Dwi Aneka Jaya Kemasindo Dipailitkan, Bagaimana Nasib Investor?

5 Desember 2017 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Penilaian BEI, Samsul Hidayat. (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Penilaian BEI, Samsul Hidayat. (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk saat ini telah menyandang status pailit pasca majelis hakim menyatakan pailit pada 22 November lalu. Perusahaan dengan kode emiten DAJK ini pun berpotensi didepak dari Bursa Efek Indonesia (BEI) atau delisting.
ADVERTISEMENT
"Kalau memang dipailitkan kita kan tinggal konfirmasi apakah mereka ada upaya hukum lain? Kalau enggak ada ya sudah, kita delisting," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat saat ditemui di Gedung BEI, Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (5/12).
Akan tetapi, menurut Samsul, pihaknya akan tetap menunggu upaya yang dilakukan oleh DAJK. Apalagi, DAJK juga telah mengajukan kasasi untuk melepas status pailitnya tersebut.
"Kalau mau kasasi kan berarti ada upaya banding, kalau upaya banding mungkin bisa ditunggu," jelasnya.
Pemantauan Indeks Harga Saham Gabungan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemantauan Indeks Harga Saham Gabungan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Samsul menyebutkan, terkait nasib para pemegang saham nantinya akan diproses secara hukum. Artinya, seluruh aset yang akan dibagikan kepada pemilik saham merupakan hasil aset yang telah digunakan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya.
ADVERTISEMENT
"Iya kalau ada sisanya, karena prioritas bayar utang pajak, utang vendor, utang karyawan, bayarin semua kalau ada sisa baru kembali ke pemegang saham," ujarnya.
Sekadar informasi, berdasarkan laporan keuangan konsolidasi perseroan hingga kuartal III-2017, DAJK diketahui memiliki utang terhadap beberapa perbankan yang jumlahnya mencapai Rp 870,17 miliar. Utang perbankan tersebut masuk dalam liabilitas jangka panjang perseroan yang mencapai Rp 913,3 miliar.
Utang bank tersebut terbagi dalam beberapa perbankan. Terhadap Standard Chartered Bank sebesar Rp 262,4 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 414,26 miliar, Bank Commenwealth Rp 50,4 miliar, Citibank N.A Rp 26,6 miliar, dan Bank Danamon Rp 9,9 miliar.