news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Uang Virtual: Menambang Bitcoin, Mengeruk Untung

21 Juli 2017 19:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ethereum (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ethereum (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Penulis fiksi ilmiah Isaac Asimov pada 1964 menulis esai berjudul Visit to the World’s Fair of 2014 yang membayangkan bagaimana manusia dan teknologi akan bersanding 50 tahun ke depan sejak 1964. Artinya, tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Asimov yakin, manusia di tahun 2014 akan mampu bertelepon sambil melihat wajah lawan bicaranya--kini kita menyebutnya video call. Bell System lantas memperkenalkan picture phone yang memungkinkan tatap muka dari jarak jauh.
Teknologi, nyatanya, akan selalu membuat gagap sebagian manusia--hingga kini. Termasuk ketika saat ini muncul mata uang virtual yang kerap disebut cryptocurrency--gabungan dari cryptography (kode rahasia) dan currency (mata uang).
Uang virtual ini membuat seorang penggunanya, dengan kode identifikasi 0x00A651D43B6e209F5Ada45A35F92EFC0De3A5184--entah siapa dia, memperoleh 283 juta dolar AS (setara Rp 3,7 triliun) dalam waktu satu bulan. Jumlah itu meningkatkan kekayaannya hingga 413 persen dari semula 55 juta dolar AS (Rp 733 miliar).
Cryptocurrency naik pamor seiring kepopuleran Bitcoin--salah satu jenis mata uang virtual dengan nilai tinggi. Sistem pembayaran Bitcoin, menurut Satoshi Nakamoto yang disebut-sebut sebagai penciptanya, didasarkan pada kriptografi atau kode rahasia.
ADVERTISEMENT
“Ini untuk memastikan sistem berjalan dengan keaslian, integritas, dan keteraturan yang dijalankan secara bersama-sama,” tulis Nakamoto dalam jurnal berjudul Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System.
Ilustrasi Bitcoin (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bitcoin (Foto: Flickr)
Cryptocurrency memiliki teknologi berbeda dibanding alat pembayaran online seperti Paypal, kartu kredit, atau Western Union. Ia hadir tak lepas dari ketidakpercayaan pegiat teknologi terhadap sistem sentralisasi server yang diterapkan e-money.
Pada cryptocurrency, tidak lagi dibutuhkan negara atau bank sentral sebagai perantara transkasi. Tugas tersebut didelegasikan kepada jaringan peer-to-peer yang berada dalam teknologi blockchain atau Bitcoin wallet.
Blockchain dapat dianggap seperti buku besar yang mencatat setiap aktivitas transaksi dalam sistem. Model ini dianggap jauh lebih aman, mudah, dan praktis daripada sistem perbankan umum.
Semisal perbankan diretas pada salah satu sistemnya, maka seluruh sistem akan hancur. Hal berbeda berlaku pada blockchain karena untuk melumpuhkannya perlu meretas separuh dari total server yang ada di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Ini karena sistem blockchain tak tersentralisasi. Dan keunggulan serta kebaruan itulah yang membuat cryptocurrency memiliki nilai jual.
Ilustrasi Bitcoin (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bitcoin (Foto: Pixabay)
Cryptocurrency sedikit banyak dibuat layaknya emas. Emas didapat dari serangkaian produksi penambangan--mulai dari pengerukan hingga ditempa menjadi bentuk batangan. Oleh sebab itu, diperlukan teknologi dan sumber daya guna untuk menambangnya.
Istilah menambang (mining) juga terdapat pada Bitcoin. Sebab untuk memperoleh Bitcoin ada 2 cara, yakni membelinya dengan mata uang riil (tunai), atau menambang.
Sementara yang disebut miner atau penambang, mereka yang menggunakan server yang disediakan untuk memecahkan algoritma yang telah dirangkai dalam sistem blockchain.
Para penambang dalam jaringan berlomba-lomba untuk mendapatkan kepingan Bitcoin yang terbatas. Pada mulanya dalam 10 menit, hanya 50 keping Bitcoin bisa dikeluarkan dan diperebutkan oleh sekian juta orang.
ADVERTISEMENT
Kemudian, setiap empat tahun jatah Bitcoin yang diperebutkan per 10 menit itu berkurang separuh. Kini, setelah 8 tahun, hanya 12,5 Bitcoin yang bisa diperebutkan dalam rentang 10 menit itu.
Tak heran jika selama 24 jam, dengan perangkat komputer atau laptop standar, bisa jadi hanya sekitar 0,000000001 Bitcoin yang mungkin diperoleh miner, karena kalah saing dengan jutaan orang dan kecanggihan perangkat lainnya.
Saking kecilnya nilai yang bisa diperoleh, para penambang Bitcoin menyebut mesin keruk virtual dengan nama antminer.
Seperti halnya menambang emas, jika ingin memperoleh hasil lebih banyak, maka perlu peralatan lebih canggih atau sumber daya manusia lebih banyak.
Meski hampir semua komputer bisa digunakan untuk melakukan hash algoritma dan membongkar block algoritme yang diciptakan. Tapi komputer itu harus terus-menerus menyala untuk tetap siaga dan bersaing selama 24 jam dengan komputer lain yang melakukan hal serupa.
ADVERTISEMENT
Kemampuan dan daya tahan komputer, serta konsumsi listrik menjadi harga yang harus dibayar.
Komputer biasanya memiliki daya sebesar 50 Hz, sementara antminer memiliki daya 13.000 Hz. Untuk memenuhi daya tersebut, maka kurang lebih listrik akan tersedot sebesar 1.274 watt. Lebih besar dari daya yang diperlukan sebuah AC.
