news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Toxic Parent: Membunuh Psikis Anak Secara Perlahan

Ririn Nuraini
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Konten dari Pengguna
19 Mei 2022 18:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ririn Nuraini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Toxic Parent (Sumber: http://shutteerstock.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Toxic Parent (Sumber: http://shutteerstock.com)
ADVERTISEMENT
“Mama sudah susah-susah ngebesarin kamu, kok kamu malah—“
“Papa bersikap seperti ini, karena ini yang terbaik buat kamu!”
ADVERTISEMENT
“Masa itu saja tidak bisa? Liat dia! Dia saja bisa, masa kamu tidak?”
Ungkapan-ungkapan tersebut mungkin sudah tidak asing lagi dan sering terlontar dari mulut orang tua. Meski pada hakikatnya, tidak ada satu pun orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Namun, sebagian orang tua menginterpretasikan makna kasih dan sayang dengan cara yang berbeda dan tanpa sengaja malah membuat anaknya terluka secara emosi serta psikis meski dirasa telah melakukan yang terbaik. Mengenai hal tersebut, lahirlah sebuah istilah toxic parent.
Dalam berbagai kesempatan, istilah toxic parent sering kali ditemukan karena memang banyak sekali seorang anak yang mendapat didikan dari orang tua yang toxic. Hal ini menandakan krisisnya pembelajaran parenting yang seharusnya didalami oleh setiap orang tua sebelum memutuskan menikah dan memiliki seorang anak.
ADVERTISEMENT
Mengesampingkan hal tersebut, pembahasan mengenai toxic parent di Indonesia masih terbilang tabu, hal ini disebabkan budaya di Indonesia mengharuskan seorang anak berbakti kepada orang tuanya. Padahal, toxic parent benar-benar ada. Bukan hanya sekadar orang tua yang tegas, galak, dan disiplin. Melainkan lebih mengarah kepada orang tua yang memiliki perilaku kurang baik, yaitu melakukan kekerasan fisik ataupun verbal hingga kekerasan psikis terhadap sang anak.
Oleh karenanya, pada artikel ini akan dikupas dengan ringkas mengenai toxic parent, ciri-ciri, hingga dampaknya terhadap psikologis anak. pada bagian Akhir, dalam artikel ini akan diberikan tip cara menghadapi orang tua yang toxic, serta cara agar tidak menjadi orang tua yang toxic.
Apa itu Toxic Parent?
ADVERTISEMENT
Secara umum, toxic parent dikenal sebagai pola asuh yang salah dari orang tua yang berdampak buruk terhadap anak, yang mana para orang tua itu sendiri merasa telah melakukan yang terbaik untuk sang anak, namun mengesampingkan diri untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh buah hatinya.
Lalu, apa saja ciri-ciri orang tua yang toxic?
Toxic parent bukan hanya ditandai dengan adanya kekerasan fisik, namun juga ditandai dengan adanya kekerasan verbal, kekerasan psikis hingga sikap yang kurang mengenakan, seperti:
1. Mengungkit segala sesuatu yang telah diberikan kepada sang anak
2. Bersifat mengontrol dengan mengendalikan sang anak sehingga anaknya tidak pernah mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri
3. Selalu mengkritik segala hal yang dilakukan anak dan selalu menyalahkan apabila anaknya melakukan kesalahan serta selalu mengungkitnya, sekecil apa pun masalahnya
ADVERTISEMENT
4. Membandingkan-bandingkan sang anak dengan anak yang lain
5. Egois, selalu mengatur, mengekang, hingga membatasi ruang gerak sang anak
6. Bersifat manipulatif
7. Menuntut banyak hal, namun tidak pernah menghargai apa yang telah dilakukan sang anak.
Hal-hal tersebut sesungguhnya sangat memengaruhi tumbuh kembang sang anak dan dampaknya akan terasa hingga dia dewasa.
Lantas, apa saja dampak toxic parent terhadap psikis sang anak?
