Internasionalisasi Bahasa Indonesia Melalui Pengajaran BIPA

Revanna Dewanti
Saya seorang mahasiswi Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
1 April 2024 16:04 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Revanna Dewanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Internasionalisasi BIPA (sumber : https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Internasionalisasi BIPA (sumber : https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kata Kunci : Internasionalisasi Bahasa Indonesia, Pengajaran BIPA
A. Bahasa Indonesia di Jagad Global
ADVERTISEMENT
Pada 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda yang kedua telah meneguhkan bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan. Secara politik, bahasa Indonesia memiliki kedudukan paling tinggi sebagai bahasa pemersatu bangsa. Hal ini tentu berdampak pada semakin pesatnya perkembangan kajian-kajian tentang bahasa Indonesia, khususnya di luar negeri. Munculnya studi-studi mengenai bahasa Indonesia di banyak perguruan tinggi di luar negeri menjadi penanda bahwa bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu tersebut dipandang penting oleh bangsa asing.
Tidak hanya di dalam negeri, di luar negeri seperti di Jepang, bahasa Indonesia sudah mulai diajarkan di Tokyo University of Foreign Studies (Tokyo Gaikugo Daigaku) pada tahun 1922 dan menjadi bahasa asing kedua setelah bahasa Inggris. Tiga tahun berselang, yaitu pada 1925, giliran Universitas Tenri yang mulai mengajarkan bahasa Indonesia. kemudian oleh Universitas Tenri yang mulai mengajarkan bahasa Indonesia pada tahun 1925. Pada masa itu, tujuan pengajaran bahasa Indonesia di Jepang didasari oleh kebutuhan untuk memperluas wilayah jajahan Jepang di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sejak awal, bahasa Indonesia yang berakar dari bahasa Melayu menjadi bahasa pergaulan, khususnya dalam interaksi antara kaum pedagang di wilayah Nusantara. Letak Indonesia yang berada pada titik persilangan antara Samudera Hindia dan Laut China Selatan membentuk batas antara dua wilayah yang berbeda secara geografi, antropologi, dan ekonomi. Tidak hanya sebagai wilayah transit bagi komoditi yang berasal dari wilayah barat dan wilayah timur, Nusantara juga merupakan wilayah berkumpulnya para pedagang yang datang dari berbagai arah. Kesadaran para pendagang yang datang dari luar kawasan Nusantara tentang pentingnya menjaga hubungan dagang dengan pribumi memunculkan kesadaran untuk mulai mempelajari bahasa Melayu. Hal ini berarti motivasi awal munculnya kesadaran berbahasa Melayu ini adalah motivasi ekonomi.
ADVERTISEMENT
B. Upaya Internasionalisasi Bahasa Indonesia
Menguatnya posisi Indonesia di tengah pergaulan internasional menjadi momentum yang tepat untuk memperkuat status dan posisi bahasa Indonesia di tengah masyarakat dunia. Bahasa Indonesia yang saat ini memiliki penutur jati tidak kurang dari 269 juta jiwa setidaknya menempatkannya sebagai bahasa dengan jumlah penutur terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Hal ini bisa menjadi modal bagi bahasa Indonesia untuk memperluas cakupan wilayah penggunaannya di kawasan ini dan menjadi bahasa pergaulan sebagaimana bahasa Melayu pada abad ke-16. Di lain pihak, seperti yang telah disampaikan sebelumnya, posisi bahasa Indonesia semakin dipertimbangkan dalam ruang pergaulan yang lebih luas, yaitu di tengah bangsa-bangsa selain di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadi semacam peluang atau pintu masuk bagi bahasa Indonesia agar lebih dikenal dan diterima oleh masyarakat dunia. Untuk itulah, pemerintah Indonesia memiliki political will ihwal internasionalisasi bahasa Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah menetapkan pondasi awal dalam mengupayakan hal tersebut dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 44 Ayat 1 yang menyatakan bahwa “Pemerintah meningkatkan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.”
