Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pengenaan Pajak atas Eksternalitas Negatif Kegiatan Industri
9 Desember 2021 12:31 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Rizka Andriyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kegiatan industri memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Di abad ke 21 ini, makin banyak perusahaan manufaktur dengan tingkat produksi yang tinggi yang akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Konsekuensi atas dampak negatif tersebut adalah fenomena perubahan iklim global yang disebabkan oleh produksi eksternalitas industri dalam bentuk gas rumah kaca. Kontribusi gas rumah kaca terbesar saat ini adalah antropogenik karbondioksida (CO²) diikuti oleh metana (CH⁴), dinitrogen oksida (N²O), ozon (O³) dan klorofluorokarbon (CFC) (Solomon, 2007).
ADVERTISEMENT
Telah diketahui selama beberapa dekade bahwa perubahan iklim global disebabkan oleh produksi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil dan produksi CO² misalnya, kemudian diperburuk karena rusaknya hutan hujan di seluruh dunia sebagai penyerap karbon dioksida. Selain itu, kegiatan manusia biasanya menghasilkan banyak jejak karbon seperti CH⁴, N²O, O³, dan CFC, yang semuanya memiliki dampak pada perubahan iklim global. Gas rumah kaca ini berasal dari berbagai proses antropogenik seperti pertanian, pembakaran bahan bakar fosil, pembakaran hutan, penggalian bahan bakar fosil, dan perancangan produk yang menggunakan bahan kimia seperti CFC. Pada setiap contoh yang telah diberikan, dapat disimpulkan bahwa eksternalitas adalah produk sampingan dari pola konsumsi manusia. Poin utamanya, manusia saat ini menghadapi masalah mendesak mengenai konsekuensi ekstrim dari perubahan iklim global, yang secara langsung terkait dengan eksploitasi sumber daya alam yang tak ada hentinya. Kemudian hal ini diperparah dengan polusi terkait gas rumah kaca yang semuanya disebabkan oleh kegiatan industri.
ADVERTISEMENT
Eksternalitas negatif kegiatan industri dapat berupa polusi udara dan air. Kegiatan industri sebagai proses yang menyebabkan pencemaran lingkungan, harus menanggung akibat dari eksternalitas negatif yang mereka berikan. Hal ini ditegakkan oleh tindakan regulasi berupa internalisasi eksternalitas negatif ini ke dalam biaya produk yang menghasilkan polusi. Artinya, pelaku usaha industri sebagai pihak yang harus menanggung dampak yang ditimbulkan, dapat berupa biaya pengelolaan limbah atau pajak atas polusi yang ditimbulkan.
Contohnya dalam kasus emisi bahan bakar kendaraan, menghilangkan penggunaan bensin dan solar merupakan solusi yang paling efektif untuk menghilangkan polusi dari penggunaan bahan bakar ini. Akan tetapi, bahan bakar kendaraan bermotor dibutuhkan oleh semua orang. Untuk itu, cara mengurangi eksternalitas negatif yang ada adalah dengan meningkatkan biaya bahan bakar dengan mengenakan pajak terhadap eksternalitas negatif yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Industri bahan bakar fosil sangat menguntungkan. Namun, industri ini tidak bertanggung jawab secara atas penggunaan akhir produk mereka saat pelepasan limbah produk ke lingkungan selama produksi dan distribusi. Pencemaran dari industri bahan bakar fosil meliputi produk sampingan kimia yang dilepaskan selama ekstraksi, pencemaran kimiawi di titik ekstraksi, pencemaran akibat tumpahan selama pengangkutan, dan pembuangan gas selama kegiatan pemurnian. Contoh lainnya, industri pertanian seperti perkebunan kelapa sawit atau tebu seringkali didirikan di tempat hutan hujan tropis pernah berdiri dengan cara dibakar. Dalam kasus kegiatan pertanian tersebut, pelepasan gas rumah kaca terjadi ketika hutan hujan ditebang habis atau dibakar, dan ditambah lagi oleh konsentrasi CO² di atmosfer global meningkat karena hilangnya hutan untuk menyerap karbon.
ADVERTISEMENT
Sebelum membuat daftar contoh eksternalitas lainnya, penting untuk membahas apa itu eksternalitas. Dalam ilmu ekonomi, eksternalitas adalah efek samping atau konsekuensi dari aktivitas industri atau komersial yang mempengaruhi pihak lain. Kondisi eksternalitas negatif sendiri merujuk pada kondisi dimana biaya sosial melebihi biaya produksi suatu barang. Hyman (1999) menjelaskan bahwa eksternalitas terjadi apabila biaya atau manfaat tidak direfleksikan dalam harga, dan karena itu mereka menempatkan beban eksternalitas tersebut pada masyarakat dalam bentuk biaya eksternal. Contoh nyata dari biaya eksternal ini adalah proses manufaktur yang menciptakan polusi udara atau air yang mengakibatkan beban biaya pembersihan pada masyarakat serta biaya dampak kesehatan bagi mereka yang secara langsung atau tidak langsung terkena dampak polusi ini. Selain eksternalitas negatif, ada juga eksternalitas positif. Contoh eksternalitas positif dapat diilustrasikan dengan seorang tetangga yang menanam beberapa pohon indah di sekitar rumah mereka, yang membantu masyarakat sekitar dengan meningkatkan nilai rumah orang lain. Eksternalitas seperti ini juga menguntungkan lingkungan karena nilai estetika pepohonan juga.
