Kekerasan Seksual terhadap Anak di Aceh Meningkat Akibat Film Porno

7 Februari 2018 18:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi korban pelecehan seksual. (Foto: Pexels)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi korban pelecehan seksual. (Foto: Pexels)
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual terhadap anak akhir-akhir ini marak terjadi di Aceh. Kekerasan tersebut disebabkan oleh tontonan film porno yang saat ini bisa diakses oleh siapa pun.
ADVERTISEMENT
Contohnya saja seperti kasus di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang menyebabkan puluhan anak disodomi karena pelaku sebelumnya menonton film porno. Komisioner Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Firdaus Nyak Udin, menyampaikan biasanya pelaku mengajak korbannya untuk menonton film porno bersama-sama sebelum melancarkan aksinya.
"Bisa menjadi sebab awal atau pemicu (film porno). Maksudnya kalau sebab awal ketika orang mengakses pornografi itu kemudian dia ingin melakukan seperti apa yang dilihatnya," kata Firdaus saat ditemui kumparan (kumparan.com), Rabu (7/2).
"Akan tetapi kekerasan itu bisa saja tidak terjadi apabila yang melihat film itu memang bukan orang jahat," lanjut dia.
Firdaus Nyak Udi (Foto: Zuhri Noviandi /kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Firdaus Nyak Udi (Foto: Zuhri Noviandi /kumparan)
Berdasarkan beberapa penelitian, Firdaus menambahkan pornografi bisa langsung merusak struktur otak. Sensasi yang dirasakan ketika menonton pornografi bisa membawa seseorang untuk kemudian ingin melakukan seperti yang ia saksikan.
ADVERTISEMENT
"Memang belum ada penelitian secara jelas, akan tetapi peristiwa ini dari beberapa hasil penelitian yang saya baca dampaknya sangat berbahaya," ucap Firdaus.
Pelaku kekerasan seksual yang terjadi di Aceh, menurut hasil penelitian, sekitar 40 sampai 60 persen adalah korban dari kekerasan seksual. Kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi Aceh sejak 2015-2017 yang berhasil dihimpun oleh KPPA Aceh berjumlah sebanyak 377 kasus (2015). Pada 2016 meningkat hingga 1.270 kasus dan di tahun 2017 menurun sebanyak 697 kasus.
“Di antara bentuk-bentuk kekerasan tersebut paling banyak adalah kasus pelecehan seksual, kekerasan psikis, sodomi, penelantaran, dan pemerkosaan,” ungkap Firdaus.
Inayatillah (Foto: Zuhri Noviandi /kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Inayatillah (Foto: Zuhri Noviandi /kumparan)
Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, Inayatillah, menilai masyarakat Aceh perlu mendapatkan edukasi tentang teknologi informasi. Ia melihat satu sisi perkembangan terkonologi informasi memberikan dampak positif karena warga dapat mengakses informasi secara terbuka.
ADVERTISEMENT
Kendati demikan melihat fenomena yang terjadi saat ini, kekerasan itu juga muncul akibat keterbukaan informasi itu sendiri.
“Beranjak dari adanya situs-situs pornografi, inilah yang mendorong pelaku itu melakukan kekerasan seksual ketika timbul rasa keinginan untuk melakukan hubungan seksual,” paparnya.
Inayatillah mencontohkan seperti laki-laki atau anak muda yang belum menikah, setelah menonton film porno, mereka mencari cara menyalurkan hasrat.
“Akhirnya mereka mencari korban yang rentan atau tidak bisa berkutik seperti contoh anak-anak. Ketika mereka (anak-anak) juga diperlihatkan film porno tersebut akhirnya mereka menuruti seperti kemauan si pelaku karena sudah terpengaruh,” tutur Inayatillah.