Mengenal Cak Nun Lebih Dekat, Dramawan Dari Kalangan Sufistik

reza kacong
Mahasiswa uin Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Desember 2020 5:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari reza kacong tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Muhammad Ainun Nadjib atau lebih dikenal dengan Emha Ainun Najib dan lebih akrab disapa dengan panggilan Cak Nun merupakan seniman, budayawan intelektual, yang terkenal di Indonesia. Lahir di
ADVERTISEMENT
Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 27 Mei 1953. Beliau merupakan anak ke-empat dari 15 bersaudara. Beliau lahir dari keluarga yang sederhana dengan seorang ayah yang bekerja sebagai petani sekaligus kiai yang memiliki sebuah surau dan seorang ibu yang mengabdi sebagai sebagai ibu rumah tangga.
Sejak usianya masih dini Cak Nun sudah memiliki jiwa sosial yang tinggi. Lingkungan masa kecilnya yang membentuk karakter beliau tumbuh sebagai sosok dengan kepedulian sosial yang begitu besar. Ayah dan ibu beliau adalah tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh sangat besar di masyarakat. Semua masalah maupun keluh kesah masyarakat di sampaikan kepada ayah dan ibunya. Pada masa kecilnya, Cak Nun biasa di gendong sang ibu lalu diajak berjalan-jalan menyusuri kampung tempat tempat mereka tinggal. Sang ibu menanyakan masalah yang di hadapi para tetangga. Misalnya menanyakan adakah yang dimakan pada hari itu, apakah anak-anak mereka sehat, bagaimana dengan sekolah anak-anak mereka. Dari situlah beliau terbiasa peduli kepada orang lain, dan dari situlah diri Cak Nun mulai tumbuh jiwa sosial yang begitu kuat.
ADVERTISEMENT
Di dunia seni beliau pada 1970-an penggunaan jilbab mulai marak. Banyak pada kalangan siswi sekolah umum yang mulai memakai jilbab di sekolah. Tapi, saat itu pemakaian jilbab tak sampai berkembang karena di masa orde baru yang alergi pada penampakan ekspresi keislaman, pada tahun 1982. Bagi beliau pelarangan tersebut adalah pelanggaran atas hak asasi manusia dan karenanya harus diprotes. Kegelisahan tersebut ia tuangkan dalam sebuah karyanya berupa puisi dan dijadikan sebuah lakon teater. Hal tersebut sebagai protes Cak Nun atas kecenderungan orde baru menghalangi umat islam dalam menerapkan syariat Islam dalam keseharian. Lakon tersebut dipentaskan pertama kali di UGM selama dua hari pementasan, Lautan Jilbab ditonton tak kurang dari 5.000 orang. Sebuah gambaran salah satu dobrakan ini menjadikan beliau terkenal sebagai dramawan yang realis-sosialis sekali.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Pendidikan Cak Nun
Tumbuh dewasa, cak nun tidak melepaskan bekal yang diberikan orang tuanya sejak kecil. Dengan jiwa sosial dan ilmu agama Islam yang teguh, Cak Nun di kenal sebagai seorang intelektual yang mengusung napas islami di Indonesia. Beliau kemudian dimasukkan ke pondok pesantren Darussalam Gontor setelah tamat SD. Di pondok pesantren Gontor diasuh oleh K.H. Imam Zarkasyi iru cak nun hanya bertahan selama 2,5 tahun. Boyongnya atau keluarnya Cak Nun kecil bermula dari sebuah aksi protes yang dilancarkan oleh beliau terhadap ketidakadilan petugas keamanan pondok.
Cak Nun yang sejak kecil memang dikenal akan kritisnya itu tidak bisa menahan diri untuk melancarkan sebuah aksi protes yang berujung pada harus keluarnya cak nun kecil dari pondok pesantren Darussalam Gontor. Keluar ponpes Gontor, cak nun kemudian pindah ke yogyakarta dan melanjutkan sekolah di kota pelajar sampi tamat dari SMA Muhammadiyah 1.
ADVERTISEMENT
Lulus dari SMA, cak nun melanjutkan ke jenjang studi berikutnya yakni kuliyah beliau masuk ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, sayang sekali beliau tidak sampai menamatkan kuliyah di sana. Pendidikan formalnya di ptn harus berakhir ketika ia berada di semester 1. Cak Nun kemudian menghabiskan waktunya di Malioboro antara tahun 1970-1975an. Dari sini Cak Nun mulai mengenal dan mendalami dunia sastra. Meninggalkan ilmu ekonominya Beliau memilih untuk mempelajari sastra dari seorang sufi yang hidupnya sangat misterius dan juga sangat mempengaruhi perjalanan Cak Nun yakni Umbu Landu Paranggi.
Karir Cak Nun di Teater Dinasti
Ujung akhir tahun 1970-an, Cak Nun mulai masuk ke ranah penulisan naskah drama. akan tetapi, teater Dinasti-lah yang secara progresif mementaskan karya-karyanya, khususnya pada awal 1980-an. Berikut beberapa karya beliau yang pernah dipentaskan oleh teater Dinasti, diantarnya:
ADVERTISEMENT
• Geger Wong Ngoyak Macan (1982)
• Patung Kekasih (1983)
• Keajaiban Lik Par (1984)
• Mas Dhukun (1986)
• Calon Drs. Mul (1987)