news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

EBT di Indonesia: Potensi Melimpah, Pemanfaatan Kurang Optimal

Rifdillah Zulafa
Mahasiswa Teknik Elektro Universitas Brawijaya, Magang di Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral
Konten dari Pengguna
25 Februari 2022 12:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rifdillah Zulafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan total 17 ribu pulau, hal tersebut membuat Indonesia memiliki keterbatasan dalam accessibility untuk pengadaan jaringan listrik karena antar pulau memiliki jarak yang cukup jauh dan dipisahkan oleh wilayah perairan. Namun, dibalik keterbatasan accessibility, terdapat potensi energi yang melimpah di Indonesia. Hal ini tentunya membuat Indonesia kaya akan sumber daya alam.
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri gap antara potensi energi baru terbarukan dengan potensi energi yang telah dimanfaatkan masih jauh perbedaannya. Penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi pun masih mendominasi di Indonesia. Lantas, apakah langkah-langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia?
Dari data yang disampaikan oleh Ibu Dr. Sripeni Inten Cahyani selaku Tenaga Ahli Menteri Energi Sumber Daya Alam Dan Mineral Bidang Ketenagalistrikan tahun 2019, luas wilayah Indonesia sebesar 1.811.570 km2 dan produksi listrik sebesar 278,9 TWh dengan rincian sumber coal, gas dan oil sebesar 245,8 TWh yang mana penggunaan energi tak terbarukan untuk pembangkit listrik masih mendominasi di Indonesia dan sisanya sebesar 16,5 TWh yang dihasilkan oleh hidro, lalu potensi angin untuk pembangkit listrik sebesar 1,4 TWh, biomassa menghasilkan sebesar 13,7 TWh dan pemanfaatan energi matahari untuk solar panel masih kurang dari 0,01.
ADVERTISEMENT
Konsumsi energi listrik per kapita pada tahun 1985 sampai dengan 2020 di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, Thailand. Konsumsi energi listrik per kapita di Indonesia sebesar 1.039 di tahun 2019. Berbeda dengan negara Korea Selatan yang meningkat drastis konsumsi energi listrik per kapitanya. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, bisa dari faktor industri, perekonomian dan yang lainnya.
Jika dilihat dari data kapasitas pembangkit listrik atau supply energi, pemanfaatan solar panel sebagai pembangkit listrik masih sangat rendah yaitu hanya 80,23 MWp dari total potensi energi matahari sebesar 207,8 GW yang artinya pemanfaatan solar panel ini masih 0,03%. Sangat disayangkan, potensi energi matahari di Indonesia yang sangat melimpah tetapi pemanfaatannya belum seberapa. Hal ini mendorong seluruh stakeholder energi untuk mewujudkan transisi energi dan mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 mendatang.
Sumber : Dokumentasi Pribadi
Pemerintah menargetkan 23% energi terbarukan di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050 bukan tanpa alasan, hal tersebut berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 8% karena rata-rata pertumbuhan ekonomi sebelum adanya pandemic Covid-19 sebesar 7-8% namun karena pandemic ini hadir diluar dugaan dan ekspektasi pemerintah sehingga pertumbuhan ekonomi saat ini berada di angka 5-6%.
ADVERTISEMENT
Bukan hal yang tidak mungkin untuk Indonesia mencapai bauran energi terbarukan 23% di tahun 2025, pemerintah dan stakeholder energi sedang berupaya untuk mewujudkan hal tersebut. Pemerintah mendorong transisi energi dengan menggandeng mahasiswa melalui program Gerilya untuk membangun PLTS per satu batch atau 6 bulan minimal 200 kWp.
Selain melakukan upaya-upaya transisi energi, kita juga harus memperhatikan kondisi. Karena kalau tidak, akan terjadi over supply di Indonesia. Apabila terjadi over supply maka cara untuk menguranginya adalah ekspor listrik, namun untuk ekspor listrik ke negara tetangga seperti Singapura ada syarat dan ketentuan yang berlaku.
Untuk syarat dan ketentuan yaitu sistemnya harus andal artinya untuk gangguan listrik harus dalam hitungan menit, namun kenyataannya di Indonesia gangguanya masih berjam-jam, selain itu Singapura mau membeli listrik di Indonesia apabila listriknya green energy artinya tidak menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Oleh karena itu dalam transisi energi kita juga harus memperhatikan kondisi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Untuk mewujudkan transisi energi sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder energi seperti pemberhentian pembangunan PLTU batubara di Indonesia. Selain itu, ada program yang berkaitan dengan renewable energy yaitu Gerilya yang mana goals dari program ini adalah mewujudkan 23% energi terbarukan di tahun 2025. Dan saat pandemi berubah menjadi endemi, diharapkan pertumbuhan ekonomi kembali seperti dahulu yaitu pertumbuhannya sekitar 7-8%. Dengan hal itu, maka transisi energi dapat segera dilakukan dan bauran energi di tahun 2025 sebesar 23% dapat tercapai.
Indonesia dikaruniai banyak sekali sumber daya alam seperti energi matahari, angin, air dan masih banyak lagi yang tentunya tidak dimiliki oleh semua negara di dunia. Indonesia memiliki room untuk energi terbarukan tinggal bagaimana kita saling bahu-membahu untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya hal tersebut, maka Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara yang lainnya dan bukan tidak mungkin Indonesia menjadi negara maju seperti Jepang. Untuk saat ini tidak mengapa jika kita masih menggunakan batubara sebagai sumber energi listrik, tetapi pemanfaatan energi terbarukan harus tetap dikembangkan agar nantinya mencapai keseimbangan dan secara perlahan dapat beralih menuju green energy.