COVID-19 Sebagai Kesempatan Mengoreksi Diri Berdasarkan Teladan Adolf Heuken

rio marcelino
Mahasiswa semester I Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga instagram @rrmarcl(underscore)
Konten dari Pengguna
20 Oktober 2020 11:50 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari rio marcelino tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
lokadata.id
zoom-in-whitePerbesar
lokadata.id
ADVERTISEMENT
AWAL PERJALANAN
Adolf Heuken dilahirkan ke dunia pada tahun 1929, yaitu pada bulan Juli, tepatnya tanggal 17. Ia lahir di kota yang bernama Coesfeld, yakni kota yang termasuk dalam negara Jerman akan tetapi tidak jauh berbatasan dengan negara Belanda. Kemudian saat ia sudah mulai tumbuh menjadi anak kecil, ia bersama orang tuanya pindah ke bagian utara Jerman, yaitu kota Munster. Di kota Munster Heuken bertumbuh dan berkembang bersamaan dengan suasana perang dunia kedua pada saat itu.
ADVERTISEMENT
Saat sudah menginjak remaja-pemuda, Heuken masuk kedalam pasukan militer angkatan udara Jerman dan berjuang untuk membela negaranya. Tidak terasa 3-4 tahun kemudian perang dunia kedua berakhir, yakni pada tahun 1945. Sesudah menunaikan tugasnya ia memutuskan untuk menjadi pelayan Tuhan dengan masuk sekolah menjadi seorang Pastor. Ia menyelesaikan studi teologinya di Frankfurt tahun 1962 dan ditugaskan di Keuskupan Munster, Jerman, hingga akhirnya Heuken dikirim ke Indonesia untuk menyelesaikan masa Tertiat di Kolese St. Stanislaus Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.
Adolf Heuken mempelajari Bahasa Indonesia di Paroki Mangga Besar, Jakarta selama 2 tahun lamanya. Sambil mempelajari bahasa Indonesia ia melayani sebagai asisten di Biro Publikasi Nasional Kongregasi Maria. Setelah beberapa misi sukses dijalankan, muncul beberapa pemikiran untuk kembali ke negara asal, Jerman, namun hati berkata lain. Ia sudah terlanjur jatuh cinta dan sudah sangat nyaman berada di Indonesia. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk menetap di Menteng dan menjadi bagian dari warga negara Republik Indonesia atau disebut sebagai WNI pada tahun 70-an.
ADVERTISEMENT
Selesai urusan untuk menjadi WNI, kemudian karya yang sudah beliau tulis perlahan terbit satu persatu, yakni buku yang paling terkenal adalah Historical Sites of Jakarta. Setelah karya tersebut sukses ia semakin bersemangat dan termotivasi untuk menulis lagi buku sejarah, yang kemudian muncul buku berjudul The Earliest Portuguese Sources for The History of Jakarta.
Jadi, beliau adalah Imam dan seorang penulis, Karya-karya dari pastor kelahiran Coesfeld, 17 Juli 1929 sudah tidak asing lagi bagi kita masyarakat Indonesia, apalagi masyarakat Jakarta. Menjadi penulis, tidak sedikit karya yang beliau terbitkan untuk negara Indonesia, terutama untuk kota Jakarta.
Namun sebelum menjadi penulis, beliau mengumpulkan referensi dari buku, dokumen, majalah, arsip, dan sumber-sumber lainnya yang ada di Jakarta mengenai kota Jakarta. Sesudah mengkaji hal tersebut, beliau mulai menulis dan karya pertama yang dihasilkannya adalah Sumber-Sumber Asli Sejarah Jakarta 1-III, Menteng “Kota Taman” Pertama di Indonesia, kemudian dilanjutkan Historical Sites of Jakarta, The Earliest Portuguese Sources for The History of Jakarta, Seri Gedung-Gedung Ibadat yang Tua di Jakarta, 200 Tahun Gereja Katolik di Jakarta, Atlas Sejarah Jakarta, dan Sejarah Jakarta dalam Lukisan dan Foto. Sesudah menulis tentang hal yang berkaitan dengan sejarah, beliau juga menerbitkan buku untuk umat Katolik, yakni 150 Tahun Serikat Jesus Berkarya di Indonesia dan seri Ensiklopedi Jakarta yang terbit sejak tahun 1991 sampai 2006.