ADVERTISEMENT
Salah satu orang pertama yang memperkenalkan konsep eksternalitas dan juga mengusulkan pajak atas eksternalitas adalah Arthur Pigou, seorang ekonom Inggris abad ke-20 yang terkenal dari Universitas Cambridge. Pigou berharap tidak hanya mengurangi kecenderungan manusia untuk menghasilkan eksternalitas tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang setara untuk semua bisnis dengan memastikan bahwa beberapa bisnis membayar harga kompensasi yang lebih besar supaya tidak membebankan biaya eksternal mereka kepada orang lain. Pigou juga mengusulkan subsidi Pigouvian untuk eksternalitas positif yang dihasilkan, seperti manfaat tidak langsung dan tidak terhitung untuk kesehatan atau pendidikan yang terjadi dalam beberapa transaksi (Mankiw, 2015).
Ronald Coase, seorang ekonom dari Universitas Chicago dan penerima Hadiah Nobel di bidang Ekonomi pada tahun 1991, adalah kontributor penting lainnya pada subjek eksternalitas. Coase mengusulkan bahwa biaya sosial dan lingkungan yang tidak ditanggung oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk menghasilkan eksternalitas ini adalah contoh kegagalan pasar (Beeks & Lambert, 2018). Argumen Coase, berbeda dengan Pigou, yang menyatakan bahwa baik pengusaha sebagai pencemar maupun masyarakat sebagai penderita pencemaran tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas biaya pencemaran, dan oleh karena itu biayanya harus dibagi. Coase mengambil posisi bahwa eksternalitas pada dasarnya merupakan masalah ekuitas, dan konsekuensi eksternalitas harus didistribusikan secara adil di antara pihak-pihak yang terkena dampak tergantung pada siapa yang menanggung tanggung jawab. Coase memperjuangkan transaksi yang adil antara mereka yang bertanggung jawab dan mereka yang terkena dampak biaya eksternal, dengan sedikit atau tanpa keterlibatan pemerintah. Bagaimanapun, pengaturan yang adil seperti ini lebih masuk akal untuk transaksi antar pihak yang sederhana dan kurang masuk akal dengan masalah sosial dan bahkan global seperti polusi CO². Seseorang dapat meminta tetangga untuk mengecilkan volume musik mereka dan berharap mereka mendengarkan dan mematuhinya. Sebaliknya, pendekatan yang sama menjadi kurang praktis terkait dengan perubahan iklim antropogenik. Ironisnya, Teori Coase yang diadopsi sebagai dasar mekanisme perdagangan gas rumah kaca global seperti yang diusulkan oleh Protokol Kyoto pada tahun 1997 (Zerio dan Conejero, 2009). Sejauh ini, praktik ini belum terbukti berhasil dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, dan telah dikemukakan argumen bahwa metode lain lebih menjanjikan daripada mekanisme perdagangan. Hal ini termasuk regulasi langsung berupa pajak dan subsidi seperti yang pertama kali diusulkan oleh Arthur Pigou sebagai cara untuk secara langsung menghambat produksi eksternalitas. Pajak-pajak tersebut biasanya disebut sebagai pajak hijau, pajak karbon atau biaya hijau, kemudian subsidi biasanya disebut sebagai subsidi hijau.
ADVERTISEMENT
Pemberian pajak untuk eksternalitas telah disepakati secara luas, seperti Indonesia yang baru-baru ini mengadopsi pajak karbon. Meskipun demikian, undang-undang ini dinilai tidak cukup untuk mengurangi polusi, dan undang-undang saja belum terbukti cukup untuk melindungi masyarakat dari dampak eksternalitas ini. Salah satu argumen yang menentang pajak eksternalitas negatif sering menunjuk pada kesulitan dalam menghitung secara akurat berapa polusi yang dikeluarkan sebuah industri, dan permasalahan tersebut merupakan tantangan untuk menentukan besaran pajak yang dikenakan. Argumen ini, bagaimanapun, menciptakan gagasan yang salah bahwa eksternalitas negatif dapat dipertanggungjawabkan secara akurat, padahal sebenarnya hal ini sulit.
Perubahan iklim, perusakan sistem ekologi, dan musnahnya spesies telah mencapai titik kritis yang sekarang membutuhkan tindakan nyata, tanggapan yang layak. Sederhananya, masyarakat tidak punya waktu untuk menghitung dampak eksternalitas dengan sangat akurat, bahkan jika itu memungkinkan. Meskipun demikian, pengenaan pajak atas eksternalitas negatif kegiatan industri dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi polusi. Akan tetapi, diperlukan regulasi-regulasi lain yang dapat mengontrol kegiatan industri agar tidak memberikan dampak negatif yang besar bagi masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
REFERENSI
Beeks, J. C., & Lambert, T. (2018). Addressing Externalities: An Externality Factor Tax-Subsidy Proposal. European Journal of Sustainable Development Research, 2(2). https://doi.org/10.20897/ejosdr/81573
Hyman, R. (1999). Editorial. European Journal of Industrial Relations, 5(2), 115–115. https://doi.org/10.1177/095968019952001
Mankiw, N. G. (2015). Externalities, chapter 10 in Principles of economics, (7th ed.). Stamford, CT: Cengage Learning
Solomon, S. (2007). Climate change 2007-the physical science basis: Working group I contribution to the fourth assessment report of the IPCC. Cambridge, MA: Cambridge University Press.
Vineis, P. and Husgafvel-Pursiainen, K. (2005). Air pollution and cancer: biomarker studies in human populations. Carcinogenesis, 26(11), 1846-1855. https://doi.org/10.1093/carcin/bgi216
Zerio, J. and Conejero, M. A. (2009). Global sustainability: The case for collaboration. Case study TB0019. Thunderbird school of global management.
ADVERTISEMENT