Kisah Idjon Djanbi, Bule Belanda yang Mendirikan Kopassus

16 April 2018 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Idjon Djanbi. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Idjon Djanbi. (Foto: Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) tengah merayakan HUT ke-66. Perayaan ulang tahun kali ini digelar tertutup di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Senin (16/4).
ADVERTISEMENT
Dalam hari jadi ke-66 tersebut, Kopassus mengangkat tema 'Mewujudkan Prajurit Kopassus yang Profesional dan Dicintai Rakyat'. Tema tersebut diangkat sebagai pengingat bahwa Kopassus lahir dari rahim rakyat.
Selama ini, Kopassus telah menorehkan berbagai macam prestasi yang membanggakan Indonesia. Tak sedikit pula aksi heroik yang pernah dilakukan, seperti pada Operasi penyelamatan sandera pesawat Garuda DC-9 (Operasi Woyla), hingga Aksi Kopassus yang gunakan tenaga dalam untuk temukan mayat korban longsor di Bogor.
Meski demikian, mungkin tak banyak yang tahu jika keberadaan pasukan elite TNI AD didirikan oleh seorang komandan berdarah Belanda. Adalah Rokus Bernardus Visser, atau yang lebih dikenal dengan nama Mochammad Idjon Djanbi yang mengasah mental dan fisik satuan tersebut untuk pertama kalinya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana sosok dan sepak terjang Idjon Djanbi dalam mendirikan Kopassus? kumparan (kumparan.com) menelusuri jejak Idjon tersebut.
Mengenal Idjon Djanbi
Dalam buku berjudul “Kopassus: Inside Indonesia's Special Forces” yang ditulis oleh Kenneth J. Conboy, disebutkan bahwa jauh sebelum Idjon Djanbi menggunakan nama Indonesianya, pria kelahiran 13 Mei 1914 itu bernama Rokus Bernadus Visser. Dia terlahir dari keluarga petani tulip di Belanda.
Saat Perang Dunia II berkecamuk pada 1939, dirinya tengah berada di London, Inggris. Peristiwa perang itu sendiri mengakibatkan Visser tak bisa pulang ke negaranya.
Perang dunia II yang melibatkan pertempuran antara Jerman dan Belanda, kemudian mendorongnya untuk menjadi seorang tentara Belanda di usia 25 tahun.
Adolf Hitler semasa menjadi pemimpin Nazi. (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Adolf Hitler semasa menjadi pemimpin Nazi. (Foto: Getty Images)
ADVERTISEMENT
Pada 1940, Visser tercatat aktif pada dinas militer sukarela tentara sekutu yang berperang melawan Jerman. Kala itu, tugas pertamanya sebagai tentara adalah menjadi sopir Ratu Wilhelmina--Ratu Belanda.
Usai tugas pertamanya di lingkungan kerajaan Belanda berakhir, Visser mendaftarkan diri sebagai operator radio di Pasukan Belanda ke-2 (2nd Dutch Troop). Pada September 1944, ia kemudian merasakan operasi tempurnya yang pertama bersama pasukan Sekutu dalam Operasi Market Garden.
Pasukan tempat Visser bertugas termasuk ke dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat. Kala itu, Visser dan pasukannya ditugaskan ke wilayah konsentrasi pasukan Jerman. Dua bulan setelahnya, Visser bergabung dengan pasukan sekutu untuk operasi pendaratan amfibi di Walcheren, kawasan pantai di bagian selatan Belanda.
ADVERTISEMENT
Berkat kemampuannya yang mumpuni, Visser kemudian terpilih untuk menempuh pendidikan di angkatan udara Inggris. Dalam pendidikan tersebut, Visser disiapkan untuk datang ke Indonesia untuk menghadapi Jepang yang kala itu tengah menjajah Indonesia.
Pesawat Jepang di Perang Dunia II (Foto: Dok. US Navy)
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Jepang di Perang Dunia II (Foto: Dok. US Navy)
Meski Visser sudah disiapkan untuk datang, rupanya Jepang lebih dahulu menyerah terhadap Amerika Serikat. Untuk itu, kedatangan Visser kemudian disiapkan untuk membentuk sekolah pasukan terjung payung Belanda (School voor Opleiding van Parachutisten). Visser sendiri datang ke Indonesia pada bulan Maret 1946.
Saat Visser tiba, dia rupanya jatuh cinta terhadap segala hal mengenai Indonesia. Rasa cintanya terhadap Indonesia kemudian berbuah perceraian terhadap anak dan istrinya yang tengah berada di Inggris. Alasannya satu, anak dan istrinya menolak untuk dibawa ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menariknya, saat seluruh sisa-sisa pasukan Belanda mulai meninggalkan Indonesia. Visser adalah segelintir dari tentara Belanda yang bertahan. Rasa cintanya terhadap Indonesia membuat dirinya keluar dari militer Belanda pada 1949, serta memilih menjadi warga sipil yang menetap di Bandung.
Upaya Visser menjadi warga sipil di Indonesia pun tak main-main, dia juga memutuskan untuk mengubah namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi, mengganti agamanya menjadi islam, serta menikahi seorang perempuan Sunda.
Idjon dan Cikal Bakal Kopassus
Cerita mengenai Kopassus dan pria yang kini bernama Idjon bermula pada 1951. Kala itu, rumah Idjon didatangi oleh Letnan Aloysius Sugianto. Dalam pertemuan itu Idjon diminta sebagai sukarelawan yang mengajar kelas satuan tempur (Combat Inteligent Course).
ADVERTISEMENT
Awalnya, Idjon sempat menolah tawaran itu. Alasannya, Idjon merasa dirinya sudah hidup tenang menjadi seorang petani bersama istrinya di Bandung. Meski demikian, berkat bujuk rayu Letnan Aloysius, Idjon pun menerima tawaran tersebut.
Saat Idjon menjadi seorang pelatih di kelas satuan tempur, pemerintah Indonesia tengah menghadapi pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. Bersamaan dengan itu, jabatan Panglima Tentara & Teritorium III/Siliwangi, Jawa Barat, dipegang oleh Kolonel Kawilarang. Dalam sudut pandang Kawilarang, membasmi DI/TII perlu menggunakan pasukan khusus berkualifikasi komando.
Penyerahan Satuan Kopassus di Cijantung (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penyerahan Satuan Kopassus di Cijantung (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Kabar keberadaan seorang mantan tentara Belanda yang ada di Indonesia pun sampai di telinga Kawilarang. Kemampuan Idjon yang pernah malang melintang saat Perang Dunia II dianggap sebagai potensi yang mampu membentuk pasukan khusus tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada 1952, Kawilarang pun mengutus anak buahnya untuk menemui Idjon. Dalam pertemuan itu, disebutkan bahwa tentara Indonesia membutuhkan Idjon untuk membentuk pasukan komando di divisi Siliwangi. Permintaan Kawilarang pun ditanggapi positif oleh Idjon. Tak pelak, sejak saat itu Idjon pun bukan lagi warga sipil. Idjon ditunjuk jadi seorang tentara yang pangkatnya adalah mayor.
Pada 16 April 1952, Kesatuan Komando (Kesko) berhasil dibentuk oleh Idjon di Divisi Siliwangi. Setelah pasukan Kesko lulus pelatihan, masing-masing anggotanya menggunakan badge bertuliskan "Komando" di lengan kiri.
TNI di markas Kopassus Cijantung (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
TNI di markas Kopassus Cijantung (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Pasukan yang diampu oleh Idjon ini pun sempat diuji untuk untuk menghalau DI/TII di Jawa Barat. Kala itu, Kawilarang puas dengan performa pasukan tersebut yang bertempur di Gunung Rakutak.
ADVERTISEMENT
Pada 4 Januari 1953, Kesko berganti nama menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD). Dua tahun setelahnya, Wakil Presiden Mohammad Hatta menginginkan agar KKAD memiliki kemampuan yang lebih. Pada 25 Juli 1955, KKAD berubah nama menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). Tentu saja, pasukan tersebut berada di bawah komando Mayor Idjon.
Akhir Karier Idjon
Meski sukses membawahi RPKAD, tak sedikit yang tidak menyukai Idjon. Banyak yang menilai bahwa Idjon bukanlah seorang WNI, melainkan seorang asing yang tinggal di Indonesia. Kabar tak sedap berupa tuduhan bahwa Idjon merupakan seorang mata-mata Belanda juga berembus kencang kala itu.
Tuduhan itu tak pernah terbukti. Idjon sendiri sudah menyerahkan hidupnya untuk NKRI. Namun pada tahun 1956, akhirnya Idjon dimutasi sebagai koordinator Staf Pendidikan pada Inspektorat Pendidikan dan Latihan (Kobangdiklat)
ADVERTISEMENT
Pada akhir 1957, Idjon memutuskan untuk keluar dari satuan dengan alasan pensiun dini. Pada 1 April 1977, Idjon meninggal dunia karena menderita usus buntu.
Nama RPKAD sendiri mulai berganti menjadi Puspassus AD, kemudian Kopassandha, hingga akhirnya berubah nama menjadi Kopassus sejak 26 Desember 1986, hingga kini.