Mereka yang Membela Setya Novanto

16 November 2017 8:28 WIB
Setya Novanto diperiksa KPK terkait kasus e-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto diperiksa KPK terkait kasus e-KTP (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga dijemput paksa, Ketua DPR Setya Novanto tak sedikitpun bergeming dengan peringatan yang diberikan oleh KPK. Apalagi setelah dirinya memutuskan untuk menghilang ketika dijemput paksa, imbauan agar Novanto menyerah pun bergema di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Namun dari sekian banyak pihak yang menginginkan Novanto menyerah, masih ada sejumlah pihak yang membela tindakan Novanto. Bahkan menganggap penetapan Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, tidak sah.
Berikut pendapat sejumlah tokoh yang membela hingga mendukung tindakan Novanto untuk tak memenuhi panggilan KPK:
1. Maman Abdurrahman
Setya Novanto topping off Gedung  Baru DPP Golkar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto topping off Gedung Baru DPP Golkar (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman beberapa waktu yang lalu sempat berpendapat bahwa tidak semua tindakan KPK itu benar. Salah satunya adalah penetapan Novanto sebagai tersangka.
"Harusnya dalam penetapan tersangka itu sesuai kapasitasnya. Kalau proses penetapannya bisa dianulir oleh praperadilan, artinya ada kesalahan," kata Maman dalam keterangannya pada 11 Oktober lalu.
Maman berpendapat agar publik tak 'mendewakan' segala tindakan yang dilakukan KPK, sehingga keberadaan Pansus KPK dianggapnya penting.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak menempatkan KPK sebagai malaikat. Kelemahan ini melalui pansus kita kritisi. Wacana membubarkan dan lainnya ini kan sah saja, tapi kan tidak mudah membubarkan kok. Kita banyak berharap besar pada organisasi ini," jelasnya.
2. Mahyudin
Mahyudin (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mahyudin (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Wakil Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar ini, pada Rabu (15/11) malam sempat mendatangi kediaman Novanto di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, untuk mencari tahu kondisi Novanto, meski akhirnya tak diperbolehkan masuk.
Atas upaya penangkapan paksa ini, Mahyudin mengatakan bahwa Golkar akan memberikan bantuan hukum kepada Novanto.
"Tentu DPP akan membela, paling tidak memberikan bantuan hukum kepada ketua umum," ujar Mahyudin, Kamis (16/11) dini hari.
3. Fredrich Yunadi
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Sebagai pengacara pribadi Novanto, sudah sepatutnya Fredrich membela sang klien. Seperti yang dilakukan Fredrich sejak Novanto menjalani praperadilan di PN Jaksel hingga akhirnya dimenangkan oleh Novanto.
ADVERTISEMENT
Hingga akhirnya kembali ditetapkan sebagai tersangka, Fredrich tak henti-hentinya memberikan pembelaan untuk Novanto. Salah satunya dengan melaporkan KPK ke Bareskrim Mabes Polri.
"Ada perintah, memerintahkan, KPK menghentikan proses penyidikan terhadap Pak SN dalam kasus e-KTP. Ingat perintah pengadilan adalah perintah UU. Siapapun tidak bisa melawan, itu harus diperhatikan," kata Fredrich di Bareskrim (10/11).
Fredrich juga menyebut kalau KPK telah melecehkan UUD 1945. Penetapan Novanto sebagai tersangka untuk kali kedua oleh KPK dianggapnya membenturkan UUD 1945 dengan UU MD3.
"Menurut saya, tidak ada UU manapun yang lebih tinggi daripada UUD 1945. Bagaimana sekarang ada pihak-pihak tertentu yang mencoba 'memperkosa' UUD 1945. Dalam hierarki pembentukan perundang-undangan, UU Nomor 12/2011 Pasal 7 menyebutkan UU yang lebih rendah tidak bisa bertabrakan atau berlawanan dengan UU yang lebih tinggi, UUD 45," kata Fredrich di gedung parlemen Senayan, (15/11), sesaat sebelum Novanto dijemput paksa.
ADVERTISEMENT
Bahkan ketika Novanto dijemput paksa oleh penyidik KPK, Fredrich menganggap bahwa hal tersebut tak seharusnya dilakukan. Karena dia yakin kliennya patuh terhadap aturan.
