Menyebar Kabar Proklamasi ke Penjuru Negeri

17 Agustus 2017 9:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
“Saudara-saudara setiap hari sudah bekerja keras, tetapi Saudara masih harus tetap melanjutkan sebuah tugas baru, yaitu memperbanyak teks proklamasi dan menyebarluaskannya ke seluruh penjuru Indonesia sebanyak-banyaknya,” pesan Hatta kepada beberapa pemuda wartawan usai perumusan naskah proklamasi.
ADVERTISEMENT
Mereka yang kebetulan bekerja di Kantor Berita Domei milik pemerintah Jepang diminta untuk segera mengirimkan surat kawat mengenai berita proklamasi ke seluruh dunia.
Hari itu, 17 Agustus 1945 pukul 04.00 WIB, naskah proklamasi telah selesai diketik dan ditandatangani. Langkah menuju kemerdekaan tinggal sejengkal. Perdebatan dan ketegangan selama dua hari telah melalui titik kulminasi.
Ahmad Soebardjo mengenang suasana pagi itu dengan menulis, “Fajar, 17 Agustus 1945, segera muncul di kaki langit sebelah timur… Kami saling memberikan ucapan selamat atas suksesnya tugas saat itu. Namun, dalam hati kecil saya masih tersisa sebuah kesadaran, tugas belum selesai... ”
Tugas baru yang menanti adalah memproklamasikan kemerdekaan dan, tentu saja, menyebarluaskannya.
Suasana Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945 (Foto: Dok. Kemendikbud)
Apa guna membacakan proklamasi kemerdekaan jika tak diketahui rakyat dan tak didengar dunia?
ADVERTISEMENT
Para pemuda segera bergerak membagi tugas demi menyiarkan berita proklamasi. Kekhawatiran apakah Sukarno dan Hatta akan berhasil membacakan proklamasi, menyelinap di hati mereka.
Was-was atas apa yang akan terjadi, terlebih mengingat Jepang harus menjaga status quo di negeri jajahannya, para pemuda bergerak cepat.
Pandu Kartawiguna bercerita bahwa Pengoeloe Loebis dan Rahmat Nasution, atas permintaan Adam Malik, dibantu Markonis Wua dan Markonis Soegirin (markonis: teknisi penyiaran), menyiarkan berita proklamasi di antara berita-berita yang telah melewati Hodohan (sensor Jepang).
Ketika berkumpul di rumah Sjahrir, Pandu bercerita, “Berita tersebut disebarkan lewat pemancar Domei sekitar satu jam sebelum Sukarno membacakan proklamasi di Pegangsaan Timur.”
Penyiaran berita proklamasi sengaja dilakukan lebih cepat untuk berjaga-jaga. Sebab dengan begitu, Sukarno dan Hatta (terpaksa) akan tetap membacakan proklamasi. Sementara jika pemerintah Jepang melarang, berita proklamasi kadung tersebar di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Tiga jam setelah disiarkan, pasukan kempeitai (polisi militer Jepang) menyerbu kantor berita Domei dan menangkap Soegirin.
“Saya diciduk, langsung diseret ke markas besar Kempeitai di Jalan Gambir Barat. Selama berada di dalam tahanan, saya tidak mendapat jaminan hukum, malah setiap hari digebuki Kempeitai,” cerita Soegirin kemudian hari.
BM Diah, Salah Satu Penyebar Berita Proklamasi (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Burhanudin Mohamad Diah, wartawan yang bekerja di harian Asia Raya, pagi itu segera bersepeda menuju Percetakan Siliwangi di Pecenongan. Berbekal tulisan tangan Sukarno yang dikantonginya, Diah memperbanyak teks proklamasi tersebut.
“Saya terpaksa memakai teks asli yang ada di saku baju sebagai bahan acuan,” ujar Diah, dikutip dari buku Djakarta 1945: Awal Revolusi Kemerdekaan.
Demi menjaga keamanan jalannya proklamasi, Shodanco Abdul Latief Hendraningrat menyiapkan sekompi pasukan PETA (Pembela Tanah Air). Pasukan tersebut ditempatkan di area belakang rumah Sukarno, tepat di tanggul rel kereta api.
ADVERTISEMENT
Jalan menuju Pegangsaan Timur pun ditutup. Sadar bahwa persenjataan PETA sangat terbatas, Barisan Pelopor yang bersenjatakan golok dan bambu runcing turut disiagakan.
Semua bertekad menjamin keberlangsung proklamasi, at all costs. “Meski secara militer banyak sekali kekurangannya, saat itu kami bertekad untuk melawan seandainya Jepang berani mengganggu acara,” tutur Latief.
Sementara persiapan proklamasi di rumah Sukarno yang sejak pagi dipenuhi kesibukan, dibantu oleh Soediro mulai dari tiang bendera hingga susunan acara.
Di halaman rumah, dengan sebilah bambu yang menjadi tiang tempat bendera Merah Putih dikibarkan, tanpa petugas upacara dengan seragam khusus, mikrofon dan pengeras suara hasil pinjam, serta bendera yang baru saja selesai dijahit tangan dari kain pemberian, proklamasi berlangsung. Sederhana dan penuh gotong royong.
ADVERTISEMENT
Itulah rupa proklamasi Indonesia seperti tergambar dalam tiga adegan yang berhasil diabadikan oleh Frans Mendur, satu-satunya fotografer kemerdekaan Indonesia.
Pengibaran bendera merah putih. (Foto: Wikimedia Commons.)
Proklamasi tak hanya berlangsung di Pegangsaan Timur 56, rumah Sukarno.
Para mahasiswa dan pemuda yang bermarkas di Asrama Prapatan 10 menggelar upacara secara paralel. Aboe Bakar Lubis, menceritakan bahwa segera setelah perumusan naskah proklamasi usai, Chaerul Saleh datang ke Asrama Prapatan 10 menunjukkan naskah yang akan dibacakan pukul 10.00 pagi itu.
Untuk mengantisipasi terjadinya bentrokan, para pemuda memutuskan melangsungkan upacara secara paralel.
“Tepat sewaktu proklamasi dibacakan di Pegangsaan Timur, hal yang sama juga dilakukan di asrama kami: lengkap dengan upacara menaikkan bendera Merah Putih dan menyanyikan Indonesia Raya,” cerita Aboe Bakar Lubis.
ADVERTISEMENT
Gema proklamasi di hari Jumat itu lekas tersebar.
Riwu Ga, orang kepercayaan Sukarno sejak di Ende, Flores, ditugaskan untuk meneriakkan proklamasi dan Indonesia Merdeka ke seluruh Jakarta. Maka dengan membawa bendera Merah Putih dan menggenggam megafon, Riwu berkeliling Jakarta meneriakkan kemerdekaan Indonesia, meski terancam dicegat hingga ditembak kempeitai.
Pukul 11.00 siang, berita proklamasi telah sampai ke Bandung, Jawa Barat, melalui sambungan telepon. Saat itu Daidanco Kasman Singodimedjo menerima kabar tersebut. Dengan lekas ia menyebarkannya kepada Daidanco (komandon batalion) lain yang ikut serta dalam acara Commander’s Call PETA.
Di Semarang, Jawa Tengah, berita proklamasi disiarkan oleh Masjid Besar Semarang menjelang sembahyang Jumat.
“Umat yang hadir semuanya sangat terkejut karena yang pertama terdengar dari pemancar masjid bukan suara azan, melainkan Proklamasi Kemerdekaan,” tulis majalah Intisari edisi September 1965.
ADVERTISEMENT
Di Surabaya, Jawa Timur, naskah proklamasi disebarkan oleh koran harian Soeara Rakjat melalui buletin istimewa terbatas sejak pukul 12.00, namun baru ramai diketahui masyarakat keesokan harinya.
RM Bintarti dan Sutomo (Bung Tomo) selaku Wakil Pemimpin Redaksi Kantor Berita Domei Surabaya menyiarkan berita proklamasi menggunakan bahasa Jawa. Hal itu dilakukan demi menghindari sensor balatentara Jepang.
Malam harinya, Radio Hosokyoku menyiarkan berita kemerdekaan menggunakan bahasa Madura. Pemilihan bahasa lokal itu kemudian diadopsi oleh media cetak ketika menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan. Salah satu alasannya, cara ini lebih manjur untuk lolos dari pengawasan Jepang.
Dari media cetak, para pemuda di daerah kemudian menyebarkan proklamasi ke berbagai pelosok: menempelkan pamflet hingga menuliskan di tembok-tembok.
Coretan usai Proklamasi: WE ARE A FREE NATION. (Foto: Kemdikbud)
Di Bukittinggi, Sumatera Barat, berita proklamasi baru disebar keesokan harinya, 18 Agustus. Meski begitu, sejak Jumat malam, pegawai kantor pos dan telegram kantor cabang Domei telah menerima salinan teks proklamasi.
ADVERTISEMENT
Sjamsoeddin Lubis, pegawai kantor cabang Domei, mengisahkan bahwa salinan teks proklamasi itu langsung diperbanyak. Dengan hati-hati, pada tengah malam, para pegawai dan wartawan bergerilya menempelkan berita proklamasi kemerdekaan di berbagai lokasi strategis di seluruh penjuru kota.
Respons terhadap berita proklamasi antara percaya dan tak percaya, antara desas-desus dan harapan. Hingga akhirnya pada 29 Agustus 1945, Mohammad Sjafe’i, tokoh pendidik terkemuka di Sumatera, membacakan teks proklamasi di Padang Panjang.
Teks proklamasi yang dibacakan oleh Sjafe’i disertai pengakuan kesatuan Sumatera sebagai bangsa Indonesia yang merdeka.
Meski proklamasi telah dibacakan, tak serta-merta seluruh wilayah kesatuan merdeka. Jalan kekerasan fisik hingga diplomasi melalui berbagai perjanjian masih terus diupayakan.
Hingga setelah pengakuan kemerdekaan oleh Belanda di akhir tahun 1949, setelah 72 tahun proklamasi dirayakan, kemerdekaan masih (akan) terus diupayakan.
Pawai menyambut Proklamasi Kemerdekaan RI. (Foto: perpusnas.go.id)
Untuk anda yang punya cerita menarik seputar riwayat Proklamasi Kemerdekan Indonesia, atau #Momentum72 tahun Indonesia merdeka saat ini, atau bahkan soal perlombaan 17 agustusan unik di lingkungan sekitar, sila berbagi cerita via akun kumparan.
ADVERTISEMENT
Jika belum punya akun kumparan, bisa langsung buat dengan mudah. Klik panduan berikut: Q & A: Cara Membuat Akun & Posting Story di kumparan
Jangan lupa masukkan topik Momentum 72 saat mem-publish story ;)
------------------------
Ikuti kisah-kisah mendalam lain dengan mem-follow topik Liputan Khusus di kumparan.