news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Fenomena Gunung Es Dalam Kasus Pelecehan Seksual pada Anak di Sekolah

24 Februari 2018 11:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak sekolah (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak sekolah (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Beberapa kasus pelecehan seksual baru saja terjadi di Jawa Timur. Ironisnya, kasus tersebut melibatkan oknum penyelenggara pendidikan dalam rentang waktu yang berdekatan, seperti kasus pelecehan seksual di sebuah SMP di Jember dan SD di Situbondo.
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Pendidikan Jatim Prof Akhmad Muzzaki menilai, kejadian tersebut sebagai sebuah fenomena gunung es. Kasus pelecehan seksual yang muncul ke permukaan tak sebanding dengan kasus yang dibiarkan hilang seiring berjalannya waktu.
"Ini sebenarnya fenomena gunung es pendidikan kita. Tidak perlu kaget lagi. Di balik itu artinya masih banyak. Kasus ini kan bukan pertama," ujar Muzakki saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Sabtu (24/2).
Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Prof. Muzzaki (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Pendidikan Jatim, Prof. Muzzaki (Foto: Phaksy Sukowati/kumparan)
Menurut Muzakki, sudah saatnya dilakukan perubahan, khususnya dalam program pendidikan profesi guru. Salah satunya dengan memasukkan materi pemahaman tentang perlindungan anak dalam uji kompetensi yang diajarkan di pendidikan profesi guru.
"Selama ini kita hanya fokus pada penguasaan strategi mengajar saja, sementara child protection harus menjadi cross starting issue yang juga ditanamkan pada profesi guru," tandas alumnus Universitas Islam Negeri Surabaya Sunan Ampel (Uinsa) ini.
ADVERTISEMENT
Zakki-panggilan akrab Muzakki- menambahkan, tanpa adanya pemahaman tentang perlindungan anak, seringkali guru tidak menyadari adanya relasi yang tidak seimbang antara guru dan murid.
"Guru kan mendidik. Sedangkan siswa dalam posisi membutuhkan ilmu, butuh nilai dari guru. Hal ini sering dimanfaatkan negatif oleh guru," kata dia.
Nantinya harus ada kualifikasi khusus yang dikeluarkan oleh Lembaga Perlindungan Anak atau LSM anak untuk tenaga pengajar. "Kita selama ini belum ada, sering seakan-akan kita memperlakukan anak seperti orang dewasa," sambungnya.
Menurut Zaki, bila di luar negeri, jenis pekerjaan apa pun yang berinteraksi dengan anak sudah dibarengi pemberian materi tentang perlindungan anak.
"Kalau di luar negeri, harus ada kompetensi khusus yang dimiliki tenaga pendidik soal child protection. Jadi ketika lulus dan jadi guru, hak-hak khusus yang dimiliki akan harus dipenuhi orang dewasa," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Dewan Pendidikan Jatim mengaku telah mendorong pada Pemprov Jatim untuk hadir menyelesaikan kasus seperti ini. Salah satu solusi yang ditawarkan ialah membentuk statuta perlindungan anak di setiap jenjang sekolah di Jawa Timur.
"Penting itu (statuta perlindungan anak). Karena meskipun UU Perlindungan Anak sudah ada, faktanya belum semua pihak penyelenggara pendidikan memahami dengan baik. Perlu regulasi konkrit di sekolah tentang hak dan kewajiban setiap penyelenggara sekolah kepada anak siswa," ucap Zaki.
Pasang CCTV di Seluruh Sekolah
CCTV di ruang publik. (Foto: ilustrasi/Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
CCTV di ruang publik. (Foto: ilustrasi/Thinkstock)
Muzakki juga berharap seluruh jenjang pendidikan melengkapi fasilitasnya dengan kamera pengawas atau CCTV yang menjangkau setiap titik dan sudut gedung sekolah.
"Sekolah bertaraf harus wajib dengan dukungan CCTV. Beberapa sekolah memang sudah, tapi baru sebagian," kata Zaki.
ADVERTISEMENT
Menurutnya pemasangan CCTV sebanding dengan manfaat yang didapatkan. Pemasangan bisa dilakukan di setiap ruang kelas, koridor pintu kelas, hingga koridor ke kamar kecil. Keberadaan kamera pengawas bisa lebih memproteksi siswa.
"Sebenarnya sudah enggak mahal, tinggal monitor CCTV. Kasus ini bisa lebih ditekan karena ada pengawasan lebih ketat," pungkasnya.