleh pemerintah (Kompas, 20 November 2015). Sejak saat itu, suara deru mesin kereta api tak lagi terdegar di Lembah Serayu.
4. Tegakkan Keadilan di Papua (Amnesty International Indonesia)
Menanggapi pembunuhan puluhan pekerja konstruksi oleh kelompok bersenjata di Kabupaten Nduga, Papua, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan sangat terkejut dengan pembunuhan di Nduga, dan menyampaikan duka mendalam kepada mereka yang kehilangan orang-orang tercinta.
Yang paling penting untuk dipastikan saat ini adalah respons aparat keamanan terhadap pembunuhan tersebut tidak boleh mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia lebih lanjut. Serangan berdarah di Nduga juga tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk membungkam kebebasan dan melanggar hak asasi manusia. Pihak berwenang juga harus memastikan bahwa polisi dan militer memberikan keamanan bagi semua orang, tanpa diskriminasi, setelah serangan di Papua.
ADVERTISEMENT
5. Sosok 'Jaenudin Nachiro' dalam Puisi Fadli Zon (Syahirul Alim)
Mungkin masih lekat dalam ingatan kita, saat Presiden Jokowi menutup acara Festival Bintang Vokalis Qasidah Gambus Tingkat Nasional di Pondok Gede, Jakarta, lalu bersenandung lagu 'diin as-salaam' yang dipopulerkan grup gambus milenial Sabyan. Syair yang seharusnya 'zayyinuu addunya ihtirom' dibaca oleh Jokowi seolah 'jaenudin nachiro', karena memang Jokowi tak fasih berbahasa Arab.
Namun demikian, dalam pidato selanjutnya ketika menjelaskan bait-bait lagu ini, secara fasih Jokowi menyebut 'zayinuuddinyahtiroom' yang jika diterjemahkan kira-kira, 'hiasilah dunia itu dengan saling memuliakan'.
Hal inilah barangkali yang kemudian menginspirasi Fadli untuk mengunggah sebuah puisi menyoal 'keseleo lidah' Jokowi saat mendendangkan lagu 'diin as-salam' yang digubah Sabyan.
ADVERTISEMENT
Baca terus Aksara edisi lainnya di sini.