Utang Pemerintah Naik Lagi, Menjadi Rp 3.866 Triliun

19 Oktober 2017 9:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Uang pecahan 50 ribu rupiah lama (Foto: Sigid Kurniawan/antara foto)
zoom-in-whitePerbesar
Uang pecahan 50 ribu rupiah lama (Foto: Sigid Kurniawan/antara foto)
ADVERTISEMENT
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah pusat per September 2017 mencapai Rp 3.866,45 triliun atau meningkat Rp 40 triliun dibandingkan posisi akhir Agustus 2017, yaitu Rp 3.825,79 triliun.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya tambahan pembiayaan utang tersebut, belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial dapat ditingkatkan.
DJPPR melansir pada September 2017, indikator risiko utang terpantau masih terkendali, dengan rasio variable rate pada level 10,8% dan refixing rate pada level 19,2%. Porsi utang dalam mata uang asing berada pada level 40,9%, sedangkan average time to maturity (ATM) berada pada level 9,0 tahun.
Di lain sisi, indikator jatuh tempo utang dengan tenor hingga 5 tahun naik dari 39,2% menjadi 39,7% dari total outstanding utang.
“Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan risiko utang dengan hati-hati dan terukur, termasuk terjaganya risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Robert Pakpahan dalam keterangan resminya, Kamis (19/10).
ADVERTISEMENT
Total utang pemerintah pusat tersebut terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.591,55 triliun atau 67,0%, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 536,91 triliun atau 13,9%, dan pinjaman sebesar Rp 737,99 triliun atau 19,1%.
Utang tersebut didominasi dalam mata uang rupiah sebesar 59%. Sementara porsi utang dalam mata uang asing, yakni dollar AS sebesar 29%, Yen Jepang 6%, Euro 4%, Special Drawing Right 1%, dan beberapa valuta asing lain 1%.
Utang Pemerintah Pusat berdasarkan krediturnya didominasi investor SBN sebesar 81%, kemudian pinjaman dari Bank Dunia 6%, Jepang 5%, ADB 3%, dan lembaga lainnya 5%.
Tujuan dari utang tersebut salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk pembiayaan kembali utang jatuh tempo. Pemerintah juga ingin mengembangkan pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik untuk mendukung terciptanya pasar yang dalam, aktif, dan likuid yang berdampak pada peningkatan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang.
ADVERTISEMENT
“Pemerintah mengupayakan peningkatan efisiensi biaya utang dalam jangka panjang untuk mendukung kesinambungan fiskal,” jelasnya.