Tak Akan Ada Cukup Salju untuk Olimpiade Musim Dingin di Masa Depan

8 Februari 2018 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 (Foto: Flickr/Republilc of Korea)
zoom-in-whitePerbesar
Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 (Foto: Flickr/Republilc of Korea)
ADVERTISEMENT
Besok (9/2), Korea Selatan akan membuka gelaran Olimpiade Musim Dingin 2018. Selama 17 hari setelahnya, 92 kontingen atlet dari seluruh dunia akan memperebutkan 102 medali emas dari 15 cabang olahraga yang dipertandingkan --pertama kalinya Olimpiade Musim Dingin memperebutkan lebih dari 100 medali.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, ini adalah kali kedua Korsel menjadi tuan rumah gelaran Olimpiade. Pada 1988, Korsel menggelar Olimpiade Musim Panas selama setengah bulan di ibu kotanya, Seoul.
Seoul, tentu saja, kini tak lagi memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin. Maka, pilihan jatuh tak jauh ke timur: PyeongChang, kota kecil yang berada di 180 kilometer sebelah timur Seoul.
Kota dengan populasi yang hanya mencapai 45 ribu orang tersebut 84 persennya ada di pegunungan dengan ketinggian lebih dari 750 meter di atas permukaan laut. Terletak dekat dengan Pegunungan Taebaek dan Gunung Seoraksan yang menawarkan beberapa resor ski membuatnya ideal sebagai venue olahraga musim dingin.
Terlebih, cuaca Pyeongchang di bulan Januari-Februari (waktu tradisional penyelenggaraan Olimpiade Musim Dingin) juga mendukung. Suhu rata-rata di dua bulan tersebut berada di sekitaran minus 7,7 sampai minus 5,5 derajat celcius. Selain itu, ketersediaan salju juga melimpah: rata-rata 13 dari 30 hari di Januari turun salju, sementara di Februari mencapai 11 dari 30 hari.
ADVERTISEMENT
Infrastruktur Pyeongchang pun oke punya. Gagal dalam dua bidding sebelumnya (kalah oleh Vancouver di 2010 dan Socchi di 2014), Pyeongchang habis-habisan membangun kelengkapan fasilitas kotanya.
Perjalanan dari tempat tinggal para atlet di Resor Alpensia ke lokasi perlombaan hanya 30 menit. Sementara, transportasi antar-venue pertandingan malah lebih cepat lagi, 10 menit. Fasilitas ini masih akan ditambah dengan pembangunan KTX, jalur kereta cepat dari Seoul ke Wonju yang melewati Pyeongchang. Dari situ, transportasi Seoul ke Pyeongchang hanya akan menghabiskan waktu 50 menit saja.
Intinya, Pyeongchang siap sepenuhnya untuk menggelar Olimpiade Musim Dingin. Lagipula, apa susahnya sih menjadi tuan rumah Olimpiade cabang-cabang olahraga kaya ini? Paling cuma stadion yang bagus, suhu yang dingin, salju yang tebal. Mudah kan?
ADVERTISEMENT
Sekarang mungkin mudah. Namun, beberapa puluh tahun dari sekarang, dua syarat yang terakhir bisa jadi bakal sulit didapatkan.
Kambing hitamnya? Siapa lagi kalau bukan pemanasan global.
Pegunungan Cypress kurang salju di Vancouver 2010 (Foto: Mark Ralston/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pegunungan Cypress kurang salju di Vancouver 2010 (Foto: Mark Ralston/AFP)
Pertanda buruk terlihat pada Olimpiade Musim Dingin 2010 di Vancouver, Kanada. Tiga hari menjelang pembukaan, penyelenggara mengajak tur awak media dan meliput persiapan Pegunungan Cypress yang seharusnya sudah beres. Seharusnya.
Apa daya, tempat untuk melakukan snowboarding dan freestyle skiing malah kekurangan salju. Dilansir The New York Times, salju di lintasan perlombaan yang dalamnya harus melebihi 30 cm, malah terlihat botak di beberapa tempat.
