Ketika DPR dan Golkar di Bawah Kendali Seorang Tahanan

Richard Andika
Journalist at the other media
Konten dari Pengguna
24 November 2017 21:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Richard Andika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
JAKART - Setya Novanto belum juga dicopot menjadi Ketua DPR RI atau Ketua Umum Partai Golkar meski sudah ditahan KPK atas dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai DPR masih di bawah kendali Setya Novanto meskipun dia sudah di dalam tahanan.  "Itu membuat citra DPR buruk. Karena mereka mau saja dikendalikan dan mengikuti perintah dari seorang yang justru sebagai pelaku pelanggaran kode etik," ujar Lucius ewat sambungan telepon, Jumat, 24 November 2017. Menurutnya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sangat sulit sekali diharapkan sebagai lembagai yang sesuai dengan fungsinya menjadi penegak etika atau menjaga etika anggota DPR. "Salah satu penyebabnya ya karena MKD itu sendiri terdiri dari fraksi-fraksi partai," kata Lucius. Kehati-hatian MKD untuk mengganti Ketua DPR Setya Novanto itu tak lepas dari sikap partai politik, fraksi partai, dan anggota DPR. Lucius mengatakan mereka tidak tegas menyikapi kasus korupsi yang melibatkan Setya Novanto. Selain itu, menyikapi hasil rapat pleno DPP Partai Golkar yang memutuskan mempertahankan Setya Novanto sebagai Ketua Umum, Lucius menilai adanya anomali dan ironi. "Mereka mau saja diperintah oleh seseorang yang nyata-nyata seorang tahanan. Ketidakberanian mereka untuk mengganti Ketua Partai yang jelas-jelas sebagai seorang tahanan, itu menunjukan bahwa pengaruh Novanto masih cukup besar," ungkap Lucius. Diketahui, Setya Novanto telah mengirimkan surat dari dalam tahanan dan menunjuk Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menjadi Pelaksana tugas Ketua Umum Golkar.  Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR diketahui juga menunda rapat konsultasi dengan seluruh pimpinan fraksi membahas dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto. Penundaan dilakukan lantaran tak lengkapnya pimpinan fraksi yang bisa hadir. Setya Novanto juga mengirim surat kepada pimpinan DPR meminta diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa dirinya tak bersalah dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Dia berharap tak dicopot, baik sebagai Ketua DPR maupun sebagai anggota Dewan. Dia juga meminta tidak diadakan rapat pleno sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan dirinya.
ADVERTISEMENT
Writter: Richard