"Tapi yang jelas saya kasih tahu, beliau itu bukan sembunyi, saya persilakan cari sampai ke bawah kolong, cari sono. Saya datang ke sini sampai baju saja saya belum ganti karena apa? karena saya tahu beliau itu sangat patuh. Nah, dengan beliau tidak bisa dihubungi, pasti terjadi sesuatu," kata Fredrich.
"Saya yakin beliau 100 persen di Jakarta, karena beliau bukan pengecut. Tapi beliau tidak ikhlas diperkosa," tegasnya.
4. Fadli Zon
Fadli Zon (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fadli Zon (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Wakil Ketua DPR ini memberikan pendapatnya bahwa pemeriksaan Novanto harus seizin presiden. Dia menuturkan, memang sebetulnya ada aturan yang menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap anggota DPR harus ada izin terlebih dahulu. Hal tersebut diatur dalam UU MD3. Namun, aturan UU MD3 pada tahun 2014 itu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
"Dulu memang pemeriksaan itu bukan hanya dari KPK atau dari Polisi, Kejaksaan itu juga harus melalui izin presiden, dulu ya. Kemudian saya enggak tahu ada semacam keputusan apa, saya harus cek dulu. Ya kalau ada UU-nya oke-oke saja, langsung saja, tapi kalau enggak ada UU-nya makanya mungkin harus melalui rapat dulu," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, (6/11).
Gugatan terhadap UU MD3 diketahui sudah diputuskan oleh MK melalui putusan nomor 76/PUU-XII/2014. MK mengubah bahwa pemeriksaan terhadap anggota DPR tidak perlu izin dari MKD, melainkan perlu izin dari presiden.
"Saya kira kalau sudah ada keputusan MK seperti itu, makanya saya belum periksa nih, kalau sudah ada putusan MK bahwa itu harus ada izin presiden lagi ya harus ikuti aturan lah," ucap dia.
ADVERTISEMENT
5. Fahri Hamzah
Fahri Hamzah (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fahri Hamzah (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Saat pertama kali Novanto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Fahri menjadi salah satu pihak yang keberatan dengan upaya KPK mencekal Novanto ke luar negeri. Fahri berpendapat, seharusnya KPK meminta izin terlebih dahulu ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Fahri juga menilai bahwa penetapan Novanto sebagai tersangka sudah direncanakan sejak awal.
"Sudah direncanakan dari awal untuk menghibur publik. Kata pimpinan KPK kan begitu, kami enggak akan mengecewakan publik. Nah ini publik sudah terhibur," kata Fadli (17/7).
Sehari kemudian tepatnya pada tanggal 18 Juli, Fadli kembali berkomentar. Dia mengaku bingung dengan penetapan Novanto sebagai tersangka.
Fahri mempertanyakan ke mana uang proyek besar e-KTP tersebut.
"Saya sampai sekarang bingung nenteng uang setengah triliun, Rp 10 juta saja ketangkap. Enggak boleh ngarang, kita juga minta pertanggungjawaban. Disebut mega korupsi, mana uangnya? Ini enggak ada uangnya," ucap Fahri Hamzah di Gedung DPR RI.
ADVERTISEMENT
Fahri mempertanyakan dua alat bukti yang menyebabkan Setya Novanto menjadi tersangka, karena dia sempat bertanya kepada Novanto pasca pemeriksaan terakhir tidak ada alat bukti baru. "Cuma minta tolong KPK, yang disebut dua alat bukti tuh mana," kata dia.
Tak sampai di sana, Fahri kembali mengkritik kinerja KPK setelah status tersangka Novanto terungkap kembali. Fahri menilai, kinerja KPK sekarang ini semakin semborono dan tidak lebih baik dari sebelumnya.
"Masa pimpinan DPR dicekal enggak ada penjelasannya sampai sekarang tetap dicekal sehingga tidak bisa jalan ke mana-mana luar negeri kemudian ditersangkakan, lalu dikalahkan oleh praperadilan terus tetap dicekal begitu lho," kata Fahri di Gedung DPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, (7/11).
"Lalu sekarang kirim kabar ke mana-mana bahwa dia sudah di tersangkakan kembali," imbuh dia.
ADVERTISEMENT