Alasan PPP dan Nasdem Tolak Penambahan Pimpinan DPR, MPR

8 Februari 2018 2:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung DPR/MPR RI (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung DPR/MPR RI (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR sudah menyetujui pembahasan revisi Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Namun, ada dua dari 10 fraksi di DPR yang menolak revisi undang-undang tersebut yaitu PPP dan Partai Nasdem.
ADVERTISEMENT
Dua fraksi itu menolak karena mereka tidak setuju dengan revisi Pasal 427A huruf C dalam UU MD3 yang mengatur jumlah pimpinan MPR dan DPR.
Anggota fraksi PPP, Arsul Sani, menyebut partainya menolak karena ada perubahan mekanisme untuk menentukan Ketua MPR. Jika sebelumnya, Ketua MPR harus melalui pemilihan yang melibatkan anggota DPR dan DPD, setelah revisi menjadi berdasarkan penetapan di DPR. Hal itu dinilai menghilangkan hak dari DPD.
"Bagaimana pimpinan lembaga pimpin MPR dengan menghilangkan hak anggota lembaga lain. Di MPR bukan hanya berisi fraksi-fraksi DPR tapi juga DPD," kata Arsul dalam rapat pleno Badan Legislatif DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (8/2).
Perubahan pasal mengenai pimpinan MPR, juga disebut Arsul, lebih buruk ketimbang undang-undang yang sebelumnya. "Rancangan undang-undang ini punya problem konstitusionalitas. Maka kami tidak menindaklanjuti ke tahap lebih lanjut kecuali problem konstitusionalitasnya diperbaiki," sebutnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan perwakilan fraksi Partai Nasdem, Hamdani, menyatakan penolakan partainya terkait penambahan pimpinan DPR dan MPR karena dianggap tidak akan menambah kinerja dua lembaga tersebut. Nasdem juga berpendapat, perubahan jumlah pimpinan DPR dan MPR tidak lepas dari konflik kepentingan.
Nasdem juga tidak setuju dengan mekanisme adanya pemilihan untuk pimpinan DPR dan MPR. "Maka pimpinan DPR MPR tidak perlu dipilih, karena itu hak dari partai politik," ujarnya.