KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) Berdampak Buruk Pada Tumbuh Kembang Anak

Risma Wati
Mahasiswi Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
1 April 2024 17:46 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Risma Wati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://media.istockphoto.com/id/1318428042/id/vektor/konsep-pelecehan-dan-ketakutan-anak.jpg
zoom-in-whitePerbesar
https://media.istockphoto.com/id/1318428042/id/vektor/konsep-pelecehan-dan-ketakutan-anak.jpg

Dampak KDRT Terhadap Anak

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KDRT atau domestic violence merupakan kekerasan berbasis gender yang terjadi di lingukungan terdekat. Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban, misalnya tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek terhadap cucu. Kekerasan ini dapat juga muncul dalam hubungan pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah.
ADVERTISEMENT
KDRT dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis,kekerasan seksual atau penelantaran rumah tangga, tetapi umumnya masyarakat masih banyak mengartikan bahwa KDRT itu hanya semata kekerasan fisik. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fenomena sosial yang telah berlangsung lama dalam sebagian rumah tangga di dunia, termasuk di Indonesia. Jika selama ini kejadian tersebut nyaris tidak terdengar, hal itu lebih disebabkan adanya anggapan dalam masyarakat bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan peristiwa domestik yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka.
Kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, mental, maupun psikologis.
Menurut UU No. 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi, ekploitasi baik ekonomi mapun seksual, penelantara, kekejaman, kekerasan, dan pengeaniayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagai mana dimaksud dalam ayat 1, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang tinggal dalam lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami penelantaran, menjadi korban penganiayaan secara langsung, dan juga resiko untuk kehilangan orang tua yang bertindak sebagi role model mereka. Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami kekerasan dalam lingkup keluarga dapat menimbulkan banyak pengaruh negatif pada keamanan, stabilitas hidup dan kesejahteraan anak serta gangguan emosional.
Gangguan emosional dapat dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta juga timbulnya gangguan emosional dalam diri anak seperti : rasa takut yang berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman bahkan hubungan dengan orangtua serta mengakibatkan penurunan self esteem pada anak. Problem personal anak juga terganggu dan hal tersebut mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikap. Hal ini dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah, terbatasnya kemampuan korban solving, dan kecenderungan sikap anak untuk melakukan tindak kekerasan.
ADVERTISEMENT
Dampak dari kekerasan terhadap anak dapat menimbulkan:
1. Menumpulkan hati nurani seperti Menghambat perkembangan moral anak, Membuat anak melakukan kekerasan juga, Meningkatkan perilaku kenakalan, Membuat anak senang mengejek dan menindas yang lemah, Merusak kesehatan jiwa anak, Sering menghayal jadi tokoh jahat dalam TV, game, atau film, Senang menonton tayangan tentang kekerasan, Merusak hubungan antara orang tua dan anak.
2. Membuat anak terlibat perbuatan kriminal seperti Cenderung melestarikan sikap kekerasan kepada generasi berikutnya, dengan dalih disiplin, mendidik.
3. Membuat anak rendah diri atau minder, Ketika anak dicaci maki atau dipukul, maka pesan yang ditangkap anak adalah “kamu adalah anak yang tidak berharga, memalukan, sehingga aku muak dengan kamu”maka anak akan merasa ditolak oleh orang tuanya. Suatu saat anak akan terjebak rayuan yang menghilangkan perasaan rendah dirinya: gang remaja, terlibat perkelahian, ingin menjadi jagoan, kecanduan alkohol dan narkoba, ketidak stabilan emosi,mudah sedih,tidak mampu menghadapi tekanan, mudah tersinggung dan marah,selalu khawatir, was-was, penuh curiga, menarik diri dari pergaulan, tidak dapat bersifat hangat, dan tidak dapat mengekspresikan diri.
ADVERTISEMENT
4. Mengganggu pertumbuhan otak anak, Menurut DR.Bruce D Perry, para kriminal dan pelaku kekerasan memang mempunyai batang otak dan otak tengah dominan, bagian otak ini disebut otak reptil, dimana sifat hewani berasal, sedangkan otak limbic (emosi/cinta) dan korteks (berpikir) lemah, dan pertumbuhan otak ini sangat dipengaruhi lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran para orang tua dan guru untuk selalu menciptaka emosi positif bagi anak-anaknya. Ingat pada usia 5 tahun pertumbuhan otak mencapai 90%, 100 % pada usia 8 tahun.
5. Membuat prestasi belajar anak rendah, Anak yang sering mendapat kekerasan di rumah, biasanya senang melakukan keonaran dan cenderung berkumpul dengan temanteman yang memiliki kesamaan. Hasil studi yang melibatkan 960 anak di Amerika menunjukkan IQ yang lebih rendah akibat pemukulan oleh orang tua. Dengan cara berdiskusi dan menganalisa suatu masalah dengan anak, maka anak lebih banyak berpikir menjadi kritis dan pandai.
ADVERTISEMENT