Penanganan Anak WNI Eks ISIS Harus Menerapkan Prinsip Peradilan Anak

RRR
Orang biasa saja
Konten dari Pengguna
11 Maret 2020 20:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari RRR tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah memiliki opsi terhadap WNI eks-ISIS yang ingin kembali ke Indonesia, baik menolak kepulangan mereka maupun diadili secara hukum. Tindakan yang dilakukan oleh ISIS telah ditetapkan sebagai tindakan terorisme oleh Dewan Keamanan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Tindakan pemerintah untuk tidak memulangkan 689 WNI eks-ISIS, yang terpapar ISIS dan bergabung dengan gerakan ISIS merupakan langkah tepat.
Leefa (berkacamata, tengah) bersama para WNI lainnya di Suriah. ( Foto: AFP )
Hal itu disampaikan oleh Gayus Lumbuun, Dosen Kajian Terorisme Universitas Indonesia, dalam Diskusi Publik: Menimbang Aspek Legalitas WNI Eks-ISIS di Universitas Indonesia (03/11). Namun demikian, persoalan yang timbul dari tindakan pemerintah tersebut terletak pada pendekatan yang menggeneralisir semua 689 WNI tersebut tanpa memperhitungkan hal-hal yang bersifat individual, baik dari segi usia, jenis kelamin serta keterlibatannya.
ADVERTISEMENT
Dalam UU Perlindungan Anak No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 18 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Tidak hanya dalam Hukum Nasional, konvensi internasional juga memberikan perlindungan khusus terhadap anak dan perempuan, terutama dalam situasi konflik dan perang. Bagi anak di bawah umur yang direkrut secara langsung oleh kelompok yang terlibat kejahatan teror ISIS, maka penangananya harus menerapkan prinsip peradilan anak. Hukuman pidana, seperti penjara, harus menjadi opsi terakhir.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk memulangkan eks-ISIS bukan merupakan akhir dari penyelesaian masalah. Tindakan tersebut harus dilanjutkan kepada proses hukum di pengadilan yang menilai secara individual, baik dari kualitas perbuatannya, maupun dari tingkatan keterlibatannya, serta berdasarkan usia dan kondisi masing-masing WNI eks-ISIS tersebut.
Penanganan lanjutan terhadap WNI eks ISIS dapat ditempuh melalui pendekatan hukum yang lebih sesuai denan kondisi masing-masing terutama dari perspektif anak dan perempuan. Oleh karena itu, kebijakan yang memperlakukan sama antara orang tua dan anak termasuk perempuan yang tidak dapat menghindarkan diri dari gerakan ISIS perlu menjadi catatan bagi pemerintah.