Perilaku beracun ataupun pola asuh orang tua yang salah, tentu sangat besar pengaruhnya terhadap kondisi psikologis seorang anak. Berikut dampak dari toxic parent terhadap psikologis anak:
1. Rentan mengalami anxiety (gangguan kecemasan)
2. Merasa kesulitan untuk menjadi dirinya sendiri karena terlalu sering dikontrol oleh orang tuanya
3. Merasa rendah diri dan tak pantas dicintai
ADVERTISEMENT
4. Sering menyalahkan diri sendiri
5. Sulit untuk menaruh rasa percaya kepada orang lain
6. Membunuh potensi anak karena merasa tidak percaya diri merasa bahwa hal yang disukainya bukanlah hal yang hebat
7. Anak akan menjadi pribadi yang inkonsisten akan selalu kesulitan dalam mengambil keputusan
8. Parahnya, sang anak bisa menjadi sangat tertekan ketakutan hingga depresi
Sejatinya, dampak dari perilaku toxic ataupun kekerasan verbal hingga kekerasan psikis yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak—baik itu yang disengaja maupun tidak, atau bahkan tidak disadari—sama bahayanya dengan kekerasan fisik; sama-sama membekas pada diri, batin, pikiran sang buah hati. Oleh karena itu, masalah toxic parenting ini seharusnya dipelajari lebih dalam oleh para orang tua ataupun calon orang tua, agar sang anak bisa tumbuh berkembang dengan baik.
ADVERTISEMENT
ketika orang tua—baik ayah maupun ibu—tidak memperlakukan seorang anak dengan baik, anak itu akan cenderung menghindar dan tidak akan merasa aman apabila berada di dekat orang tuanya sendiri.
Kabar buruknya, dampak dari toxic parent dari kekerasan psikis ini sangat sulit disembuhkan.
Lantas, bagaimana cara menyikapinya?
Cara menghadapi toxic parent
Untuk seorang anak yang memiliki orang tua toxic, menghadapi orang tua tipe seperti ini mungkin bukanlah suatu hal yang mudah, butuh kesabaran yang maksimal agar tidak menyinggung perasaan orang tua, karena bagaimana pun, orang tua tetaplah orang tua yang sudah seharusnya dihormati.
Melansir laman psikolog.id, untuk menghadapi orang tua yang toxic hendaknya mencoba untuk melakukan beberapa hal berikut.
1. Buat batasan dengan orang tua
ADVERTISEMENT
2. Komunikasikan hal yang membuat tidak nyaman
3. Meski sulit, tetaplah tenang alihkan pembicaraan ke arah yang lebih positif
4. Cari kegiatan di luar rumah
5. Menyempatkan diri untuk me time
6. Tidak perlu memaksa untuk mengubah perilaku orang tua.
Bagaimana caranya agar tidak menjadi orang tua yang toxic?
Menjadi orang tua memang bukanlah hal yang mudah, oleh karenanya diperlukan kesiapan yang matang untuk menjadi orang tua. Jika tidak bisa memberikan yang terbaik, setidaknya cukuplah menjadi orang tua sekaligus guru yang baik untuk anak-anaknya.
Apabila diperhatikan, sangat jarang ada yang menyadari bahwasanya hal penting yang harus dilakukan sebelum menikah atau sebelum memiliki seorang anak adalah mendalami ilmu parenting. Kebanyakan orang hanya akan sibuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pesta pernikahan.
ADVERTISEMENT
Padahal, ilmu parenting akan sangat berpengaruh ketika sudah menikah memiliki seorang anak. Karena bagaimanapun, pola asuh orang tua sangat berperan penting terhadap tumbuh kembang anak, terutama pada masalah psikologis anak.
Dilansir oleh health.kompas.com, seorang psikolog anak bernama Anna Surti Ariani memberikan tiga tip agar tidak menjadi orang tua yang toxic, yaitu;
1. Menerapkan pola asuh yang ideal
2. Menganalisis sisi positif dan negatif orang tua
3. Melakukan konseling sebelum menikah.
Setiap orang tua memang memiliki cara tersendiri dalam mendidik buah hatinya. Namun, menerapkan pola asuh yang beracun dengan dalih “Lebih mengetahui apa yang terbaik untuk anaknya”, tentu tidak bisa disebut sebagai tindakan yang benar.