ADVERTISEMENT
Ihwal internasionalisasi bahasa Indonesia juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014. Pasal 1 peraturan ini menyatakan “Pengembangan Bahasa adalah upaya memodernkan bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras bahasa, serta mengupayakan peningkatan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.” Jadi, selain menyebarkan bahasa Indonesia melalui pengajaran BIPA, di saat bersamaan pemerintah melakukan upaya-upaya untuk semakin memperkaya dan menguatkan bahasa Indonesia agar semakin siap menjadi bahasa internasional.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemdikbud mengupayakan peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional dengan menjalankan berbagai program, utamanya ihwal pengajaran BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing). Secara umum, terdapat empat jenis pelayanan yang disediakan dalam mengembangkan BIPA, yaitu (1) pelayanan pengajaran BIPA, (2) pelayanan informasi ke- BIPA-an, (3) Pelayanan informasi kebahasaan, dan (4) pelayanan pengujian bahasa (UKBI). Penyusunan kurikulum, pengayaan buku-buku, serta pelaksanaan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mengajar bagi para pengajar BIPA dilakukan oleh PPSDK (Pusat Pengembangan Strategi Diplomasi Kebahasaan) yang merupakan lembaga di bawah Kemdikbud RI yang khusus membidangi bidang strategi diplomasi melalui bahasa. Selain itu, PPSDK sejak tahun 2015 memiliki program pengiriman tenaga pengajar BIPA ke berbagai negara. Program ini memungkinkan lembaga-lembaga penyelenggara program BIPA di luar negeri memeroleh bantuan tenaga pengajar dari Indonesia. Tidak hanya itu, program ini juga memungkinkan negara-negara yang belum memiliki satu pun penyelenggara program BIPA akhirnya bisa membuka kelas BIPA, sekurang-kurangnya di KBRI atau KJRI setempat, atau bahkan menjalin kerja sama dengan perguruan-perguruan tinggi di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
C. Ihwal Pengajaran BIPA
Pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing berbeda dengan pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur jati. Perbedaan ini membuat pengajaran BIPA, sebagaimana pengajaran bahasa asing lainnya, memiliki karakteristik yang khas. Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing merupakan bahasa kedua bagi pemelajarnya. Karenanya, proses pemerolehan bahasanya berbeda dengan bahasa pertama mereka. Hal inilah yang membedakan pula pendekatan, metode, dan teknik pengajaran BIPA dengan bahasa Indonesia bagi penutur jati. Dengan kata lain, terdapat prinsip-prinsip tersendiri yang harus diperhatikan dalam proses pengajaran bahasa asing, termasuk BIPA.
Sebelum memiliki prinsip-prinsip pengajaran BIPA, kita perhatikan terlebih dahulu prinsip-prinsip pengajaran bahasa yang dikemukakan oleh Rivers dalam Rahmina (2002:8) berikut :
a. bahasa adalah seperangkat kebiasaan.
ADVERTISEMENT
b. ajarkan berbahasa, bukan tentang bahasa.
c. bahasa adalah apa yang dikatakan atau digunakan oleh penutur asli, bukan apa yang dipikirkan oleh seseorang untuk dikatakan.
d. karakteristik bahasa yang satu dengan yang lain berbeda.
Bahasa adalah seperangkat kebiasaan yang karenanya dalam proses pembelajaran bahasa perlu dilakukan pengkondisian agar pemelajar terbiasa menggunakan bahasa target. Tubian merupakan teknik yang paling sering dilakukan di kelas bahasa asing agar pemelajar berkesempatan untuk terus melatih keterampilan berbahasa mereka. Perlu disadari juga oleh pengajar bahwa pengajaran bahasa asing bukanlah kegiatan mengajarkan bahasa melainkan mengajarkan keterampilan berbahasa. Selain itu, pemelajar perlu diberi pemahaman awal bahwa karakteristik setiap bahasa berbeda. Pemahaman ini diberikan agar pemelajar siap manakala menemukan sistem bahasa yang berbeda antara bahasa pertamanya dengan bahasa asing yang akan dipelajarinya.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan prinsip pengajaran bahasa asing pada umumnya, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran BIPA, yaitu (1) proporsi materi keterampilan dan nonketerampilan berbahasa; (2) pertimbangan lintas budaya pemelajar dan pengajar; (3) karakteristik pemelajar; (4) tujuan pemelajar belajar BIPA; (5) penentuan penggunaan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan; (6) penentuan penggunaan media pembelajaran yang efektif; (7) penentuan penggunaan alat evaluasi pembelajaran yang tepat.
