Kebaikan yang Menularkan Cita-cita

Rina Anita Indiana
Universitas Bhayangkara Surabaya. Brevet ABC Perpajakan. Bersertifikat Konsultan Pajak B. Kuasa Pengadilan Pajak.
Konten dari Pengguna
15 September 2021 18:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
18
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Anita Indiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
sumber : Unsplash
ADVERTISEMENT
Aku ingat saat sekolah dulu, aku bukan siswa yang didukung dengan support system luar biasa. Uang sakuku pas-pasan. Bajuku pas-pasan. Sepatu jebol itu sudah biasa. Ajaran orang tuaku adalah berhemat, yang mungkin dulu secara peyoratif aku akan bilang mereka pelit. Dulu.
ADVERTISEMENT
Pelajaran hemat yang luar biasa kadang membuat aku harus menabung untuk membeli buku. Untuk menabung dari uang saku yang tidak banyak itu tentu saja aku harus mengiris lagi uang sakuku.
Terdapat dua moda transportasi ke sekolahku. Naik lyn, mobilnya kecil sejenis Suzuki Carry. Bahan bakarnya bensin. Sopirnya mengikuti pelatihan kepribadian, tertib dan santun. Kernetnya berbau harum. Ongkosnya 200 rupiah sekali jalan.
Satu lagi mobil Bison. Lebih besar, isinya banyak, bahan bakarnya solar, sopirnya menyetir tanpa akhlak. Perpaduan antara bau solar, gas dan rem yang diinjak dengan barbar, dan penumpang yang dijejalkan, membuat perut terasa diaduk-aduk setengah putaran. Ongkos naik Bison 150 rupiah. Aku pulang pergi sekolah memakai Bison. Bisa hemat 50 rupiah sekali jalan.
ADVERTISEMENT
Saat itu aku punya teman dekat. Dekat sekali. Bapak ibunya pegawai negeri dengan pangkat yang cukup tinggi. Dia berkecukupan. Tapi demi menemani aku, dia ikut naik Bison. Dia mau ikut merasakan getirnya naik Bison walaupun uang sakunya lebih-lebih untuk membayar sepuluh kali tarif lyn kecil. Aku juga tidak pernah minta uangnya. Dia juga menghargai aku untuk tidak memberi bila aku tidak minta. Kadang aku dipinjami buku bacaan seperti "Goosebumps" karya RL Stine. Koleksinya cukup untuk membuat perpustakaan desa. Kadang aku juga dibelikan jajanan.
Saat les komputer gratis dari sekolah sedangkan dia tidak ikut les itu, dia menunggu aku. Betul-betul pertemanan yang sempurna dan istimewa.
Kemudian kami lulus sekolah. Kami berpelukan dan berjanji akan tetap saling mengenang. Aku berjanji akan membalas budi kebaikannya. Mungkin bukan dengan dia tapi dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Tapi sampai beberapa tahun kemudian keadaanku begitu-begitu saja. Saat awal-awal bekerja juga belum ada lonjakan ekonomi yang berarti. Aku tetap tidak bisa membalas apa pun kepada siapa pun. Tetapi setidaknya ada cita cita untuk berbuat baik. Cita-cita saja dulu. Itu selemah-lemahnya pencapaian.
Teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular. Setidaknya kebaikan seseorang menularkan cita-cita untuk berbuat baik.