Dampak Limbah Tambang terhadap Rantai Makanan Papua

Rizka Awalia Rustanti
Mahasiswi S1 Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
27 Juni 2024 11:49 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizka Awalia Rustanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Rizka Awalia Rustanti
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Rizka Awalia Rustanti
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Papua, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, telah lama menjadi sasaran berbagai kegiatan penambangan, termasuk penambangan emas. Namun, di balik kilau emas yang menjanjikan, tersembunyi ancaman serius terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat setempat. Penggunaan merkuri dalam proses ekstraksi emas telah menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang dampaknya terhadap ekosistem sungai di Papua
ADVERTISEMENT
Penambangan emas di Papua sering kali dilakukan secara tradisional atau dengan metode pertambangan skala kecil. Metode ini, meski tampak sederhana, memiliki konsekuensi lingkungan yang sangat besar. Para penambang menggunakan merkuri untuk memisahkan emas dari batuan dan sedimen. Proses ini, yang dikenal sebagai amalgamasi, menghasilkan limbah yang mengandung merkuri yang kemudian dibuang langsung ke sungai-sungai terdekat.
Merkuri, unsur kimia dengan simbol Hg, adalah logam berat yang sangat beracun. Di dalam air, merkuri dapat berubah menjadi metil merkuri, bentuk yang lebih berbahaya dan mudah diserap oleh organisme hidup. Keberadaan merkuri dalam ekosistem sungai Papua telah menimbulkan serangkaian dampak negatif yang saling terkait, membentuk rantai kerusakan yang kompleks.
Pertama-tama, merkuri mencemari air sungai, mengubah kualitas air secara drastis. Kadar merkuri yang tinggi menyebabkan perubahan pH air, meningkatkan kekeruhan, dan mengurangi kadar oksigen terlarut. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak memadai bagi sebagian besar kehidupan akuatik.
ADVERTISEMENT
Dampak langsung terlihat pada populasi ikan dan organisme air lainnya. Ikan-ikan yang terpapar merkuri mengalami gangguan sistem saraf, perubahan perilaku, dan penurunan kemampuan reproduksi. Beberapa spesies ikan endemik Papua yang langka terancam punah akibat pencemaran ini. Selain itu, invertebrata air seperti udang dan kerang, yang merupakan bagian penting dari rantai makanan akuatik, juga mengalami penurunan populasi yang signifikan.
Efek domino dari pencemaran merkuri tidak berhenti pada kehidupan air. Tumbuhan riparian, yaitu vegetasi yang tumbuh di sepanjang tepi sungai, juga terkena dampaknya. Merkuri yang terakumulasi dalam tanah di sekitar sungai diserap oleh akar tumbuhan, mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan. Hal ini mengakibatkan perubahan komposisi vegetasi riparian, yang berperan penting dalam menjaga stabilitas tepi sungai dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies hewan.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, pencemaran merkuri mengancam keanekaragaman hayati teresterial di sekitar sungai. Hewan-hewan yang bergantung pada sungai untuk sumber makanan dan air minum, seperti burung air, mamalia, dan reptil, juga terpapar merkuri. Akumulasi merkuri dalam tubuh hewan-hewan ini dapat menyebabkan gangguan neurologis, penurunan kesuburan, dan bahkan kematian.
Dampak pencemaran merkuri tidak terbatas pada ekosistem alami saja. Masyarakat lokal Papua yang tinggal di sepanjang aliran sungai juga menghadapi risiko kesehatan yang serius. Banyak komunitas yang masih bergantung pada sungai untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan sumber air minum. Konsumsi ikan yang terkontaminasi merkuri menjadi jalur utama paparan merkuri pada manusia.
Metil merkuri, bentuk organik merkuri yang terbentuk di lingkungan air, sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta masalah kardiovaskular. Yang lebih mengkhawatirkan, merkuri dapat melewati plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin, menyebabkan cacat lahir dan gangguan perkembangan kognitif pada anak-anak.
ADVERTISEMENT
Masalah pencemaran merkuri di sungai-sungai Papua semakin diperparah oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan di kalangan penambang dan masyarakat lokal tentang bahaya merkuri. Banyak yang tidak menyadari risiko jangka panjang dari praktik penambangan yang mereka lakukan. Selain itu, terbatasnya alternatif ekonomi dan kurangnya penegakan hukum membuat praktik penambangan emas dengan merkuri terus berlanjut.
Upaya untuk mengatasi masalah ini telah dilakukan oleh berbagai pihak. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan regulasi untuk membatasi penggunaan merkuri dalam penambangan emas, termasuk meratifikasi Konvensi Minamata tentang Merkuri pada tahun 2017. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi banyak tantangan, terutama di daerah terpencil seperti Papua.
Beberapa organisasi non-pemerintah dan lembaga penelitian juga telah melakukan program-program untuk memperkenalkan metode penambangan emas yang lebih ramah lingkungan. Metode seperti gravitasi konsentrasi dan sianidasi terkontrol diperkenalkan sebagai alternatif penggunaan merkuri. Namun, adopsi metode-metode ini masih terbatas karena berbagai faktor, termasuk biaya dan kebiasaan yang sudah mengakar.
ADVERTISEMENT
Pemulihan ekosistem sungai yang telah tercemar merkuri merupakan proses yang kompleks dan memakan waktu lama. Teknik-teknik remediasi seperti fitoremediasi, di mana tanaman tertentu digunakan untuk menyerap merkuri dari tanah dan air, telah mulai diuji coba. Namun, skala pencemaran yang luas dan sifat persisten merkuri di lingkungan membuat upaya pemulihan menjadi sangat menantang.
Pendidikan dan peningkatan kesadaran masyarakat menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini. Program-program penyuluhan tentang bahaya merkuri dan pentingnya menjaga ekosistem sungai perlu dilakukan secara intensif, terutama di komunitas-komunitas yang terlibat langsung dalam penambangan emas.
Kolaborasi antara pemerintah, lembaga penelitian, organisasi lingkungan, dan masyarakat lokal sangat diperlukan untuk mengembangkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Pendekatan yang holistik, yang mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya, perlu dikembangkan untuk mengatasi masalah pencemaran merkuri di sungai-sungai Papua.
ADVERTISEMENT
Tantangan ke depan tidak hanya terletak pada penghentian penggunaan merkuri dalam penambangan emas, tetapi juga pada pemulihan ekosistem yang telah rusak dan pencegahan dampak jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat. Diperlukan komitmen jangka panjang dan investasi yang signifikan dalam penelitian, teknologi pemulihan lingkungan, dan pengembangan ekonomi alternatif bagi masyarakat lokal.
Kasus pencemaran merkuri di sungai-sungai Papua menjadi pelajaran penting tentang bagaimana kegiatan ekonomi yang tidak terkendali dapat mengancam keseimbangan alam dan kesejahteraan manusia. Ini juga menjadi pengingat akan pentingnya menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan kesadaran dan tindakan kolektif dari seluruh lapisan masyarakat. Pelestarian ekosistem sungai Papua bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aktivis lingkungan, tetapi merupakan tugas bersama seluruh warga negara. Hanya dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat, kita dapat berharap untuk memulihkan dan melindungi kekayaan alam Papua untuk generasi mendatang.
ADVERTISEMENT