Satelit Pertama Indonesia

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
14 Januari 2018 23:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hingga tahun 1976 hanya Kanada dan Uni Soviet yang memiliki satelit, kemudian Indonesia.
ADVERTISEMENT
Nama Palapa diambil dari sumpah Mahapatih Gajah Mada. Menurut Suharto alasan penamaan Palapa adalah sebagai bukti bahwa bangsa Indonesia pernah jaya sebelum datangnya penjajah.
Biaya dalam pembuatan satelit ini terbilang cukup besar. Jika dihitung dari biaya seluruhnya kira-kira hanya sekitar 12,5% yang habis dipakai untuk membuat 2 satelit komunikasi dan membangun 40 stasiun bumi. Investasi untuk satelit ini juga tidak berdiri sendiri, tetapi berentetan dengan proyek-proyek Telkom lainnya dan jika seluruh proyek Telkom yang telah dikerjakan atau direncanakan pada waktu itu, maka biaya seluruhnya berjumlah Rp. 581 miliar atau US$. 1,4 miliar. Manfaat satelit bukan hanya untuk telekomunikasi saja, tetapi juga bisa dipakai untuk memancarkan siaran televisi, ini disebabkan karena Indonesia juga menerapkan sistem Open Sky Policy atau Kebijakan Udara Terbuka yang mengizinkan penggunaan parabola untuk kepentingan siaran, baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah pada waktu itu menandatangani kontrak dengan Siemens sebesar Rp. 46 miliar dan Ampex untuk memodernkan stasiun-stasiun TV yang ada, dan membangun stasiun baru di Surabaya di samping pemancar siaran yang sudah ada di Senayan, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menarik untuk diketahui, biaya pembangunan SKSD itu, saat dihitung pada 1974 diperkirakan hanya sebesar US$.89,8 juta. Mungkin kenaikan harga yang mencapai hampir 100% itu disebabkan oleh harga satelit yang pada waktu itu awalnya diperkirakan hanya US$.10 juta per unit naik menjadi US$.25 juta per unit, juga harga satu unit stasiun bumi yang awalnya diperkirakan US$.2 juta per unit menurut harga pasaran di luar negeri pada waktu itu, naik menjadi US$.3,5 juta per unit. Kontrak untuk pembuatan seluruh SKSD tersebut jatuh pada 3 maskapai Amerika: Hughes Aircraft Corporation yang menerima kontrak sebesar US$.71 juta yang membangun 2 satelit, stasiun pengendali utama di Cibinong, dan 9 stasiun bumi lainnya; serta 2 perusahaan lain yaitu ITT dan Plulco Ford yang masing-masing membangun 15 stasiun bumi. Sedangkan untuk bangunan sipil, yaitu 40 stasiun bumi itu dikerjakan oleh dua perusahaan pemborong nasional yang ditunjuk oleh Perumtel yaitu PT. Graha Gapura dan CV. Modern
ADVERTISEMENT
Kehadiran satelit Palapa ini pada awalnya ditujukan untuk menarik para investor dan perusahaan asing untuk bernvestasi dan menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan salah satu hal yang menyebabkan keraguan dari pihak investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia pada waktu itu adalah buruknya komunikasi Indonesia dengan negara luar bahkan dengan antardaerah di Indonesia sendiri.
Pada 1973, panitia yang dibentuk oleh Departemen Perhubungan menyimpulkan pembangunan dari SKSD dapat mempercepat terjadinya suatu sistem komunikasi yang terpadu, yang menunjang wawasan Nusantara. Keputusan tersebut bukannya tanpa kontoversi, telah muncul berbagai anggapan yang mengatakan SKSD dirasa tidak pantas bagi Indonesia, sebuah negara agraris yang baru saja merdeka dengan kondisi perekonomian yang buruk. Beberapa pengkritik mengatakan bahwa rencana pembangunan SKSD ini adalah sebuah proyek “mercusuar”.
ADVERTISEMENT
Selain manfaat dalam hal penyiaran dan komunikasi seperti yang telah diketahui, Palapa juga memiliki manfaat lain, contohnya, karena banyaknya manfaat dari satelit Palapa, pada waktu itu Hankam membuat sebuah proyek yaitu proyek Komsat (Komunikasi Satelit) ABRI untuk memanfaatkan satelit PALAPA di dalam bidang pertahanan dan keamanan. Syarat yang harus dicapai untuk proyek tersebut antara lain, dapat diandalkan 24 jam sehari, kecepatan tinggi, multi channel, multi means dan multi asses, keamanan dan kerahasiaan data tinggi, efisiensi suara cukup tinggi, demikian juga bagi telex dan gambar dibutuhkan keefisienan yang tinggi.
Sumber : Tempo. 1976. Apa Untung Jadi Gajah Mada 1976?.
Darwanto. 2007. Televisi Sebagai Media Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Armando, Ade. 2011. Televisi Jakarta di Atas Indonesia. Yogyakarta: Bentang
ADVERTISEMENT
Foto : viva.co.id