Tanya-Jawab Islam: Apakah Wirid Yasin itu Bid’ah?

Konten Media Partner
17 Desember 2017 14:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tanya-Jawab Islam: Apakah Wirid Yasin itu Bid’ah?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke [email protected]. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<
ADVERTISEMENT
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr wb, Pak Kiai yang saya hormati, apakah wirid Yasin itu bid’ah? Karena saya sering ikut acara yasinan di kampung.
Lalu bagaimanakah cara ibu-ibu bila inginnya bersilaturahmi menurut ajaran Islam yang baik di hadapan Allah swt? Mohon diberi jawaban dengan gamblang.
(Ibu Wati, Pelalawan)
Jawaban:
Memang masih banyak orang yang menganggap bahwa membaca surat Yasin secara berulang-ulang atau membacanya pada setiap acara secara khusus itu bid’ah, artinya tidak pernah dilakukan pada zaman Rasul. Padahal, sekilas kalau kita cermati Yasin adalah bagian dari al-Qur’an yang tak terpisahkan, maka orang yang membaca Yasin berarti juga membaca Al-Qur’an. Apakah membaca Al-Qur’an itu bid’ah, tidak pernah dilakukan pada zaman Rasul?
Statement di atas biasanya akan dibantah bahwa membaca Al-Qur’an tidak dilarang tapi mengulang-ulang dan mengkhususkannya itu yang tidak pernah ada pada zaman Rasul. Padahal di sana ada sebuah hadis yang dilaporkan oleh Anas bahwa:
ADVERTISEMENT
“Dulu ada pria dari golongan Ansor itu menjadi Imam di Masjid Quba’, dan dia selalu membaca surat al-Ikhlas (setelah membaca al-Fatikhah) lalu disambung dengan surat lainnya. Dan ini ia lakukan pada setiap rakaat. Kemudian ada salah satu di antara mereka yang mengingatkannya, ‘kenapa Engkau selalu menambah bacaan surat setelah surat al-Ikhlas, kalau itu menurutmu tidak cukup, maka baca surat yang lain saja tanpa al-Ikhlas, atau surat al-Ikhlas saja, kan sudah cukup?’. Lalu ia menjawab: ‘sungguh saya tidak akan meninggalkan bacaan surat al-Ikhlas, jika kalian berkenan saya akan tetap menjadi imam di sini, jika kalian tidak berkenan saya tidak mau menjadi imam kalian disini’, padahal mereka semua meyakini bahwa ialah yang paling baik agama dan bacaannya. Ketika Rasul datang ke masjid Quba’, mereka mengadukan tentang hal ini. Lalu Rasul bertanya, ‘apa sebabnya kamu selalu membaca surat al-Ikhlas pada setiap raka’at dan kamu menolak permintaan para jamaah untuk membaca surat lainnya?’. Ia menjawab: ‘saya mencintai surat tersebut, wahai Rasul’. Lalu Rasul menjawab: ‘cintamu kepada surat al-Ikhlas akan memasukkanmu ke dalam Syurga’”. (Hr. Bukhari:741)
ADVERTISEMENT
Hadis ini dengan jelas menunjukkan bahwa membaca salah satu surat di dalam Al-Qur’an secara berulang-ulang dan dikhususkan pada sebuah peristiwa itu pernah ada dan dilakukan pada zaman Rasul. Sahabat Ansor tadi terus membaca berulang-ulang pada setiap raka’at dalam shalat karena merasa cinta kepada surat tersebut.
Jadi, jika Ibu merasa suka dan menikmati bacaan surat Yasin, maka boleh membacanya berulang-ulang atau pada sebuah momentum penting dalam kehidupan, seperti acara-acara perayaan dan lain sebagainya.
Adapun dalam bersilaturahmi hal yang paling penting adalah menjaga niat ketika bersilaturahmi. Niat yang benar adalah bersilaturahmi benar-benar karena Allah, bukan karena hal-hal yang lain. Biarlah Allah kelak yang mengatur urusan dunia kita, silaturahmi harus tetap diniatkan benar-benar karena perintah Allah, bukan karena lobi dll. Bentuk silaturahmi yang demikian biasanya tidak mudah rusak hanya karena barang bawaan (buah tangan) atau karena status sosial (kaya atau miskin, pejabat atau rakyat miskin).
ADVERTISEMENT
Tren sosial di Indonesia, terutama ibu-ibu sering melakukan silaturahmi, perkumpulan dan pertemuan. Ini jelas BAIK dan dianjurkan dalam agama. Tapi yang menjadikan tidak baik adalah ketika ibu-ibu sudah meributkan barang bawaannya ini dan itu. Jika bagus disanjung-sanjung, tapi jika kurang bagus langsung digunjing. Bentuk silaturahmi yang hanya melihat buah tangannya saja dan kemudian membawa pada mencela dan menggunjing ini hukumnya HARAM. Yang utama adalah silaturahminya bukan buah tangannya. Ini sedang mewabah di masyarakat.
Terutama pada acara silaturahmi silaturahmi, jangan dilihat hidangannya, berkatnya dan apa yang diberikan. Datanglah karena Allah memang memerintahkan untuk saling bersilaturahmi.
Tata krama bersilaturahmi selanjutnya adalah mengucapkan salam, menyampaikan hal-hal yang baik, tidak ngerumpi, tidak menebarkan kebencian, tidak saling pamer, tidak saling sombong dalam percakapan, penampilan, perbuatan dan minimal tidak melakukan kemaksiatan di dalamnya. Maka, ini sudah dianggap sebagai silaturahmi menurut syariat Islam. Wallahu A’lam.
ADVERTISEMENT