Metamorfosis Negeri Matahari Terbit

Riandhika Syah Putra
Riandhika Syah Putra lahir 02 Februari 2001. Saat ini sebagai mahasiswa prodi Pendidikan Sejarah di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang dan freelancer ilustrasi di fiverr dan artist&client.
Konten dari Pengguna
29 Mei 2022 9:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riandhika Syah Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : gambar pribadi buatan sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : gambar pribadi buatan sendiri
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Produk teknologi adalah salah satu kebutuhan yang bisa dibilang seolah-olah masuk dalam kebutuhan primer dikarenakan perkembangan jaman, kita sebagai manusia modern pastinya tidak bisa terlepas dari kebutuhan akan listrik, benda elektronik, dan kendaraan bermotor, apalagi saya yang selalu menggunakan motor untuk kuliah dan komputer untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Namun saya memperhatikan banyak teknologi ini banyak yang diproduksi dari negara asia timur baik itu Cina, Korea selatan, dan Jepang. Dan untuk kasus Jepang, mereka memulai kesuksesan dipasar teknologi terlebih dahulu dibandingkan Cina dan Korea. Jepang menguasai pasar teknologi dunia terutama di Indonesia sangat kentara terutama di bidang otomotif serta barang elektronik rumah tangga dengan industri masif dan pabrik-pabriknya yang juga tersebar ke beberapa negara.
Namun hal yang cukup mencengangkan dari kemajuan ini adalah kemajuan di bidang teknologi dan ekonomi Jepang mencapai puncaknya tak lama setelah mereka dipermalukan karena kalah pada perang dunia 2. Dalam waktu kurang dari 20 tahun mereka bangkit dari sisa-sisa puing kota mereka yang sudah ludes dan industri mandek berubah menjadi, negara dengan ekonomi terkuat di dunia bersanding dengan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Periode keajaiban ekonomi ini jika di tilik kembali pada masa rekonstruksi Jepang pada tahun 1946-1954, pada masa ini ekonomi dan industri mulai tumbuh kembali setelah porak poranda karena perang, pada masa ini fokus utama Jepang adalah untuk rekonstruksi ekonomi dan pendidikan, belum ada niatan untuk ekspansi industri ke luar negeri. Namun ada peristiwa yang membuat Jepang mendapat angin segar, saat terjadinya perang Korea, Amerika menyadari bahwa pengiriman logistik ke Korea akan lebih murah jika pabrik-pabrik di Jepang dihidupkan kembali, hal ini membuat pemulihan ekonomi Jepang menjadi lebih cepat dikarenakan Amerika menginvestasikan cukup banyak dana ke Jepang.
Setelah masa rekonstruksi Jepang selesai pada 1954, masuk masa keemasan ekonomi Jepang yakni pada periode 1954-1972. Pertumbuhan sangat besar sampai-sampai pertumbuhan riilnya pada periode 1960-an selalu diatas 10% jauh diatas negara-negara lain di jamannya terutama Asia, pada periode 1950an pun pertumbuhan riil sudah mencapai 8,8%.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini, industri elektronik dan otomotif melejit, menjadikan Jepang menjadi, kekuatan ekonomi terkuat kedua setelah Amerika pada saat periode perang dingin. Selain itu Jepang pada periode keemasan tersebut juga mengalami bonus demografi sehingga mendapat keuntungan dari pekerja-pekerja produktif.
Periode keemasan ekonomi Jepang baru berakhir pada periode 1990an-2000an karena penurunan populasi generasi muda, namun meski begitu efek dari pertumbuhan ekonomi yang luar biasa ini masih terasa sampai sekarang, hal ini juga yang menyebabkan Jepang menyandang gelar negara maju sampai sekarang.
Dengan melihat pengalaman-pengalaman yang dialami Jepang dalam periode keemasan tersebut, saya berpikir kenapa kita tidak bisa maju seperti mereka dengan kondisi start yang sama pada 1940an-1950an, tidak perlu setara Jepang lah, kenapa kita tidak bisa setara dengan korea, cina, taiwan, singapura, bahkan malaysia dalam pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut ?
ADVERTISEMENT
ya walau Indonesia sudah mengejar ketertinggalan, bahkan indonesia merupakan salah satu kekuatan regional ASEAN, rasanya terkesan terlambat bagi saya, tapi kita dapat memakluminya jika mengingat gejolak di dalam negeri pada periode 1960-1990an yang membuat investor takut. Selain itu karena Indonesia yang heterogen membuat kebijakan selalu terkendala karena perbedaan budaya. Saya hanya berharap Indonesia akan terus berkembang kedepanya dan akan setara dengan negara-negara Asia timur.