Sapaan Itu Makanan Jiwa

Rina Anita Indiana
Universitas Bhayangkara Surabaya. Brevet ABC Perpajakan. Bersertifikat Konsultan Pajak B. Kuasa Pengadilan Pajak.
Konten dari Pengguna
17 September 2021 12:57 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Anita Indiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi. Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi. Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Masa tua kadang identik dengan masa yang tenang, nyaman, tidak ada beban. Tidak ada lagi cerita tentang ritme kerja yang menyita waktu, atau drama membesarkan anak yang penuh suka duka. Tidak ada stress. Semua keriuhan hidup seolah menyurut.
ADVERTISEMENT
Namun demikian ada yang datang juga saat keriuhan itu pergi, yaitu sepi. Tidak ada lagi teman kerja. Ramainya rumah juga hilang karena anak sudah pergi dan menggariskan masa depannya sendiri. Yang ada mungkin detik jam yang konstan, acara TV yang menjemukan.
Beberapa orang berusia lanjut mungkin beruntung punya handai taulan yang ada di sisinya atau di sekitarnya. Ada juga yang bisa menemukan komunitas untuk berbagi cerita. Namun, ada juga yang sendiri dan selalu kesepian.
Manusia adalah makhluk sosial. Selain makanan yang diasup lewat mulut dan dicerna lewat lambung, ada juga makanan yang diserap seluruh panca indera lalu diteruskan ke otak menjadi makanan jiwa. Manusia memerlukan sapaan, obrolan, senyuman, perhatian. Sapaan juga penting untuk menumbuhkan rasa diperhatikan, semacam perasaan berarti.
ADVERTISEMENT
Sapalah orang tuamu atau tetanggamu, khususnya yang berusia lanjut. Pasti akan ada garis gembira di wajahnya dengan perhatian kecil kita. Semoga sapaan kecil kita memberikan kebaikan.
Teruslah berbuat baik, karena kebaikan itu menular.