Akibatnya, upaya ekstra dilakukan. Puluhan helikopter dan truk bolak-balik dari sisi gunung yang lebih tinggi ke lintasan pertandingan. Mereka mengangkut bertumpuk-tumpuk salju, yang kemudian ditata, ditumpuk, diratakan di atas lintasan oleh puluhan petugas lainnya.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 160 bak salju, baik dari muatan helikopter maupun truk-truk berpindah dari satu bagian gunung yang saljunya melimpah ke venue pertandingan.
“Pada akhirnya, saya merasa sangat positif dengan bagaimana hasil semua usaha ini,” ucap Dick Vollet, Wakil Presiden Komite Penyelenggara Olimpiade Musim Dingin Vancouver 2010, dilansir The New York Times (9/2/2010). “Kami cukup senang bagaimana upaya kami melawan Ibu Pertiwi yang kadang bisa sangat menghukum.”
Rupanya, upaya transfer salju ke tempat perlombaan sudah dimulai satu minggu sebelumnya. Ini juga bukan upaya satu-satunya penyelenggara Olimpiade Musim Dingin Vancouver 2010 untuk memastikan pasokan salju cukup.
Dari musim dingin sebelumnya, mereka sudah menyimpan berton-ton salju dengan harapan bisa digunakan di Olimpiade Musim Dingin 2010.
ADVERTISEMENT
Rusia juga menggunakan teknik ini untuk Olimpiade Musim Dingin Sochi 2014 mereka. Dikutip dari Seeker, Rusia bekerja sama dengan perusahaan asal Finlandia, yang mampu menyimpan 450 ribu meter kubik salju dari April 2013 sampai Februari 2014.
Namun, menurut Vollet, cuaca Vancouver yang tidak mendukung membuat salju-salju tersebut cepat mencair. “Kami kehilangan banyak salju,” jelasnya.
Cuaca tak mendukung yang disebut Vollet merujuk pada hadirnya Januari terhangat dalam sejarah Vancouver. Salju jarang jatuh. Menurut data The New York Times yang melansir Environment Canada, suhu Vancouver di Januari 2010 mencapai 7,2 derajat celcius. Padahal, suhu normal di bulan Januari hanya mencapai 3,3 derajat celcius.
Dari 1 Desember 2009 ke 31 Januari 2010, 79 persen area Pegunungan Cypress yang biasanya turun salju malah didera hujan. Akibatnya, bukannya menebal, salju di area yang menjadi venue Olimpiade justru mencair.
Helikopter mondar-mandir di Cypress angkut salju (Foto: Adrian Dennis/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Helikopter mondar-mandir di Cypress angkut salju (Foto: Adrian Dennis/AFP)
Cerita tempat penyelenggara Olimpiade Musim Dingin kekurangan salju diprediksi akan meningkat di tahun-tahun ke depannya. Efek rumah kaca yang mulai terjadi sejak Revolusi Industri di paruh akhir abad ke-18 membuat seluruh bumi rata-rata lebih hangat satu derajat celcius.
ADVERTISEMENT
Bahkan, efek yang lebih parah justru dirasakan oleh daerah-daerah pegunungan. Dikutip dari Economist, daerah Pegunungan Alpen yang menjadi destinasi utama olahraga-olahraga musim dingin --termasuk menjadi venue Olimpiade Musim Dingin di 1928 dan 1948-- menjadi yang paling terdampak oleh pemanasan global.
Saat suhu rata-rata bumi meningkat 1 derajat Celcius, suhu di Pegunungan Alpen naik sebesar 2 derajat Celcius. Terlebih, dengan tingkat industrialisasi di negara-negara berkembang baru yang tengah kencang-kencangnya, angka tersebut diprediksi tak punya arah lain selain ke atas.
Penelitian oleh Daniel Scott dari University of Waterloo dan Robert Steiger dari University of Innsbruck pada 2014 soal pengaruh pemanasan global terhadap Olimpiade Musim Dingin juga memaparkan temuan lain yang tak kalah mengkhawatirkan.
ADVERTISEMENT
Keduanya meneliti keadaan iklim dan suhu 19 kota yang selama ini pernah menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin (dari Chamonix, Prancis 1924 sampai Sochi, Rusia 2014), dengan dua skenario International Panel on Climate Change (IPCC). Dua skenario yang dimaksud adalah:
Berdasarkan data tersebut, menurut Scott dan Steiger, hanya akan ada 10 dari 19 kota yang masih bisa digunakan sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Dingin di tahun 2080 nanti apabila digunakan skenario pertama. Enam sisanya tidak memungkinkan secara klimatologi, sementara tiga sisanya berisiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Namun, apabila upaya dunia memerangi pemanasan global gagal dan skenario kedua yang terjadi, hanya akan ada 6 kota saja yang masih bisa menggelar Olimpiade Musim Dingin. Dua lainnya akan berisiko tinggi, sementara 11 lainnya sudah pasti tidak mungkin untuk menggelar Olimpiade Musim Dingin.
Dengan metodologi yang sama, Pyeonghcang (2018) dan Beijing (2022) juga tidak dimungkinkan secara klimatologi menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin di tahun 2080.
Gladi Resik upacara api olimpiade Pyeongchang 2018 (Foto: Alkis Konstantinidis/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Gladi Resik upacara api olimpiade Pyeongchang 2018 (Foto: Alkis Konstantinidis/Reuters)
Menurut Daniel Scott, ketidakmampuan kota-kota tersebut menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin itu dipengaruhi oleh dua faktor. Yang pertama adalah tumpukan salju. Dengan minimum tebal salju mencapai 30 cm, pemanasan global adalah kabar buruk. Yang kedua tentu saja adalah suhu dingin, yang idealnya harus berada di bawah 0 derajat celcius.
ADVERTISEMENT
Tentu saja manusia mencoba berbagai cara untuk menghadapinya. Salah satunya adalah teknologi pembuat salju artifisial. Namun, bagi Scott, ada batasan saat ini bagi manusia dalam berinovasi menghalangi “hilangnya” musim dingin.
“Anda bisa saja membuat salju di suhu yang sedikit lebih hangat, namanya snow production plants. Namun, ketika Anda sudah menaruhnya di bukit, ya mereka sama saja akan mencair seperti salju lain,” ucap Scott, dilansir Public Radio International.
Pertanyaan lanjutan: apakah hanya 19 kota tadi, plus Pyeongchang dan Beijing, kota yang bisa menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin? Alaska, misalnya, bukankah tempat itu akan selalu dingin? Atau Greenland?
“Sangat sulit menemukan tempat yang pas (untuk gelaran Olimpiade Musim Dingin) di dunia sekarang ini,” ucap Robert Steiger, peneliti yang bersama Scott menghasilkan laporan The Future of the Winter Olympics in a Warmer World (2014).
Penginapan Olimpiade Pyeongchang 2018 (Foto: François-Xavier MARIT / AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Penginapan Olimpiade Pyeongchang 2018 (Foto: François-Xavier MARIT / AFP)
Menurutnya, selama ini pun tak pernah mudah. Misalnya saja, Innsbruck, Austria, tempatnya mengajar. Kota tersebut pernah menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin dua kali, yaitu tahun 1964 dan 1976. Menurutnya, kini kotanya tersebut tak akan mampu lagi menangani kehadiran jumlah pengunjung di Olimpiade Musim Dingin modern seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Sederhananya, Innsbruck tak punya fasilitas dan infrastruktur yang cukup untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin lagi. Hal yang sama, menurutnya, terjadi pula di daerah-daerah dingin lain macam Alaska atau Greenland.
“Untuk menyelenggarakan Olimpiade di Greenland, masalahnya adalah, Anda harus punya infrastruktur, kota yang cukup besar, cara mudah untuk ke sana, dan fasilitas-fasilitas lain,” jelas Steiger. Dan Greenland tak punya itu.
Malahan, dengan nada getir, Steiger bertanya apakah 50 tahun lagi olahraga musim dingin masih sedemikian menarik untuk orang-orang.
“Anda mungkin tak akan terbiasa dengan salju di 50 tahun dari sekarang. Pertanyaannya, apa Olimpiade Musim Dingin masih menarik?”
Menarik atau tidak, Tuan Steiger, ada pertanyaan yang lebih penting untuk dijawab: global warming, anyone?
ADVERTISEMENT
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline!