Alasan Mahesh Tak Terima Ganti Rugi Rp 33 Juta dari Pemprov DKI

21 Oktober 2017 13:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pak Mahesh, bangunannya terdampak MRT. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pak Mahesh, bangunannya terdampak MRT. (Foto: Nabilla Fatiara/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rashmee Mahesh Lalmalani akhirnya luluh juga menyerahkan tanahnya di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, dibeli Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan tiang pancang MRT. Usahanya membawa perkara ini ke pengadilan usai sudah, ketika secara simbolik memukulkan palu ke tanah miliknya di hadapan Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wagub Sandiaga Uno.
ADVERTISEMENT
Mahesh awalnya membawa kasus ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena tak setuju dengan nilai ganti rugi yang ditawarkan Pemprov DKI, sebesar Rp 33 juta per meter. Padahal saat itu dia menginginkan ganti rugi sebesar Rp 150 juta.
Apa alasan Mahesh tak bersedia menerima ganti rugi Rp 33 juta per meter untuk tanahnya yang seluas 76 meter persegi tersebut? berikut wawancara kumparan (kumparan.com), dengan Mahesh, Sabtu (21/10):
Apa yang membuat bapak melunak ketika Gubernur datang?
Saya bukan menjadi lunak. Ini fakta bahwa 1 hari suka enggak suka, lahan harus dipakai. Kenapa tidak dipakai secepatnya? Kami juga putusan keluar kita tertib, ambil saja. Tapi inisiatif Pemprov waktu itu naik kasasi banding. Bukan lunak, tapi logic sebagai warga yang beritikad baik. Sudah ada putusan Pengadilan Negeri ya sudah. Dengan menaikkan kasasi berarti berkas ini gantung. Yang buat gantung proyek ini bisa dibilang tidak 100 persen kita.
ADVERTISEMENT
"Kita cuma enggak mau terulang lagi seperti yang terjadi dengan kita. UU Nomor 2 tahun 2012 jelas, supaya di lain tempat ada pembebasan lahan tidak konflik seperti ini. Kita hanya bikin percontohan, kalau mau bikin suatu pembebasan, sosialisasi diutamakan. Bukan uang. Supaya warga jadi mitra pembangunan, bukan bertolak belakang,"
Jadi harga yang ditawarkan wajar?
Pemprov mengajukan angka Rp 33 juta. Bukan soal wajar, mau 20 (juta) atau berapapun, yang penting ikutin amanat rakyat dalam bentuk UU Nomor 2 tahun 2012. Itu wajar relatif buat saya dan buat yang lain, tidak penting wajarnya,"
Harga menunggu hasil putusan MA. Kalau nilainya tidak sesuai bagaimana?
"Harus sudah ikhlas sebagai warga negara. Apapun putusan MA, ya siap. Putusan MA adalah putusan mutlak. Mau berapapun harus diterima. Itu tanggung jawab dan kewajiban,"
ADVERTISEMENT
Dari 6 orang yang belum setuju 5 orang?
Saya yang baru dengan ikhlas mau dipakai boleh. Walaupun secara hukum, kalau perkara masih di MA ya kita tunggu dulu. Saya menghormati putusan mahkamah, namun wajib untuk mengikuti keputusan itu,"
"Saya silakan. Karena kalau nanti, harus sedini hari. Bangun ya bangun saja. Yang penting putusan MA itu berkomitmen, harus segera diselesaikan,"
Appraisal di sini Rp 60 juta?
"Appraisal menilai tempat ini menurut Pemda Rp 33 juta. Kalau harga pasaran sini sekitar Rp 60 juta, belum termasuk perbaikan gedung, kerugian ekonomi dan pemanfaatan, tenggang waktu dan lain-lain,"
Sebagian warga menerima harga Rp 33 juta?
ADVERTISEMENT
"Ini relevansi minimum, ada warga yang mau menenerima kurang (dari Rp 33 juta) dan saya enggak. Yang harus ditanyakan, kenapa sampai mereka mau menerima? karena mereka pasrah mau ke mana lagi. Harusnya konsisten kan. Pembebasan juga harus mencerdaskan, lakukan UU sesuai yang ada. Tapi tidak ada oknum, tapi pemahaman dan penggunaan UU secara maksimal,"
Terakhir mendatangi Pemprov?
"10 Hari sebelum gubernur yang lama kelar saya mampir ke Balai Kota di lantai 2. Kita diajak salah satu teman yang dekat sama beliau untuk kami rela. Tolong bikin appraisal baru atau kami sama-sama tunggu putusan MA biar proyek jalan. Tapi kita tidak diterima, karena gubernur lama mengatakan berkas sudah masuk ke jalur hukum dan kami menghargai keputusan MA dan tunggu proses keluar putusannya. Kami tetap tunggu MA,"
ADVERTISEMENT
Ada rencana pindah toko?
"Belum tahu. Kita enggak ada pilihan apa lahannya mau diambil keseluruhan atau sebagian,"
Harapan bapak dengan pembangunan MRT?
"Secepatnya MRT diselesaikan. Kalau tidak cepat, pembangunan jalan terus-terusan, usaha mati. Kita juga hidup untuk cari nafkah. Kalau kondisi gini enggak ada yang untung. Warga rugi, pemerintah rugi karena pembangunan tidak siap,"