3 Faktor yang Harus Dimiliki Suatu Negara dalam Perang Dagang Global

Ricky Suwarno
CEO dan Pendiri Karoomba Asia. Anggota Asosiasi untuk Kecerdasan Buatan China (CAAI)
Konten dari Pengguna
4 Juli 2019 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ricky Suwarno tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Ricky Suwarno
23 Juni 2019
Perang Dagang Amerika Serikat (AS)-China tidak akan reda dalam waktu dekat. Ekspor tidak bisa lagi jadi andalan. Baik AS maupun China saling berbalas menaikkan tarif produk impornya. Dan belum menemukan kata sepakat sampai pertemuan G2, yang belum lama ini digelar di Osaka, Jepang.
Perbedaan dalam SDM adalah salah satu kekayaan yang harus dimanfaatkan secara baik dalam persaingan global
Negara yang lemah fondasi ekonomi dan ekspornya jadi ikut kembang-kempis menanti kepastian dari dua penguasa ekonomi dunia ini. Dampaknya, permintaan dan harga barang ikut lesu. IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global tahun ini sekitar 3,3% atau turun 0.2 poin dari estimasi.
ADVERTISEMENT
Ada tiga faktor yang menentukan kemampuan suatu negara untuk terus menjadi kompetitif dalam arena persaingan global terutama dalam perang dagang yang tidak kunjung padam.
Pertama, teknologi. Termasuk teknologi perangkat keras, teknologi perangkat lunak dan manajemen. Manajemen merupakan bagian dari teknologi dan sangat penting. Indikator untuk mengukur teknologi tidak hanya bergantung pada produk yang dihasilkan. Tetapi juga pada jumlah total investasi litbang di suatu negara, proporsi ekonomi secara keseluruhan, serta efisiensi litbang itu sendiri.
Faktor kedua, bakat atau talenta. Perlu mekanisme pelatihan bakat yang baik untuk menjadi pemimpin secara teknologi. Karena itu, sangat penting bagi Presiden Jokowi untuk melatih lebih banyak talenta insinyur di perguruan tinggi.
Ketiga adalah toleransi. Toleransi adalah hal institusional. Yang terkandung dalam semua aspek. Seperti nilai-nilai, kebijakan, dan cara melakukan sesuatu. Toleransi sangatlah penting bagi suatu negara, termasuk Indonesia, yang Bhinneka Tunggal Ika, dari Sabang sampai Merauke.
ADVERTISEMENT
Karena karakteristik dasar dari bakat adalah bahwa mereka sangat fleksibel, mereka suka bertanya, sangat memilih, dan sangatlah inovatif. Sejarah menunjukkan, hanya lingkungan yang sangat toleran yang dapat menampung bakat. Dan bahkan terus menarik talenta negara lain untuk mengalir ke sini.
Misalnya, Silicon Valley, pusat inovasi Amerika Serikat ataupun Zhongguancun, pusat inovasi China. Mengapa China bisa membangun negaranya begitu cepat dalam 40 tahun ini? Dari negara terbelakang, sampai menjadi negara perekonomian kedua terbesar dunia. Semuanya, terletak pada satu kata 'toleransi'.
Negara yang radikal, atau kurang toleran ditakdirkan menjadi negara terbelakang. Karena mereka tidak bisa menerima perbedaan. Dan tentu saja, kerugian terbesar adalah negara itu sendiri.
Sebenarnya, daya saing utama suatu negara adalah mampu menyediakan produk non-material. Seperti sains dan teknologi. Budaya dan seni, termasuk gaya hidup.
ADVERTISEMENT
Just like grandma says, “Tidaklah sulit untuk menyediakan produk-produk material. Tetapi, bagi negara yang mampu menyediakan produk-produk non-material kepada dunia adalah hal yang paling noble. Paling luar biasa. Karena ini akan mengubah politik, ekonomi, sosial, gaya hidup dan manajemen manusia.”
https://artificialintelligenceindonesia.com/
Ilustrasi kerjasama. (pixabay)