Menanti Sikap DPR Usai Penerbitan Perppu Ormas Anti Pancasila

13 Juli 2017 6:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lambang ormas HTI (Foto: Facebook/Hizbut Tahrir Indonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Lambang ormas HTI (Foto: Facebook/Hizbut Tahrir Indonesia)
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo meresmikan penerbitan Peraturan Pengganti Undang undang (Perppu) Tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Perppu yang disebut sebagai 'Perppu Pembubaran Ormas' ini diteken Jokowi pada tanggal 9 Juli lalu.
ADVERTISEMENT
Penerbitan Perppu ini, resmi diumumkan oleh Menkopolhukam, Wiranto, dalam jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada 12 Juli kemarin.
"Pemerintah memandang perlu menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang perubahan UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat tanggal 10 Juli 2017. Jadi Perppu sudah dikeluarkan 2 hari yang lalu," ucap Wiranto saat jumpa pers.
Keluarnya Perppu ini, bukan tanpa pertimbangan matang. Menurut Wiranto, saat ini UU Ormas sudah dianggap tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah ideologi ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, baik aspek substantif atau prosedur.
Pertimbangan kedua karena pengertian ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila, UU Ormas merumuskannya sempit hanya pada atheisme, marxisme dan leninisme.
ADVERTISEMENT
Keluarnya Perppu ini, tentunya menimbulkan sejumlah pendapat, hingga protes dari beberapa kalangan. Beberapa saat setelah diumumkan, sejumlah orang dari Gema Pembebasan beraksi di seberang Istana di kawasan Monas. Massa berorasi dan mengacung-acungkan spanduk, menuding pemerintahan Jokowi represif lewat Perppu itu.
Perppu tentang Ormas (Foto: setneg.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Perppu tentang Ormas (Foto: setneg.go.id)
Kritikan juga datang dari Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon. Fadli menilai pembentukan Perppu ini menunjukkan adanya indikasi Presiden Joko Widodo menciptakan kediktatoran dalam format baru. Begitu juga dengan Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin. Dia menilai Perppu itu belum memenuhi syarat 'kegentingan yang memaksa' untuk menggantikan UU Ormas.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bahkan berencana untuk menggugat Peraturan Pengganti UU (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk sebagai kuasa hukum HTI menganggap, Perppu yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo itu dinilai bertentangan dengan UUD tahun 1945.
ADVERTISEMENT
"Langkah yang ditempuh HTI akan disusul oleh beberapa ormas lain, yang sama-sama menganggap Perppu ini merupakan kemunduran demokrasi di tanah air. Sebab, Perppu ini membuka peluang untuk pemerintah berbuat sewenang-wenang membubarkan ormas yang secara subyektif dianggap pemerintah bertentangan dengan Pancasila, tanpa melalui proses peradilan," kata Yusril, (12/7).
Massa FPI dan Ormas Islam (Foto: Anggi Dwiky  Dermawan)
zoom-in-whitePerbesar
Massa FPI dan Ormas Islam (Foto: Anggi Dwiky Dermawan)
Di balik kritikan tersebut, ada juga pihak yang mendukung penerbitan Perppu ini. Salah satunya dari PBNU, yang menilai penerbitan Perppu ini dianggap sebagai langkah yang cerdas, karena dikeluarkan guna membubarkan ormas yang anti-Pancasila.
"PBNU menilai langkah presiden tersebut sangat cerdas dan aspiratif. Bahkan tepat dan konstitusional," kata Ketua Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas, (12/7).
Jaksa Agung, HM Prasetyo juga sependapat dengan PBNU. Menurutnya, Perppu adalah solusi terbaik dan terefektif untuk mengatur keberadaan ormas.
Jaksa Agung HM Prasetyo (Foto: Wahyu Putro A/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Jaksa Agung HM Prasetyo (Foto: Wahyu Putro A/Antara)
Sebenarnya, selain dengan Perppu, ada cara lain yang dapat ditempuh untuk membubarkan ormas, yaitu melalui jalur pengadilan. Namun Prasetyo menyatakan apabila melalui jalur pengadilan bisa memakan waktu yang sangat lama.
ADVERTISEMENT
"Sangat mustahil lewat pengadilan, karena kan pengadilan ada tahapan-tahapannya. Sementara keadaan mendesak dan darurat, makanya ada (Perppu)," ujar Prasetyo di Gedung Ditjen Bea Cukai, Rawamangun, (12/7).
Proses yang harus ditempuh melalui jalur pengadilan antara lain pemberian peringatan sebanyak 3 kali. Selanjutnya, apabila peringatan tidak diindahkan tahapan selanjutnya mencabut bantuan dan hibah terhadap ormas. Terakhir, pemerintah harus menghentikan kegiatan, mencabut izin untuk selanjutnya diproses di pengadilan.
Unjuk rasa ormas. (Foto: Aldis Tannos/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Unjuk rasa ormas. (Foto: Aldis Tannos/kumparan)
Meski ada kritik bahkan dukungan, Perppu ini rupanya tak dapat berjalan apabila tak disetujui DPR. Secara prosedur, Perppu itu akan diterima DPR dan diumumkan dalam sidang Paripurna. Kemudian Badan Musyawarah (Bamus) akan menentukan Perppu Ormas itu dibahas di panja (komisi) atau Pansus (gabungan komisi).
ADVERTISEMENT
Setelah selesai pembahasan di komisi, maka akan dibawa lagi ke sidang parpurna untuk diputuskan apakah Perppu Ormas yang diterbitkan Jokowi itu ditolak atau diterima. Jika diterima DPR, maka Perppu otomatis menjadi UU. Jika ditolak, maka Perppu tidak berlaku dan Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perpu tersebut ke DPR.