Hilangnya Nyawa Hilarius Christian Demi Tradisi 'Bom-boman'

21 September 2017 7:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hilarius Christian meninggal. (Foto: Facebook Maria Agnes)
zoom-in-whitePerbesar
Hilarius Christian meninggal. (Foto: Facebook Maria Agnes)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus kematian Hilarius Christian Event Raharjo yang dicurhatkan sang ibunda, Maria Agnes, di Facebook, mendapat respons dan simpati setelah viral di dunia maya. Betapa tidak, anak tertuanya yang saat itu duduk di kelas X SMA Budi Mulya di Bogor, Jawa Barat, tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia pada 29 Januari 2016 silam, setelah dipaksa melakukan perkelahian satu lawan satu dengan murid SMA Mardi Yuana, yang disebut sebagai tradisi 'bom-boman', padahal remaja tersebut tak bisa berkelahi, apalagi berduel satu lawan satu.
ADVERTISEMENT
Tradisi ini merupakan perkelahian ala "gladiator”. Masing-masing pihak bertanding dan berkelahi hingga salah satu di antaranya, minimal tiga orang menyerah. Biasanya tradisi ini dilakukan menjelang sebuah acara atau pertandingan olah raga besar antar-SMA. Menurut informasi, ini merupakan tradisi lama yang sudah dilakukan sejak tahun 2010.
Hampir 2 tahun berlalu, dan Maria Agnes masih tak bisa menerima kenyataan bahwa anak lelakinya itu harus meninggalkannya untuk selama-lamanya. Meski kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan dengan pihak sekolah dan Pemerintah Kota Bogor, namun hati Maria masih tak rela.
Makam Hilarius Christian  (Foto: Facebook Maria Agnes)
zoom-in-whitePerbesar
Makam Hilarius Christian (Foto: Facebook Maria Agnes)
Meski pada awalnya dia pasrah ketika kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan, akhir-akhir ini, ada hal yang membuat Maria semakin sedih dan emosi. Pasalnya, ada kabar yang berhembus dari sekolah yang mengatakan bahwa Hila, panggilan Hilarius, meninggal karena serangan jantung.
ADVERTISEMENT
Memang, sesaat setelah kematian, Maria dan keluarga besarnya menolak tawaran polisi untuk mengautopsi jenazah Hila. Saat itu Maria merasa kasihan, apabila jenazah anaknya harus diperiksa lagi, padahal dia meninggal dengan cara yang menyakitkan. Namun, informasi keliru yang beredar, akhirnya membuat Maria hilang kesabaran.
Lokasi Hilarius meninggal dunia (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi Hilarius meninggal dunia (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
"Sebenarnya, siapa sih yang ikhlas anaknya digituin? Dia sudah istirahat dengan tenang disana tapi harus dibongkar lagi. Cuman kan salah satu syarat agar bisa ditindaklanjut, gimana lagi," ucap Maria.
Karena geram dan bingung, akhirnya Maria memilih media sosial sebagai satu-satunya jalan untuk mengadukan ketidakadilan yang diterima anaknya pada Presiden Joko Widodo tanggal 12 September lalu.
"Biar mereka pembunuhnya masih di bawah umur tapi akibatnya tetap sama, hilang nyawa orang lain. Saya sedih dan hancur, Bapak Presiden. Mohon Bapak membantu saya untuk solusi keadilan," tulis Maria di laman Facebooknya.
ADVERTISEMENT
Curhatan Maria, menarik simpati netizen, yang akhirnya membuat sejumlah pihak bereaksi. Pihak kepolisian dan Pemkot Bogor mengatakan bahwa kasus ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan karena pihak korban tak ingin jenazah diautopsi. Namun pihak sekolah memilih bungkam dan enggan memberikan penjelasan ketika disambangi kumparan (kumparan.com) pada 15 September lalu.
Setelah hampir 2 tahun berlalu, pada tanggal 19 September, Maria akhirnya mengizinkan polisi untuk membongkar kembali makam anaknya yang berada di TPU Cipaku, Kota Bogor. Pembongkaran melibatkan tim dokter polisi dari Polda Jawa Barat dipimpin langsung oleh Dokter Forensik Kompol Ihsan, dibantu tiga staf dan Rumah Sakit Polres Bogor Kota.
Makam Hilarius Dibongkar (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Makam Hilarius Dibongkar (Foto: Fadjar Hadi/kumparan)
"Pembongkaran makam bagian dari penyelidikan untuk keperluan otopsi," kata Kasubag Humas Polresta Bogor Kota AKP Syarif Hidayat, 19 September lalu.
ADVERTISEMENT
Dari autopsi yang dilakukan, polisi akhirnya menemukan titik terang meninggalnya Hilarius. Kapolresta Bogor Kombes Ulung Sampurna Jaya mengatakan, Hilarius meninggal akibat luka di ulu hati sepanjang 4 cm.
"Dari hasil autopsi ditemukan kerusakan di organ dalam yaitu luka robek di ulu hati sepanjang 4 cm," kata Ulung, 20 September lalu.
Tak hanya melakukan autopsi, polisi juga memeriksa 17 orang saksi, yang dianggap tahu dan ikut terlibat dalam tradisi 'bom-boman' ini. Beberapa diantaranya sudah menjadi alumni kedua SMA tersebut, namun ada juga yang masih bersekolah.
Pemeriksaan ke-17 orang saksi ini mengerucut pada penetapan 3 orang sebagai tersangka. Mereka berinisial B, H, dan M. Ulung menyampaikan, pihak kepolisian menemukan bukti bahwa tiga orang itu diduga melakukan penganiayaan yang membuat Hilarius tewas.
ADVERTISEMENT
Polisi juga akan menjerat pelaku dengan Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan penganiayaan hingga menyebabkan kematian dengan ancaman pidana lima tahun penjara.
"Pasal kita terapkan Pasal 351 Ayat 3 dengan ancaman 5 tahun penjara," ucap Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota Kompol Ahmad Chaerudin saat autopsi jenazah Hilarius 19 September lalu.
Dalam waktu dekat polisi akan segera menetapkan tersangka.
"Secepatnya (penetapan tersangka)," ucap Ahmad.