ADVERTISEMENT
Serta tidak lupa persembahan bukunya yang sangat berjasa untuk negara Indonesia dan negara Jerman, yakni kamus bahasa Indonesia-Jerman dan kamus bahasa Jerman-Indonesia. Selain menulis, Adolf Heuken juga membantu sebagai Karyawan Pencatat Perkawinan Catatan Sipil, mengajar di Universitas Atma Jaya, dan Akademi Kateketik, serta memimpin pendirian Kongregasi Maria di Jakarta.
scriboers.com
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN ADOLF
Telah lebih dari 50 tahun Adolf Heuken hidup di Jakarta. Beliau menjadi salah satu orang yang konsisten mencatat sejarah Jakarta. Dari tempat ibadah sampai sejarah dari Menteng, menjadi topik yang beliau tulis. Ia sangat peduli dengan Indonesia.
Seiring zaman, menurut Adolf Heuken, pemerintah tak serius dalam melestarikan bangunan bersejarah di Jakarta. Sehingga Jakarta tidak mempunyai tempat yang bagus dan asik untuk berjalan atau berwisata. Tetapi beliau sangat suka dengan Jakarta, bukan karena bagus dan indah, melainkan karena menarik. Sehingga beliau menuturkan “Anak Jakarta tidak diberitahu tentang sejarah Jakarta, tentang gedung tua, maka mereka tidak tahu. Apa yang tidak kita ketahui tidak kita cinta, bagaimana mau menghargai, mau mencintai, mau merawat sesuatu yang kita tidak tahu?”, hal tersebut lah yang menjadi alasan pertama mengapa ia ingin menulis tentang Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kemudian Adolf Heuken menganggap 22 Juni sebagai ulang tahun Jakarta hanya sebuah dongeng, bukan fakta sejarah. Tak pernah ada bukti tertulis kapan sebenarnya kota yang dulu bernama Sunda Kelapa ini muncul pertama kali. Sehingga beliau pernah menjanjikan jika ada orang yang bisa memberikan bukti dalam bentuk dokumen ia akan memberi uang satu juta rupiah. Beliau pernah mengatakan kalau dongeng boleh dongeng, tapi jangan dongeng kemudian menjadi sejarah. Sejarah itu fakta, ada atau tidak.
Pemikiran-pemikiran dari Adolf Heuken sangatlah teratur dan disiplin, apalagi jika bersangkutan dengan kebenaran dan fakta akan suatu hal. Beliau sangat tidak suka jika ada orang yang membicarakan suatu hal yang tidak relevan dengan kebenaran dan fakta yang sudah ada. Kemudian beliau juga sempat menyumbangkan pemikirannya pada kasus yang berkaitan dengan Ahok, yakni ia mengaku khawatir dengan isu agama yang dipakai untuk menyerang dan menjatuhkan Ahok. Agama tidak bisa dipakai untuk politik. Sekali lagi hal tersebut menunjukkan bahwa beliau sangat peduli dengan Indonesia
membumikanide.com
TELADAN ADOLF HEUKEN PADA MASA PANDEMI COVID-19
ADVERTISEMENT
Setelah kita mengenali lebih dalam mengenai perjalanan, karya-karya, teladan, dan pemikiran dari seorang Adolf Heuken. Kita dapat menilai dan mempelajari bersama bagaimana pemikiran, teladan, dan hal baik lainnya yang dapat kita tiru dan implementasikan pada masa pandemi COVID-19 ini.
Pertama adalah pemikiran teratur dan disiplin beliau yang sangat bermanfaat untuk kita dalam menghadapi situasi pandemi saat ini, Banyak berita yang membuat kita dan orang di sekitar kita khawatir bahkan takut karena menelan mentah-mentah apa yang menjadi berita buruk yang beredar di media sosial, padahal berita tersebut adalah hoax. Dalam menghadapi hal demikian, kita diajarkan untuk memiliki pemikiran yang teratur dan rasional dalam menggali kebenaran-kebenaran dari berita-berita yang beredar tersebut, tidak lansgung percaya melainkan mengkaji dan menguji dulu kebenaran berita tersebut.