D. Aspek Budaya dalam Pengajaran BIPA
Dalam konteks Indonesia, pengajaran budaya jauh lebih kompleks mengingat ada beragam budaya yang dimiliki Indonesia yang sukunya berbeda-beda. Kita memang tidak bisa mengeneralisasi budaya di Indonesia untuk dapat diajarkan kepada pemelajar BIPA. Kita juga tidak bisa hanya mengambil salah satu suku sebagai representasi budaya seluruh masyarakat Indonesia. Di lain pihak, mengajarkan budaya seluruh suku di Indonesia pasti memakan waktu terlalu panjang. Oleh karena itu, budaya yang dikenalkan bisa dimulai dulu dengan hal-hal terkait budaya Indonesia yang bersifat umum, contohnya tidak memanggil orang yang lebih tua dengan hanya memanggil nama. Di Indonesia, aturan ini ada di seluruh tempat sehingga hal itu bisa diajarkan dengan mengatakan bahwa itu budaya Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengingat pentingnya pengajaran budaya dalam pengajaran BIPA, maka sudah dipastikan bahwa kompetensi budaya adalah hal yang mutlak dimiliki oleh para pengajarnya. Selain harus betul-betul memahami budaya Indonesia, pengajar setidaknya juga perlu tahu latar belakang budaya pemelajarnya. Hal ini agar pengajar dapat menemukan di aspek-aspek mana saja terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara budaya Indonesia dengan budaya pemelajar. Sensitifitas ini perlu dimiliki para pengajar BIPA agar bisa mengetahui cara berpikir pemelajar yang artinya bisa mengira-ngira cara pandang mereka ketika mengetahui konsep budaya Indonesia. Selain itu, kompetensi ini juga tentunya penting agar pengajar mampu mengajarkan budaya kepada para pemelajar BIPA.
E. Peluang dan Tantangan
Terutama sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang upaya internasionaliasi bahasa Indonesia, bidang pengajaran BIPA semakin berkembang. Dampak dari hal tersebut, saat ini ada semakin banyak lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal yang menjalankan program BIPA. Bahkan saat ini sudah mulai banyak dari lembaga tersebut yang membuka kelas BIPA daring. Dengan banyaknya pihak yang membuka kelas BIPA, maka jumlah lulusan program BIPA juga semakin bertambah.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, kerja sama di bidang BIPA antara universitas di Indonesia dengan universitas di luar negeri semakin banyak dilakukan. Demikian pula dengan kerja sama antara pemerintah dengan pihak pemerintah di luar negeri atau dengan lembaga penyelenggara BIPA. Hal ini memungkinkan semakin luasnya kemungkinan bertambahnya lembaga penyelenggara BIPA, khususnya di luar negeri.
Selain itu, fakta bahwa kondisi Indonesia mengalami peningkatan di bidang ekonomi juga menjadi pintu peluang yang lebar bagi perkembangan BIPA. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi ini menjadi daya tarik bagi para bangsa asing sehingga berkeinginan melakukan hubungan bisnis dengan orang Indonesia. Interaksi keduanya memunculkan kebutuhan para bangsa asing tersebut untuk mampu berbahasa Indonesia. Dengan demikian, jumlah penutur asing yang berbahasa Indonesia semakin bertambah. Semakin banyak jumlah penutur asing yang berbahasa Indonesia, maka semakin kuat status bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional di dunia.
ADVERTISEMENT
Revanna Dewanti, mahasiswi Akuntansi Universitas Pamulang.