Belajar Mendidik Anak dari Haji Agus Salim

Renaldi Aprilliawan
Mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Jakarta
Konten dari Pengguna
30 Juni 2021 21:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Renaldi Aprilliawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Haji Agus Salim dalam (repro buku J.Th. Petrus Blumberger, De Nationalische Beweging in Nederlandsch-hlm.331)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Haji Agus Salim dalam (repro buku J.Th. Petrus Blumberger, De Nationalische Beweging in Nederlandsch-hlm.331)
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, masih banyak orang tua yang menganggap bahwa pendidikan anak merupakan tugas dari para guru di sekolah. Padahal diperlukan kerja sama antara guru dan orang tua guna tercapainya keberhasilan dalam mendidik anak.
ADVERTISEMENT
Yap, tidak hanya sebagai pembimbing dalam tumbuh kembang anak, orang tua juga memiliki keterlibatan dalam pendidikan anak. Peran dan keterlibatan orang tua dalam mendidik anak merupakan kunci kesuksesan bagi anak di masa mendatang.
Dengan begitu, orang tua harus memiliki jiwa kreatif dan inovatif sebagai pengajar maupun sebagai pembimbing bagi anaknya. Sebab orang tua yang kreatif dan inovatif punya berbagai cara yang tepat untuk mengajarkan anak-anaknya.
Nah, Salah satu tokoh yang dapat dijadikan inspirasi bagi orang tua dalam mengajar dan membimbing anak-anaknya adalah Haji Agus Salim.
Bagi kalian yang belum tau, Haji Agus Salim dikenal sebagai salah satu tokoh pahlawan nasional Indonesia. Beliau juga merupakan seorang intelektual muslim dan seorang tokoh pemikir kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Satu di antara banyak pemikirannya yang menarik yaitu ketika beliau mengajukan sebuah ide kepada istrinya agar tidak memasukkan anak-anaknya ke sekolah formal. Sebagai gantinya dialah yang akan mengajar dan mendidik anak-anaknya.
Keputusan itu didasarkan pada suatu pengalaman pahit hidupnya, ketika beliau menempuh pendidikan di sekolah formal Belanda.
Di mana, pendidikan pada masa itu belumlah mencapai makna "adil" bagi kalangan para pelajar pribumi. Pada masa itu juga, pendidikan hanya digunakan sebagai alat kepentingan bagi pemerintah kolonial untuk menciptakan buruh ataupun karyawan dengan upah yang murah.
Nah, dari delapan orang anaknya, hanya si bungsu Mansur Abdur Rachman Ciddiq yang menempuh pendidikan di sekolah formal, itupun dilakukannya setelah Belanda meninggalkan Indonesia. Sedangkan tujuh lainnya mendapat bimbingan dan pengajaran dari Haji Agus Salim dan istrinya secara langsung.
ADVERTISEMENT
Meski tidak duduk dalam bangku sekolah formal dan hanya mendapat pendidikan langsung dari orang tua, anak-anak Haji Agus Salim bisa meraih kesuksesan.
Misalnya Theodora Atia yang aktif dalam Gerakan Wanita Islam dan Lembaga Indonesia Amerika, ataupun Bibsy yang dikenal sebagai penyair dan mampu menguasai beberapa bahasa asing seperti bahasa Inggris, Prancis, Jepang, dan lainnya.
Ilustrasi | Photo by RODNAE Productions from Pexels
Penasaran, seperti apa langkah Haji Agus Salim dalam mendidik anaknya? Yuk, simak ulasannya berikut ini.
Mengajarkan bahasa asing sejak usia dini
Haji Agus Salim dan istrinya memberi pelajaran kepada anak-anaknya sejak mereka dilahirkan. Keduanya menjadikan bahasa Belanda sebagai bahasa Ibu. Beliau menganggap bahasa Belanda penting untuk pengetahuan anaknya kelak. Selain itu, keduanya juga mengajarkan dasar-dasar membaca, menulis dan juga berhitung kepada anak-anaknya sejak usia dini.
ADVERTISEMENT
Tidak menerapkan aturan yang mengikat
Pada saat memberikan pelajaran, Haji Agus Salim tidak pernah memberikan suatu aturan yang mengikat perihal jam pelajaran atau jam bermain bagi anak-anaknya. Antara jam belajar dan jam bermain, beliau selalu memberikan pelajaran kepada anaknya. Pembelajaran yang diberikannya dilakukan dengan bercerita ataupun dengan menyanyikan lagu.
Menerapkan sikap terbuka
Ketika memberi pelajaran kepada anak-anaknya, Haji Agus Salim menerapkan sikap terbuka. Beliau tidak merasa keberatan untuk dibantah dan akan menerangkan setiap persoalan sampai anak-anaknya paham akan persoalan tersebut. Beliau juga tidak pernah marah ketika mengajarkan anak-anaknya.
Tidak memberi kualifikasi kepada anak
Pada saat memberikan pelajaran, Haji Agus Salim tidak pernah memberikan kualifikasi kepada anak-anaknya, seperti “kamu nakal” atau “kamu jahat”. Sebaliknya, beliau menganggap bahwa semuanya adalah anak yang baik dan juga pintar.
ADVERTISEMENT
Memiliki prinsip untuk membuat anak senang
Ketika memberikan pelajaran kepada anak, Haji Agus Salim menekankan prinsip membuat anak-anaknya menjadi senang, bukan semata-mata membuat mereka pintar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Haji Agus Salim menghendaki agar pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak-anaknya tidak terkekang oleh kehendak maupun perintah orang tuanya.
Dari cara-cara yang dilakukan Haji Agus Salim tersebut, sangatlah jelas bahwa peran orang tua hanya berkewajiban untuk membimbing dan juga menuntun anak, sedangkan kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak agar mereka memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan jiwa dan bakatnya masing-masing.
Sejatinya peran orang tua yang paham dan mengerti akan metode pengajaran yang tepat bagi anaknya sangat diperlukan agar anak tetap dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
Nah, sudahlah jelas kalau mendidik anak itu bukan hanya tugas dari para guru di sekolah saja, tetapi orang tua juga memiliki peran untuk melakukan hal tersebut. Para orang tua dapat mencontoh cara-cara yang dilakukan Haji Agus Salim tersebut dalam mengajar dan membimbing anak-anaknya belajar di rumah.