ADVERTISEMENT
Kedua adalah pada masa pandemi COVID-19 ini, sebaiknya kita mengimplementasikan pemikiran dari Adolf Heuken mengenai agama tidak bisa dipakai atau disangkutpautkan dengan politik. Karena masa seperti ini beberapa masyarakat hanya menganggap pandemi ini hanya sebuah tipu muslihat atau konspirasi pemerintah, sehingga lebih mempercayai bahwa umur, nyawa, dan takdir berada di tangan Allah, Tuhan yang Maha Kuasa. Hal ini kurang baik jika kita memandang kepentingan dan keselamatan bersama. Kemudian hal tersebut merupakan kesempatan dan momentum bagi orang-orang untuk mencampurbaurkan urusan politik dengan agama dan dengan yang namanya konspirasi atau tipu muslihat yang dikatakan oleh beberapa masyarakat. Apalagi saat ini di beberapa wilayah akan melaksanakan pilkada atau pilgub, para calon berlomba-lomba menghipnotis pemikiran masyarakat. Agama sebaiknya tidak disangkutpautkan dengan politik atau keadaan pandemi saat ini. Karena pandemi adalah wabah yang harus kita hindari bersama virusnya. Jika kita mengabaikan hal tersebut maka, maka kondisi tidak percaya pada pemerintah, pemikiran untuk menyangkutpautkan agama dengan politik akan semakin parah dan marak terjadi.
ADVERTISEMENT
Ketiga adalah adalah teladan beliau dalam berkarya yang tidak memandang asal tempat dan tempat yang akan menjadi wadah dalam berkarya. Semuanya dilakukan dengan sepenuh hati dan berani berdasarkan pada misi dan karya keselamatan Allah di bumi ini. Menulis dan melayani, beliau tidak setengah hati untuk menyumbangkan karyanya untuk kemajuan dan kepentingan negara Indonesia, terkhususnya Jakarta yang bukan tempat ia berasal.
Adolf Heuken sangat berperan besar sebagai tokoh katolik dan sebagai perantara negara Jerman dan Republik Indonesia. Semangat dan teladan Adolf Heuken perlu menjadi bahan pembelajaran untuk kita bersama dalam menghadapi situasi masa kini dan dinamika kehidupan. Walaupun beliau bukan berasal dari Indonesia, tapi tetap berkarya tanpa memandang perbedaan. Kemudian teladan pemikiran beliau dalam pencapaian kebenaran haruslah berdasarkan fakta tanpa mengarang dan mengklaim sepihak. Itulah yang menjadi cerminan bagi kita semua dalam pemikiran konkret dan faktual akan suatu hal. Serta siapapun kita, tidak peduli dari mana kita berasal, cinta kasih adalah dasar untuk kita selalu berbagi dan menjadi orang yang berguna bagi sesama, bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
Teladan akan karya tersebut merupakan salah satu karya keilahian Allah yang patut kita tiru dan terapkan dalam kehidupan kita. Selagi kita masih hidup dan bernapas, selagi kita masih ada kesempatan. Jadilah citra Allah yang militan dalam membawa sukacita damai injil Tuhan tanpa memandang perbedaan. Hanya berdasarkan ajaran Allah yang utama, yaitu cinta kasih.
Hingga pada akhirnya Adolf Heuken wafat pada tahun 2019 lalu, tepatnya tanggal 25 Juli, di kota Jakarta karena diserang penyakit stroke dan pneumonia, sebelumnya beliau juga memiliki riwayat penyakit jantung. Kemudian ia dimakamkan di tempat pertama kali ia memulai misinya di Indonesia, yakni Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah.
(Dikutip dari Hariyadi Matias, 2019, In Memoriam Romo Adolf Heuken dan wawancara di channel youtube https://www.youtube.com/watch?v=zG51Ion4_qE&t=132s)
ADVERTISEMENT
Penulis adalah Mahasiswa semester I Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga