Ceramah DN Aidit di Universitas Indonesia

Rifaldi Apinino
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
13 Oktober 2021 14:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifaldi Apinino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
DN Aidit Foto: Dok. Kemdikbud
zoom-in-whitePerbesar
DN Aidit Foto: Dok. Kemdikbud
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tahun 1964 Universitas Indonesia merayakan Dies Natalis yang ke-14. Dalam acara tersebut Aidit diundang untuk memberikan ceramah. Ketika itu ia menjabat sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dalam Kabinet Kerja IV periode 1963-1964. Sebagai pejabat negara, Aidit bertugas menyampaikan seri ceramah Nasakom dalam rangka pengintegrasian Perguruan Tinggi dengan masyarakat. Ceramah tersebut bertema “Fungsi Universitas dalam Revolusi Indonesia”, disampaikan malam hari tanggal 16 Maret 1964.
ADVERTISEMENT
Tidak heran mengapa tema “Revolusi Indonesia” menjadi utama. Sejak memasuki tahun 1959 (awal masa Demokrasi Terpimpin), Presiden Sukarno selalu mengatakan bahwa revolusi belum selesai. “Dalam pidato peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1959, Sukarno menyerukan dibangkitkannya kembali semangat revolusi,” tulis M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004.
Apa yang diutarakan tentu berdasar pada situasi yang terjadi. Saat itu Indonesia sedang dihadapkan pada sengketa wilayah Malaysia dan Irian Barat. Sukarno menganggap keduanya merupakan proyek neokolonialisme dan imperialisme untuk melemahkan Republik Indonesia. Oleh karenanya semangat revolusi perlu digelorakan kembali.
Sikap politik Sukarno yang menentang imperialisme dan penerapan ajaran Nasakom (Nasionalis, Agamis, dan Komunis) telah memberi ruang gerak yang leluasa bagi Aidit dan partainya—Partai Komunis Indonesia. Sehingga wajar jika Aidit mendapat tempat di pemerintahan sebagai wakil dari unsur komunis. Dari sini ia mulai banyak terlibat dalam pelaksanaan program pemerintah, termasuk memberikan ceramah Nasakom di berbagai universitas.
ADVERTISEMENT

Ilmu Untuk Rakyat

Pada pembukaan ceramah di Universitas Indonesia, Aidit langsung melontarkan kritik tajam. Ia mengatakan dengan sinis bahwa di Indonesia masih banyak yang menganggap universitas adalah menara gading yang tidak boleh menenggelamkan dirinya dalam urusan masyarakat. Pemikiran semacam ini menurutnya perlu dihilangkan dengan pengintegrasian, “Jika universitas di negeri kita benar-benar berhasil mengintegrasikan diri dengan masyarakat, maka akan berakhirlah untuk selama-lamanya sifat perguruan tinggi kita sebagai menara gading,” ucap Aidit yang tertera dalam Majalah Ilmu Marxis berjudul Fungsi Universitas dalam Revolusi (hal. 14).
Sebagaimana pandangan seorang komunis, Aidit menekankan pentingnya ilmu untuk memajukan kehidupan rakyat. Kemajuan ini tentu perlu ditempuh melalui jalur revolusi. Dalam tulisannya berjudul Masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia (Soal-soal Pokok Revolusi Indonesia) (1964), Aidit mengatakan bahwa pembebasan nasional dan perubahan demokratis belum terlaksana di Indonesia. Oleh karena itu, revolusi nasional demokratis harus dilanjutkan dan universitas mesti berpihak pada hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Apa yang disampaikan Aidit berlandaskan pada pandangan bahwa masih banyak universitas yang belum ‘seirama’ dengan langkah revolusi. Sehingga hal tersebut tidak memungkinkan untuk membentuk mahasiswa menjadi kader revolusioner. Ia mengambil beberapa contoh, misalnya, sarjana ilmu hukum yang selalu menganut ideologi hukum kolonial akan ragu-ragu dalam melakukan perombakan perundang-undangan secara radikal untuk kepentingan revolusi.
Selain hukum, persoalan lain yang dikemukakan oleh Aidit adalah perkara ekonomi. Ia menyesalkan pembelajaran ekonomi di universitas yang berorientasi barat dan tidak sesuai dengan tujuan Deklarasi Ekonomi Indonesia. Menurut Aidit pembelajaran ekonomi yang bersumber pada buku-buku barat adalah racun. “Saya menyarankan: daripada sibuk-sibuk dan membuang waktu untuk menerjemahkan buku-buku yang mengandung racun itu, akan lebih berguna jika sarjana-sarjana ekonomi kita menulis buku yang menganalisa ekonomi Indonesia secara tepat, yang menunjukkan bagaimana sisa-sisa imperialisme dan hubungan feodal merintangi pembangunan… Sudah waktunya para sarjana kita menggunakan otaknya sendiri guna memecahkan problem-problem negerinya sendiri,” terang Aidit dalam Fungsi Universitas dalam Revolusi (hal. 24).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, Aidit berharap bahwa sarjana ekonomi sanggup membangun ekonomi nasional yang kuat terbebas dari teori-teori borjuis yang membenarkan dan mempertahankan ekonomi pada imperialisme dan monopoli besar asing.
Setelah melontarkan berbagai kritik, Aidit merumuskan bahwa universitas perlu dijadikan tempat mendidik sarjana yang revolusioner. Yang mengerti arah revolusi Indonesia. Setidaknya, terdapat lima poin khusus yang dipaparkan oleh Aidit.
Pertama, semua pelajaran dan jurusan di Perguruan Tinggi harus diberikan satu tujuan khusus. Tujuan tersebut tidak lain adalah penyelesaian revolusi Indonesia, penghapusan sisa-sisa imperialisme dan feodalisme. Kedua, pendidikan perlu disesuaikan dengan pola pembangunan. Aidit menegaskan bahwa Indonesia perlu memiliki tenaga ahli untuk mengerjakan proyek pembangunan dan ilmu yang didapat mampu digunakan sebaik-baiknya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, haluan negara berupa Manipol-USDEK (Manifesto politik, Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) harus diajarkan secara tepat dan menyeluruh oleh universitas guna membentuk mahasiswa yang revolusioner dan ahli. Keempat, universitas harus membuka kesempatan yang luas bagi anak-anak dari kalangan buruh dan tani untuk mendapat akses pendidikan. Hal ini dianggap oleh Aidit karena anak-anak tersebutlah yang paling memenuhi syarat untuk dijadikan sarjana yang revolusioner dan konsekuen.
Kelima, dan yang terakhir adalah pentingnya Marxisme diajarkan di universitas. Pengajaran tersebut harus dilakukan oleh guru yang juga Marxis, bukan dari orang ataupun buku borjuis yang menolak Marxisme. Menurut Aidit, bagaimanapun Marxisme adalah metode ilmu yang objektif, yang perlu dipakai di setiap bidang pengetahuan, baik itu ilmu sosial maupun ilmu alam.
Ilustrasi Universitas Indonesia. Foto: Shutter Stock
Pada bagian akhir ceramah, Aidit kembali menegaskan pentingnya mengamalkan ilmu. Ilmu yang sudah didapat oleh para mahasiswa atau sarjana harus digunakan untuk mengonsolidasikan hasil revolusi dan melapangkan jalan bagi tujuan revolusi yang belum tercapai. ”Jika mau menjalankan fungsinya dalam revolusi, maka ilmu dan universitas harus dipimpin oleh politik yang tepat, oleh politik revolusioner, oleh politik Manipol, pendeknya politik yang ilmiah,” ucap Aidit termuat dalam Fungsi Univeristas dalam Revolusi (hal. 35).
ADVERTISEMENT
Daftar Referensi
Aidit, DN. 1964. Fungsi Universitas dalam Revolusi. Dalam Majalah Ilmu Marxis, Jakarta: Yayasan Pembaruan.
_______. 1964. Masyarakat Indonesia dan Revolusi Indonesia (Soal-soal Pokok Revolusi Indonesia). Jakarta: Yayasan Pembaruan.
Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi.
Sukarno. 1963. Dekon Dalam Ujian. Jakarta: Yayasan Pembaruan.