Kisah Warga Terdampak Bandara: Robohnya Musala 'Bedrek' Kami

R H Setyo
Pembaca Buku
Konten dari Pengguna
4 Mei 2021 17:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari R H Setyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
 Material Musala Al Ukhuwah, di Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kabupaten Kediri. (Foto: Rino Hayyu Setyo)
zoom-in-whitePerbesar
Material Musala Al Ukhuwah, di Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kabupaten Kediri. (Foto: Rino Hayyu Setyo)
ADVERTISEMENT
Seolah terjadi saja, novel karya AA Navis berjudul 'Roboh Surau Kami'. 11 KK di Dusun Bedrek, Desa Grogol tak berkutik ketika melihat Musala Al-Ukhuwah dirobohkan karena masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Bandara Kediri.
ADVERTISEMENT
"Kami nggak kuat mau memfoto pas musala dirobohkan," Nurul Anis.
Napasnya menghela agak panjang mengingat kejadian menyedihkan 26 Maret 2021 lalu. Sejak itulah tak ada lagi suara azan dan suara anak-anak mengaji Al quran. Perempuan berdaster merah muda itu tampak layu menutup pembicaraan tentang perobohan Musala Al-Ukhuwah. Bangunan itu dirobohkan karena terdampak pembangunan Bandara Kediri.
Rasa sedihnya bertambah karena perobohan musala itu mendekati Ramadan yang jatuh pada 13 April lalu.
Kenangannya alunan tadarus Quran setelah salat tarawih dipastikan sirna. Bangunan musala itu kini telah rata dengan tanah. Hanya tersisa seserakan keramik dengan lafal Arab, Allah dan Muhammad di tumpukan bata dan material musala.
"Berhari-hari kami linglung, nggak ada musala yang buat salat jamaah, padahal itu fasilitas umum yang dulu kami bareng," tutur Anis.
ADVERTISEMENT
Embusan angin siang yang panas pada 22 Ramadan 1442 H atau 4 Mei 2021 masuk ke ruangan rumahnya di Dusun Bedrek, Desa Grogol, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Duduk di ruangan tamu, Anis bersamanya anaknya menceritakan bagaimana warga Dusun Bedrek yang tinggal 11 KK. Dari 55 KK yang terdampak pembangunan Bandara Kediri di dusun tersebut, tinggal 11 KK itulah yang tersisa. Mereka tetap bertahan di dalam rumah dan lingkungan yang terdampak itu.
Meskipun beberapa akses jalan mulai ditutup seng pembatas antara lahan proyek Bandara Kediri. "Kami belum sepakat harga saja, kami tidak menolak," tegasnya.
Perempuan ini ditunjuk 11 KK sebagai penyambung suara kepada siapa saja yang masuk ke kawasan proyek Bandara Kediri. Bisa petugas proyek, pemerintaha setempat, makelar tanah, hingga wartawan yang meliput ke lokasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Wajahnya tenang sekali. Matanya tajam. Ia jelas mengingat rentetan tanggal yang terjadi di Dusun Bedrek, Desa Grogol. Tanpa satu catatan pun, ingatannya merekam jelas beberapa kejadian yang menimpa 11 KK terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pembebasan lahan, kata Anis, dimulai 2016 silam. Total ada 16 KK yang enggan meninggalkan rumahnya diambil untuk proyek bandara itu. Lima KK lain yang bertahan merupakan warga Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan. Ini persis dengan rilis Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, ketika mengecek prmbangunan Bandara Kediri, Sabtu (24/4/2021). Anak Menteri Sekretaris Kabinet Indonesia Maju Presiden Jokowi itu mengatakan tinggal 0,4 persen masalah pembebasan lahan atau 16 KK yang belum meninggalkan kawasan proyek seluas 321 Hektar tersebut.
ADVERTISEMENT
"Warga disini ketakutan untuk bilang, jadi saya yang diminta perwakilan kalau yang datang menanyakan tentang bandara," kata pedagang rumahan ini.
Anis agak menggebu. Napasnya terlihat agak menderu ketika kembali mngingat Musala Al-Ukhuwah itu. Tanpa izin atau rembugan, kata Anis, petugas proyek Bandara Kediri itu datang langsung merobohkan bangunan tersebut. Dua tahun lalu, terang Anis, ketika Kiai Weli yang mengurus Musala Al-Ukhuwah itu sudah sempat bertemu langsung dengan Maksin Arisandi, Direktur PT Surya Dhoho Investama (SDI). Dalam pertemuan itu, Anis menyaksikan langsung bagaimana Kiai Welli yang juga kakak iparnya itu dijanjikan akan dibangunkan musala baru di Dusun Tanjung, Desa Grogol, lokasi yang rencananya menjadi permukiman baru bagi warga Dusun Bedrek.
"Peribahasanya, boleh dirobohkan tapi jangan sampai satu pun genteng turun," terang Anis.
ADVERTISEMENT
Janji dari Maksin itu yang dipegangnya bersama warga. Namun, justru yang ada malah perobohan Musala Al-Ukhuwah terjadi ketika warga melakukan aktivitas seperti biasa.
"Semua warga keluar melihat orang proyek di musala itu," sambung perempuan yang rambutnya berkuncir itu.
Tak hanya tempat salatnya yang hilang, seolah janji pembangunan musala itu juga dinilai hilang. Karena permukiman baru di Dusun Tanjung, juga tidak jadi dibangunkan musala. Padahal, warga sudah membeli tanahnya untuk pembangunan musala.
"Kayak sudah miliknya bandara saja, jadi nggak ada izin atau ngobrol dulu dengan warga sekitar waktu perobohan," katanya.
Ketika memasuki Ramadan, mental warga yang mulai drop ini muncul perlahan. Ada ruko kosong yang akhirnya dibuat salat berjamaah dan menikmati Ramadan tahun ini.
ADVERTISEMENT
Rumah Pak Ahmad Suheli, begitu Anis memanggilnya. Toko yang ada di samping rumahnya pun difungsikan menjadi musala pengganti Musala Al-Ukhuwah.
Toko itu berada di dalam pagar Ahmad Suheli. Pintu pagarnya pun akhir diberi hiasan bambu dengan lampu led berbentuk kubah. Sedangkan toko yang dibuat musala itu diberikan pengeras suara agar 11 KK itu mengetahui waktu salat.
"Setiap hari kami buka puasa bareng di sana (musala), itung-itung biar bisa kuat lagi wong warganya tinggal 11 saja kok," pungkas Anis.
Begitu pula dengan Sudarman, petani yang rumahnya di timur musala itu pun turut merasakan kesedihan. Ia tak bisa bertindak apapun ketika musala itu diambrukan oleh alat berat.
Dengan suara pelan dan kata yang serak dari mulutnya. Ia berkali-kali menyampaikan masalah di Bedrek tentang pembebasan lahan dipercayakan ke Anis. Matanya yang meneropong ke arah selatan melihat seng pembatas antara halaman rumahnya dengan proyek Bandara Kediri.
ADVERTISEMENT
Kebisingan dan 'gempa lokal', begitu mereka menyebut efek dari perataan tanah dan pemasangan baja paku bumi menjadi hal yang biasa. Tapi berdampak pada keretakan rumah yang terlihat di sudut-sudut rumah Sudarman. Mulai dari jendela depan, ruang tamu, dan dapurnya.
Bekas tambalan semen masih jelas terlihat di sudut temboknya untuk menyambung kembali rongga yang muncul karena efek getaran proyek Bandara Kediri.
"Itu kan baru, ya retak-retak sudah biasa," kata Sudarman lirih.