Cukup mahal bukan untuk biaya listrik saja? Apakah mungkin sebanding dengan keuntungan yang bisa diperoleh?
Mike Novogartz menceritakan pengalamannya menjadi seorang miliuner dengan Bitcoin. Meski menolak menyebut seberapa besar nilai kekayaannya, ia menyatakan, “10 persen kekayaanku berasal dari uang digital”.
Pernyataan tersebut ia sampaikan pada Rabu (19/4) di Harvard Business School Club, New York. “Ini (Bitcoin) investasi terbaik dalam hidupku,” ujar Novogartz yang kini menjadi manajer di Fortress Investment Group.
ADVERTISEMENT
Pada 2016, nilai Bitcoin masih sebesar 500 dolar AS atau sekitar Rp 7 juta. Kini nilainya melambung hingga Rp 31 juta. Novogartz ingat bagaimana dulu ia ditertawakan teman-temannya karena percaya pada Bitcoin.
Kini nilai Bitcoin, yang juga menjadi acuan nilai uang virtual, terus melambung.
Karena sistem yang desentralisasi dan sangat bergantung dengan kebutuhan pasar, maka setiap kegiatan para miner ini bisa melambungkan harga Bitcoin semakin tinggi. Seperti prinsip ekonomi pada umumnya, jika supply tetap namun demand tinggi, maka harga akan semakin merangkak naik.
Namun, Novogartz tidak menambang. Ia memilih membeli uang virtual itu ketika harganya masih murah. Ia menyarankan, “Habiskan sedikit uangmu untuk bermain di berbagai jenis uang virtual.”
ADVERTISEMENT
Teknologi uang virtual melalui blockchain yang terdesentralisasi dan mengusung konsep peer-to-peer ini kemudian dimanfaatkan oleh banyak orang dengan beragam cara.
CEO bitcoin.co.id Oscar Darmawan. (Foto: Wandha Nur/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
CEO bitcoin.co.id Oscar Darmawan. (Foto: Wandha Nur/kumparan)
Bitcoin hanya salah satu contoh sederhana bagaimana blockchain bisa menyederhanakan transaksi di era digital.
“Sistem pembayaran internet tidak lagi mengandalkan perbankan. Tapi (dengan Bitcoin) lebih efisien dan aman. Mengirim uang dari luar negeri pun lebih mudah dan murah,” papar Oscar Dharmawan, CEO Bitcoin.co.id, perusahaan jual beli cryptocurrency di Indonesia ketika ditemui kumparan (kumparan.com) di kantornya di Episentrum, Jakarta Selatan, Selasa (19/7).
Berapapun nilai transaksi yang anda lakukan dengan sekeping Bitcoin, anda hanya akan dikenakan biaya pemotongan kurang dari Rp 10.000. Dan, Bitcoin tidak memiliki batasan jumlah atau nilai transaksi yang anda lakukan dalam sehari.
ADVERTISEMENT
Banyak perusahaan mulai menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran. Microsoft, Dell, Wordpress, pembayaran tiket di Jepang, sudah menerima bBtcoin. Bahkan di Indonesia, beberapa tenant seperti tokobitcoin.com juga telah menyediakan berbagai produk dan layanan yang menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran.
“Teknologi blockchain semakin berkembang. Saat ini ada 800 token lebih, dan yang paling terkenal adalah Bitcoin, Ethereum, Ripple, Litecoin. Setiap block atau token memiliki tujuan masing-masing, tergantung penyedia. Kalau tujuan Bitcoin untuk pembayaran. Yang lain bisa berbeda,” papar Oscar.
Ethereum (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ethereum (Foto: Thinkstock)
Cryptocurrency kedua terpopuler setelah Bitcoin yaitu Ethereum, yang konon memungkinkan sebuah sistem revolusioner dalam bidang IT.
“Kalau anda seorang developer dan programmer dan bisa membuat sistem yang tidak bergantung pada siapapun, itu luar biasa. Sebuah sistem yang berjalan sendiri tanpa bergantung pada satu admin pun. Itu dimungkinkan dengan Ethereum,” kata Oscar.
ADVERTISEMENT
Ripple, teknologi cryptocurrency lain yang dibangun dengan bantuan Google Venture, dinilai bisa memudahkan dunia perbankan.
“Kliennya Ripple ini perbankan untuk remitansi antarbank dan settlement. Jaringan blockchain ini bisa memotong biaya operasional bank,” ujar Oscar.
Bahkan, jika kelak cryptocurrency sudah jamak digunakan, sistem pengarsipan juga bisa berlangsung lebih baik. Teknologi cryptocurrency yang ada memungkinkan setiap dokumen disimpan ke dalam blockchain sehingga tidak akan terhapus dalam sejarah manusia. Semua sirkulasinya akan tercatat dengan baik.
Ethereum (Foto: Flickr)
zoom-in-whitePerbesar
Ethereum (Foto: Flickr)
Para pelaku cryptocurrency mengusung teknologi di baliknya untuk merevolusi dunia IT tanpa perlu "menyembah" negara dan korporasi besar.
Mungkin sebagian dari kita kini masih menerawang soal cryptocurrency ini, persis seperti yang dipikirkan seorang Asimov pada 1964 dahulu. Kelak, mungkin hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana cryptocurrency mengubah lanskap dunia IT dan memudahkan kehidupan manusia.
ADVERTISEMENT